Badan Pertanahan Nasional

Lembaga non-kementerian di Indonesia
Revisi sejak 23 Oktober 2019 08.55 oleh Flix11 (bicara | kontrib) (fix)

Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah nonkementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015.[1]

Badan Pertanahan Nasional
BPN
Gambaran umum
Dasar hukumPeraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015
Bidang tugasPertanahan
Di bawah koordinasi
Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia
Kepala
Sofyan Djalil
Kantor pusat
Jl. Sisingamangaraja Nomor 2, Kebayoran Baru Jakarta 12110
Situs web
http://www.bpn.go.id/
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga kementerian yang bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Sejak 23 Oktober 2019 jabatan Kepala BPN dipangku oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil.

Sejarah

Pada era 1960 sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek.

Untuk mengetahui perubahan tersebut di bawah ini adalah sejarah kelembagaan Badan Pertanahan Nasional:

1960–1970

1960

Pada awal berlakunya UUPA, semua bentuk peraturan tentang pertanahan termasuk Peraturan Pemerintah masih dikeluarkan oleh Presiden dan Menteri Muda Kehakiman. kebijakan itu ditempuh oleh pemerintah karena pada saat itu Indonesia masih mengalami masa transisi.

1965

Pada tahun 1965 agraria dipisah dan dijadikan sebagai lembaga yang terpisah dari naungan menteri pertanian dan pada saat itu menteri agraria dipimpin oleh R.Hermanses. S.H

1968

Pada tahun 1968 secara kelembagaan mengalami perubahan.pada saat itu dimasukan dalam bagian departemen dalam negeri dengan nama direktorat jenderal agraria. selama periode 1968 – 1990 tetap bertahan tanpa ada perubahan secara kelembagaan begitupula dengan peraturan yang diterbitkan. aa

1988–1990

pada periode ini kembali mengalami perubahan. lembaga yang menangani urusan agraria dipisah dari departemen dalam negeri dan dibentuk menjadi lembaga non departemen dengan nama badan pertanahan nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono dengan catur tertib pertanahannya. pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal terbentuknya badan pertanahan nasional.

1990–sekarang

1990

Pada periode ini kembali mengalami perubahan menjadi menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional yang masih dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. pada saat itu penambahan kewenangan dan tanggung jawab yang harus diemban oleh badan pertanahan nasional.

1998

Pada tahun ini masih menggunakan format yang sama dengan nama Menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional.perubahan yang terjadi hanya pada puncuk pimpinan saja yakni Ir.Soni Harsono diganti dengan Hasan Basri Durin.

2002–2006

tahun 2002 kemudian mengalami perubahan yang sangat penting.pada saat itu badan pertanahan nasional dijadikan sebagai lembaga Negara.kedudukannya sejajar dengan kementerian.pada awal terbentuknya BPN RI dipimpin oleh Prof.Lutfi I.Nasoetion, MSc.,Ph.D

2006–2012

pada tahun 2006 sampai 2012 BPN RI dipimpin oleh Joyo Winoto, Ph.D. dengan 11 agenda kebijakannya dalam kurun waktu lima tahun tidak terjadi perubahan kelembagaan sehingga tetap pada format yang sebelumnya.

2012–2014

Pada tanggal 14 Juni 2012 Hendarman Supandji dilantik sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) menggantikan Joyo Winoto.

2014–sekarang

Pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dibuat Kementerian baru bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang Indonesia, sehingga sejak 27 Oktober 2014, Badan Pertahanan Nasional berada di bawah naungan Menteri Agraria dan Tata Ruang. Jabatan Kepala BPN dijabat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang yang dijabat oleh Sofyan Djalil

Tugas dan Fungsi

BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas, BPN menyelenggarakan fungsi:

  1. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
  2. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;
  3. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
  4. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;
  5. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
  6. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
  7. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
  8. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
  9. pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;
  10. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan
  11. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.[1]

Susunan organisasi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, BPN terdiri atas:

  1. Kepala yang dijabat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang;
  2. Susunan unit organisasi Eselon I menggunakan susunan organisasi Eselon I pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang tugas dan fungsinya bersesuaian.[1]

Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan

Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota. Kantor Pertanahan dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Kantor Pertanahan di tiap kabupaten/kota.[1]

11 Agenda Kebijakan

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi:

  1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
  2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
  3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
  4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.
  5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
  6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
  7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
  8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
  9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.
  10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
  11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.

