Sri Koentjara adalah penulis novel Pameleh (Balai Pustaka, 1938). Beliau merupakan seorang priyayi modern, karena memiliki gelar raden didepan namanya. Berdasar dari novel Pameleh, kemungkinan R. Sri Koentjara berasal atau pernah tinggal di Yogyakarta, karena deskripsi tempat kejadian di novel bisa diterangkan dengan jelas, tidak mungkin ditulis oleh pengarang yang tidak paham tentang Yogyakarta.[1]

Novel Pameleh ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Novel ini mengisahkan tentang lika-liku kehidupan seorang pemuda yang bernama Sukarmin, anak dari Surameja, karyawan pabrik gula di daerah Kasihan, Bantul. Sukarmin memiliki semangat belajar yang tinggi dengan keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi. Keinginannya disetujui oleh ayahnya dan didukung oleh guru-gurunya.

Setelah lulus dari sekolah desa, Sukarmin berhasil lolos seleksi masuk sekolah Belanda di kota, sebab dia tergolong anak yang pandai. Suatu hari, Surameja dipanggil oleh kepala pabrik tempatnya bekerja, istrinya merasa senang karena pertanda keberuntungan. Surameja dipanggil Tuannya bahwa dirinya dipindah ke Pabrik Gula Ganjuran sebagai kepala bengkel. Istri Surameja menyarankan agar suaminya menerima tawaran itu.

Awalnya, setiap hari Surameja pulang-pergi dari rumah ke tempat kerja barunya. Namun atas saran istrinya, Surameja menyewa sebuah rumah di dekat tempat kerjanya dan pulang seminggu sekali. Sementara istrinya dan Sukarmin tetap tinggal di Kasihan. Surameja senang dengan kemajuan belajar anaknya, dan ingin menyekolahkan lebih tinggi lagi. Harapannya Sukarmin tidak mengalami kesulitan dalam hidupnya.

Selama dua tahun rutinitas Surameja berjalan baik, dia merasa senang dengan bolak-balik dari Kasihan ke Ganjuran. Surameja memenuhi kebutuhan istrinya dan sangat memperhatikan pendidikan anaknya. Selama di Ganjuran, Surameja selalu berdoa agar keluarganya dalam lindungan Tuhan. Sementara di Kasihan, istrinya memiliki kegiatan membatik.

Pada saat Sukarmin di tingkat ketiga MULO, sikap Surameja kepada istri dan anaknya berubah. Surameja jarang pulang dan tidak memberikan uang belanja dan biaya sekolah. Selama tiga bulan Surameja tidak ulang ke rumah di Kasihan. Karena itu, pada waktu libur sekolah Sukarmin bermaksud datang ke Ganjuran untuk berjumpa dengan ayahnya. Sebelum berangkat Sukarmin dinasihati ibunya agar tetap sopan jika bertemu dengan ayahnya. Tetapi usaha Sukarmin untuk bertemu ayahnya gagal. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki yang mirip dengan ayahnya masuk ke sebuah rumah. Setelah ditanyakan pada wanita di rumah itu, bahwa itu bukan ayahnya. Akhirnya Sukarmin kembali ke Kasihan dengan hati yang kesal.

Rujukan

  1. ^ Prabowo, D. P; Widati, Sri; Rahayu, Prapti (2015). Ensiklopedi Sastra Jawa. Yogyakarta: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. hlm. 494–495. ISBN 978-979-185-235-7.