Ardjasoeparta
Ardjasoeparta merupakan seorang penulis dan penerbit sebuah novel Swarganing Budi Ayu ( Balai Pustaka, 1923)[1]. Melalui novel itu disampaikan kritik sosial terhadap budaya tradisional yang priyayi oriented. Hal itu ditunjukkan dalam sikap hidup tokoh Manguntaya, seorang priayi yang masih membanggakan kepriayiyannya walaupun secara ekonomi sangat menyedihkan. Disamping itu, sebagai orang modern, Ardjasoeparta menolak tradisi kawin paksa dan lebih mementingkan kemandirian berpikir bagi generasi muda.[1]
Melalui novelnya, Ardjasoeparta berhasil melakukan " pembaratan " terhadap pribumi melalui tradisi anak angkat yang dilakukan orann-orang Belanda terhadap anak-anak pribumi. Novel karya Mas Ardjasoeparta ini mendapat tanggapan cukup baik dari pemerhati sastra Jawa. Subalidinata dalam bukunya Novel Jawa Baru dalam Abad Dua Puluh menyatakan bahwa pengarang ini menolak pandangan masyarkat bahwa sosok ibu tiri berperangai buruk terhadap anak tiri. Mas Ardjapoetra telah membuktikan bahwa Kamsirah sebagai sosok ibu tiri memperlakukan anak tiri sebagaimana mestinya.[1]
Sementara itu, Ras (1985:14) menyatakan bahwa novel karya Ardjasoeparta tersebut menceritakan gadis miskin yang menikah dengan laki-laki kaya. AKan tetapi, wanita itu harus mendekam dalam penjara akibat ulah anak tirinya setelah kematian suaminya.[1]
Ardjasoepatra diduga adalah lulusan sekolah Belanda sehingga karyanya diterbitkan oleh Balai Pustaka sebagai salah satu bentuk dukungan kepada program-program pemerintah.[1]