Ratib Saman Lingga

Revisi sejak 18 Oktober 2019 07.08 oleh Sri Naila (bicara | kontrib) (Menambah Kategori:Warisan budaya menggunakan HotCat)

Ratib merupakan sejenis zikir,puji-pujian kepada Allah SWT, yang diucapkan berulang-ulang. Mengucapkan Kalimat La Illahaillallah, biasa dilakukan setelah sholat fardhu, baik dengan jahar atau dengan sir. Ratib saman merupakan amalan tarikat Saman (ajaran Abd. Karim al- saman). Sebelum pelaksanaan Ratib saman, berbagai perlengkapan tasbih cendana dan garahu korek api dan sebuah lilin, serta air putih dipersiapkan terlebih dahulu. Ratib saman biasanya dilakukan pada malam jum'at. Kemudian peserta yang berusia di atas 30 tahun duduk dan membentuk sebuah ligkaran sempura ( meyerupai posisi duduk dalam "tahyat akhir" yag dilakukan dalam sholat) selanjutnya pimpinan upacara menjelaskan apa yang dilakukan bukan untuk memuja Syeh Saman melainkan kepada Allah SWT, agar me-ridhoi ratib dan menurunkan malaikat beserta jin putih (Jin Muslim) untuk memerangi dan mengusir setan dari Desa Resun. Ratib Saman merupakan upacara adat yang berasal dari Desa Resun,Kecamatan Lingga Utara Kabupaten Lingga Kepulauan Riau lalu menyebar kedaerah sekitarnya seperti Desa Rantau Panjang,Mereke,Daik.[1]

Referensi

Selanjutnya pimpinan upacara memberi penjelasan tentang aturan mengucapkan zikir " Laillaha illalah ", karena pengucapannya harus mengikuti aturan tertentu. Sebeum mengucapkan kata "Lailah" nafas harus ditarik dalam-dalam, selanjutnya kata "hail" diucapkan sambil kepala diputar kebahu bangian kiri, diteruskan penggucapan "Lal" (kepala diputar kebahu kanan), sampai akhirnya pengucapan "Lah" yang disertai dengan tundukkan kepala kerusuk kanan. hal ini dimaksudkan agar peserta senantiasa mengingat allah. hidung yang menarik udara, menurut keyakinan mereka, merupakan sumber masuknya penyakit dan masuknya jin jahat yang menganggu tubuh manusia.

  1. ^ Dwiari Ratnawati, Lien (2018). Ratib Saman Lingga. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan.