Tumpahan minyak Laut Jawa 2019

Peristiwa tumpahan minyak yang terjadi di Laut Jawa

Kebocoran minyak Laut Jawa 2019 adalah sebuah kebocoran minyak yang terjadi di lepas pantai di Laut Jawa, Indonesia. Peristiwa tersebut disebabkan oleh munculnya gelombang gas saat pengeboran sumur YYA-1 di Blok ONWJ (Offshore North West Java) milik Pertamina Hulu Energi ONWJ (PHE ONWJ) Insiden kebocoran minyak ini tengah ditanggulangi oleh Pertamina dengan melakukan penutupan sumur YYA-1 tersebut dengan menggunakan relief well.

Kebocoran minyak Laut Jawa 2019
LokasiKarawang, Jawa Barat, Indonesia
Koordinat6°5′39″S 107°37′32.52″E / 6.09417°S 107.6257000°E / -6.09417; 107.6257000
Tanggal12 Juli 2019
Penyebab
PenyebabKebocoran pada sumur YYA-1 saat pengeboran
Korbantidak ada
OperatorPertamina Hulu Energi ONWJ
Sifat kebocoran
Volumemax 3000 barrel/hari

Kronologis Kejadian

Kejadian bermula pada 12 Juli 2019, sekitar pukul 01.30 WIB, saat dilakukan re-entry di sumur YYA-1 pada kegiatan reperforasi. Saat itu, muncul gelembung gas di Anjungan YY dan Rig Ensco-67 yang terletak di wilayah operasi offshore ONWJ.[1] Dugaan awalnya, gelembung gas muncul lantaran terjadi anomali tekanan pada saat reaktivasi sumur dilakukan. "Sumur YYA-1 merupakan sumur eks eksplorasi yang tahun 2011 dibor dengan nama YYA-4," ujar Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina dalam konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (25/7/2019). Selanjutnya, pada 14 Juli 2019 sekitar pukul 22.40 WIB, kondisi tersebut membuat seluruh pekerja yang bekerja di anjungan dan di sekitar area tersebut, dievakuasi ke tempat yang aman. Hingga pada keesokan harinya atau 15 Juli 2019, pihak PHE ONWJ pun akhirnya menyatakan kondisi darurat, sehingga langsung mengirimkan surat kepada SKK Migas dan Kementerian ESDM.[2] Pada 16 Juli 2019, dia melanjutkan, diketahui muncul lapisan minyak (oil sheen) di permukaan laut sekitar kemunculan gelembung gas. Tumpahan minyak kemudian terlihat di sekitar anjungan pada sehari berikutnya, atau 17 Juli 2019. Kemudian, tumpahan minyak itu mencapai ke pantai arah barat pada 18 Juli 2019.

Akibat

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan, berdasarkan laporan dari tim di lapangan, semburan minyak terkait insiden oil spill atau tumpahan minyak di sekitar anjungan lepas pantai YY PHE ONWJ di sekitar anjungan YY di wilayah Karawang, Jawa Barat, kira-kira 3.000 barel per hari sejak 12 Juli.[3] Djoko menyampaikan, sebaran tumpahan minyak mengarah ke arah barat per 29 Juli 2019, di mana ada delapan desa di Karawang dan Bekasi yang terdampak.

Dampak

Dampak kebocoran minyak sumur YYA-1 terjadi di Karawang, meluas sampai Bekasi, bahkan sudah ke Kepulauan Seribu. Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, ada sembilan desa yang dekat tumpahan minyak, yakni, Desa Camara, Kecamatan Cibuaya; Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes; Desa Petok Mati, Kecamatan Cilebar. Kemudian, Desa Sedari, Kecamatan Pusaka Jaya; Pantai Pakis, Kecamatan Batu Jaya; Desa Cimalaya; Pasir Putih, Kecamatan Cikalong; Ciparage, Kecamatan Tempuran dan Tambak Sumur, Kecamatan Tirtajaya.[4]

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti mengatakan tumpahan minyak ini mencemari tiga provinsi, 7 kabupaten, 22 kecamatan dan 57 desa.[5]

Nelayan

Sebagai akibat tumpahan minyak ini, para nelayan di wilayah terdampak tidak bisa melaut untuk mencari ikan. “Sekarang, pendapatan melaut nihil,” kata Ramli [55], nelayan Desa Sukakerta, Cimalaya Wetan, Kabupaten Karawang, Rabu [04/9/2019]. Dia mengeluh, sudah sebulan tidak turun. Jika dipaksakan tidak ada hasil, tekor.

