Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara

Revisi sejak 28 September 2019 05.22 oleh Aisha Fadilla (bicara | kontrib) (WikiLatih)

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah seperangkat aturan yang mengatur tentang tindakan seseorang/pribadi maupun badan hukum yang mempertahakan hak-hak dan cara untuk mempertahankan dan menegakan hukum administrasi negara di muka peradilan tata usaha negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan

berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.[1]

Sesungguhnya sejarah terbentuk PTUN tersebut mempunyai tujuan untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara yuridis (judicial control) tindakan pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi (mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangandengan hukum (abuse of power).

Peradilan Tata Usaha Negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN,selanjutnya mengalami perubahan pertama dirubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Hal itudilakukan untuk memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN yang professional guna menjalankan fungsinya melalui kontrol yudisialnya.Dalam praktek kemudian ternyata Undang-Undang No 5 tahun 1986 tersebut, ternyata masih banyak kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain sering tidak dipatuhi putusan PTUN oleh pejabat. Hal itu disebabkan tidak adanya lembaga eksekutor dan juga tidak ada sanksi hukumnya serta dukungan yang menyebabkan inkonsistensi sistem PTUN dengan sistem peradilan lainnya, terutama dengan peradilan umum karena terbentur dengan asas dat de rechter niet op de stoel van het bestuur mag gaan zitten(hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah atau mencampuri urusanpemerintah) dan asas rechtmatigheid van bestuur yakni atasan tidak berhakmembuat keputusan yang menjadi kewenangan bawahannya atau asas kebebasan Pejabat tak bisa dirampas.

Kewenangan PTUN

Pada dasarnya kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.

Kompetensi absolut dari peradilan tata usaha negara adalah untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalambidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usah negara akibat dikeluarkannya suatukeputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 68.

Sementara kompetensi relatif dalam peradilan tata usaha negara menyangkut kewenangan pengadilan tata usaha negara yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut.Misalnya apakah perkara peradilan TUN diperiksa PTUN Manado, PTUN Makasar dan lain sebagainya.

Asas-asas Acara PTUN

Adapun asas/prinsip hukum yang terdapat dalam hukum acara

peradilan TUN adalah sebagai berikut:

1) Asas praduga keabsahan/rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid,preasumtio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap sah/ rechtmatig sampai ada pembatalannya. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 67 ayat (1) UU No 5 tahun 1986. Asas praduga keabsahan sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (1) UU No 5 tahun 1986 tersebut dapat diartikan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau TUN serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Berdasarkan asas ini sesungguhnya Keputusan Tata Usaha Negara(KTUN) yang digugat di peradilan TUN tetap dapat dilaksanakan dan memiliki kekuatan mengikat ditegakkan secara hukum. Dengan demikian pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan TUN tetap harus mematuhi KTUN yang digugat tersebut, selama KTUN itu belum dinyatakan tidak sah (onrechtmatiq) melalui putusan peradilan TUN yang sudah berkekuatan hukum tetap. Hal ini juga dalam rangka penerapan asas legalitas dalam lapangan hukum administrasi negara.

2) Asas gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN.

Asas ini merupakan perlindungan hukum terhadap kepentingan penggugat untuk mengajukan permohonan pelaksanaan KTUN.Asas ini diatur dalam Pasal 67 ayat (2) UU No 5 tahun 1986 yang berbunyi sebagai berikut Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan ukum yang tetap.

3) Asas sidang terbuka untuk umum.

Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya terbuka untuk umum,berarti bahwa setiap orang dibolehkan untuk mengikuti dan

mendengarkan pemeriksaan pemeriksaan (Pasal 13 ayat (1) UU No 48 tahun 2009.

Sistem Peradilan Tata Usaha Negara

Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara64, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan (beschiking) dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu Pertama,melalui banding administrasi atau upaya administrasi dan, Kedua, melalui peradilan.

Hal ini sesuai dengan ketetentuan Pasal 48 UU No 5 tahun 1986 yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa upaya administratif itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa TUN yang dilaksanakan dilingkungan pemerintahan sendiri (bukan oleh peradilanyang bebas) yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.


Rujukan

  1. ^ wantu, Fence M. (2014). Hukum Acara Tata usaha Negara. Gorontalo: REVIVA CENDEKIA.