Sebelum minyak bocor, satu kapal nelayan tradisional bisa membawa pulang ikan 5-10 kilogram. Hasilnya dibagi rata 2-3 orang setelah dipangkas bensin. Biasanya, Ramli mengantongi hasil bersih Rp200.000-Rp300.000. Kini, Ramli beserta nelayan lain ikut serta membersihkan tumpahan minyat. Setiap hari, mereka dibayar Rp100 ribu. “Tetapi bergilir. Kadang tidak sampai satu bulan penuh,” imbuhnya.[6]

Bagaimana nasib pedagang ikan? Carinah [58], mengatakan tumpahan minyak membuat daya beli ikan di Karawang anjlok. Belum lagi, keluhan pelanggan karena ikannya bau minyak. Ujungnya, urung membeli. “Dalam satu hari omset biasanya Rp2-3 juta. Sekarang Rp1 juta pun sulit,” terangnya.

Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Karawang, pendapatan dari sektor perikanan di kawasan sepanjang 84,23 kilometer ini mencapi Rp179 miliar tahun 2018.

Mangrove

Tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di perairan laut Karawang mengakibatkan ekosistem mangrove rusak dan mati. Diprediksi 77.713 mangrove dengan luasan area sekitar 140 hektare terdampak oli spill di pesisir pantai Karawang.[7]

Di Kabupaten Bekasi, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alipbata, Sonaji, mengatakan tumpahan minyak Pertamina juga mengancam 300 ribu batang mangrove (bakau). Sonaji mengaku telah meninjau dan mendata langsung ke lokasi terdampak tumpahan minyak itu di antaranya Pantai Muara Bungin dan Pantai Beting, Desa Pantai Bahagia. Batang pohon, katanya, ditemukan dalam kondisi sobek, terkelupas, hingga melepuh terkena panas minyak. Sedangkan daun mangrove menjadi layu dan mengering. "Karena saat malam air pasang sehingga daun mangrove seluruhnya terendam air laut yang telah terkontaminasi tumpahan minyak itu," kata Sonaji menjelaskan.[8]

Akibat insiden itu obyek wisata hutan mangrove Muara Gembong yang biasanya selalu ramai dikunjungi wisatawan disebutnya berubah menjadi sepi pengunjung.

Tambak

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang memprediksi potensi terdampak tumpahan minyak bagi tambak ikan di pesisir Karawang mencapai 15 ribu hektar yang tersebar di 23 desa.[9]

Hasil survei Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP sejak akhir bulan Juli memastikan sedikitnya 1.636,25 hektare tambak udang, bandeng, rumput laut, dan garam di delapan desa di Karawang terkena dampak insiden ini. Sebagian petambak mengalami gagal panen. Sebagian lainnya memanen lebih dini lantaran cemas.

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Slamet Soebjakto, mengatakan setidaknya 127 petambak di enam kecamatan Kabupaten Karawang itu berpotensi kehilangan sumber pendapatan. Limbah minyak telah masuk ke saluran primer dan mencemari tanah tambak. "Butuh sekitar 6-12 bulan untuk memulihkan tanah kembali," katanya.[10]

Penanganan

Pertamina Hulu Energi ONWJ berupaya meminimalisasi tumpahan minyak di pesisir Pantai Karawang, Bekasi dan Kepulauan Seribu. Kecepatan penanganan di sumber tumpahan minyak, tidak serta merta menghentikan laju penyebaran tumpahan minyak ke pantai. Sehingga tim oil combat di darat pun harus bergerak dengan cepat.

Di offshore, upaya PHE ONWJ melokalisasi minyak dengan  pengoperasian static dan moveable oil boom, serta menyedot ceceran minyak menggunakan skimmer dan slurry pump. VP Relations Pertamina Hulu Energi (PHE), Ifki Sukarya,menyampaikan “Pemasangan dan pengoperasian static oil boom pada lapisan utama sudah mencapai total panjang 4.450 meter. Konfigurasi full circle ini sudah hampir menutup penuh anjungan YYA dan dengan memperhatikan arah angin dan arus. Terdapat beberapa bukaan untuk akses masuk keluarnya kapal skimming.”[11]

Sebagai tambahan pengoperasian, telah terpasang 400 meter static oil boom pada layer kedua,  600 meter moveable oil boom di sekitar area anjungan YYA serta 400 meter oil boom di sekitar area FSRU Nusantara Regas. Incident Managemet Team (IMT) PHE ONWJ juga telah menempatkan tandon-fluida, yang  ditempatkan di bawah anjungan YYA. Penampungan ini menggunakan floating storage tank, yang ditarik oleh dua buah kapal. Dengan posisi di bawah anjungan ini memudahkan untuk menampung langsung tumpahan minyak. Metode tandon fluida  berhasil menampung sekitar 5.000 liter minyak mentah per hari, dimana setelahnya minyak akan akan dipindahkan ke kapal penampung.

Upaya lain untuk menahan laju tumpahan minyak meluas, PHE ONWJ mengoperasikan 3 unit skimmer ditambah  pengoperasian 1 slurry pump yang telah tiba di lokasi dan telah digunakan.  Hampir sama dengan skimmer, slurry pump ini bertujuan untuk memaksimalkan penyedotan minyak dan kemudian ditempatkan di IBC Tank.

Untuk menangani ceceran minyak di laut ini, PHE ONWJ mengerahkan 48 kapal, 2689 personil, menggelar total 5850 meter oil boom  di offshore dan 3660 meter oil boom di onshore.[11]

Dalam menangani wilayah untuk penanganan di wilayah pesisir pantai, Oil Spill Combact Team (OSCT) PHE ONWJ bekerja sama dengan TNI dan Polri serta masyarakat pesisir. Total personel yang terlibat dalam pembersihan tumpahan minyak, baik di darat maupun di laut per tanggal 19 Agustus 2019, sebanyak 1970 personel. Pemantauan penanganan oil spill di sekitar anjungan YYA dan wilayah terdampak juga terus berlanjut dengan patroli udara dan laut dalam radius 50 - 100 km dengan menggunakan helikopter milik Pelita Air Service. Adapun untuk patroli perairan menggunakan Kapal Patroli Ditpolair Baharkam POLRI di Perairan Karawang. Sedangkan untuk pelayanan masyarakat PHE ONWJ membuka 9 Posko Pelayanan Kesehatan, yaitu di daerah Ciwaru, Pusaka Jaya Utara, Sedari, Tambaksari, Batu Jaya, Tanjung Pakis, Cemara Jaya, Pasir Putih dan Kepulauan Seribu. Di posko ini disiagakan 6 dokter, 39 paramedik dan 5 ambulance.[12]

Relief Well

Untuk mengatasi kebocoran di sumur YYA-1, PHE ONWJ menggunakan metode pengeboran relief well (sumur YYA-1 RW). Pengeboran dilakukan sejak 1 Agustus 2019. Relief well YYA-1RW digunakan untuk menginjeksikan fluida berupa lumpur berat agar sumur YYA-1 bisa ditutup permanen.[13] PHE ONWJ menggunakan Rig Jack Up Soehanah untuk pengeboran Relief Well tersebut.

Per 24 september 2019 PHE ONWJ telah mencapai milestone baru dalam penanganan sumur YYA-1 yaitu  dengan keberhasilan proses "intercept" dimana sumur Relief Well telah berhasil terkoneksi dengan Sumur YYA -1 per Sabtu 21 September 2019 pukul 10.30 WIB.[14] PHE ONWJ juga memastikan pada 1 Oktober 2019 pihaknya akan berhasil mengunci secara permanen sumur YYA-1.

Referensi

  1. ^ "Kronologi Kebocoran Migas di Sumur YYA-1 ONWJ Menurut Pertamina". tirto.id. 25 Juli 2019. 
  2. ^ "Begini Kronologi Kebocoran Gas PHE ONWJ Versi Pertamina". msn.com. 25 Juli 2019. 
  3. ^ "ESDM: Tumpahan Minyak di Karawang 3.000 Barel Per Hari". republika.id. 29 Juli 2019. 
  4. ^ "Tragedi Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang, Horor bagi Manusia dan Lingkungan". mongabay.co.id. 30 Juli 2019. 
  5. ^ "Menyusuri Kerusakan Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak ONWJ". katadata.co.id. 30 Agustus 2019. 
  6. ^ "Rugi Segala Lini Akibat Tumpahan Minyak Pertamina". mongabay.co.id. 18 September 2019. 
  7. ^ "Terumbu Karang & Mangrove Terancam Mati Akibat Tumpahan Minyak di Karawang". merdeka.com. 23 Agustus 2019. 
  8. ^ "Tumpahan Minyak Pertamina: Nelayan Menjerit, Mangrove Merana". tempo.co. 31 Agustus 2019. 
  9. ^ "Tumpahan Minyak Pertamina Cemari 15.000 Hektare Tambak di Karawang". merdeka.com. 14 Agustus 2019. 
  10. ^ "Tumpahan Minyak Merusak Tambak dan Hasil Tangkapan Ikan Berkurang". tempo.co. 2 Agustus 2019. 
  11. ^ a b "Inilah cara Pertamina proteksi tumpahan minyak dan upaya ganti rugi ke warga". kontan.co.id. 18 Agustus 2019. 
  12. ^ "Tangani Tumpahan Minyak, Pertamina Pasang Oil Boom 5 KM". cnbcindonesia.com. 19 August 2019. 
  13. ^ "Stop Gelembung Gas, PHE ONWJ Intensifkan Pengeboran Relief Well". sindonews.com. 12 Agustus 2019. 
  14. ^ "Sumur YYA-1 Dapat Dikendalikan". mediaindonesia.com. 24 September 2019. 

Pranala Luar