Makna Lambang BPN

Gambar Keterangan Makna Penjelasan
 
4 Butir Padi
Kemakmuran dan Kesejahteraan Memaknai atau melambangkan 4 tujuan penataan pertanahan yang telah dilakukan BPN RI yaitu:
  • Kemakmuran
  • Keadilan
  • Keberlanjutan, dan
  • Harmoni Sosial
 
Lingkaran
Sumber kehidupan manusia Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI yang berhubungan langsung dengan unsur-unsur yang ada di dalam bumi yang meliputi Tanah, Air dan Udara
 
Sumbu
Poros keseimbangan 3 Garis Lintang dan 3 Garis Bujur memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 yang mendasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960
 
11 Bidang Grafis Bumi
11 agenda yang akan dan telah dilakukan BPN RI 11 bidang bumi memaknai atau melambangkan
  • Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan teguh.
  • Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan kemakmuran.
  • Warna Abu-abu melambangkan kebijaksanaan, kedewasaan serta keseimbangan.[2]

Program-program Pertanahan

Dalam melaksanakan fungsinya BPN menjalankan beberapa program pertanahan, antara lain:

  • Prona
  • Redistribusi
  • IP4T
  • SMS
  • Pertanian
  • UKM
  • Konsolidasi
  • Rutin

Prona

Pensertipikatan tanah secara massal melalui PRONA merupakan salah satu kegiatan pembangunan pertanahan yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Selama ini pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah dalam 5 dekade, yang dimulai pada tahun 1961 baru mampu melaksanakan pendaftaran tanah sebanyak ± 34 juta bidang dari ± 85 juta bidang. Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, ditugaskan untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, antara lain melanjutkan penyelenggaraan percepatan pendaftaran tanah sesuai dengan amanat Pasal 19 tersebut, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah melalui kegiatan PRONA yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1981.

Percepatan pendaftaran tanah diselenggarakan hendaknya memperhatikan prinsip bahwa tanah secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berperan secara jelas untuk terciptanya tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan, menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara untuk meminimalkan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan. Selain daripada itu percepatan pendaftaran tanah juga merupakan pelaksanaan dari 11 Agenda BPN-RI, khususnya untuk meningkatkan pelayanan pelaksanaan pendaftaran tanah secara menyeluruh, dan penguatan hak-hak rakyat atas tanah.[3]

Dasar Hukum

  • UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
  • Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
  • Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah.
  • Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
  • Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
  • Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
  • Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Tujuan

Tujuan Penyelenggaraan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah.

Tahap Pelaksanaan Kegiatan PRONA

  1. Usulan lokasi desa yang disesuaikan dengan kriteria
  2. Penetapan lokasi desa sebagai lokasi PRONA
  3. Penyuluhan oleh Tim Penyuluh Kantor Pertanahan
  4. Pembentukan Satuan Tugas Pengumpul Data Yuridis
  5. Pendataan oleh Satgas Pengumpul Data Yuridis untuk kelengkapan berkas permohonan dan penyerahan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD)
  6. Pemasangan Titik Dasar Teknis orde IV dan pengukuran kerangka dasar teknis
  7. Penetapan batas bidang tanah oleh pemilik tanah dengan persetujuan tetangga yang berbatasan di setiap sudut bidang tanah dan dilaksanakan pemasangan tanda batasnya.
  8. Pengukuran bidang - bidang tanah berdasarkan tanda batas yang telah ditetapkan dan terpasang.
  9. Sidang Panitia untuk meneliti subyek dan obyek tanah yang dimohon dengan memperhatikan persyaratan yang dilampirkan
  10. Pembuktian hak melalui PENGUMUMAN yang diumumkan selama 2 (dua) bulan, guna memberikan kesempatan para pihak untuk mengajukan sanggahan / keberatan (Untuk Tanah Milik Adat)
  11. Pengesahan atas pengumuman (Untuk Tanah Milik Adat)
  12. Pembukuan hak dan proses penerbitan sertifikat hak atas tanah
  13. Penyerahan sertifikat hak atas tanah di setiap Desa, peserta membawa KTP asli atau surat kuasa bila dikuasakan.

Persyaratan yang harus Dipenuhi Peserta

  • Pemilik Tanah sebelum Tahun 1997.
  1. Surat Permohonan
  2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,-
  3. Identitas pemohon (KTP) yang dilegalisir oleh yang berwenang
  4. Surat Kuasa bermeterai Rp. 6.000,-bila dikuasakan kepada pihak lain
  5. Surat perwalian bila masih di bawah umur bermeterai Rp. 6.000,-- diketahui Kades
  6. Salinan Letter D / C yang dilegalisir oleh yang berwenang
  7. Bukti Perolehan tanahnya (segel jual beli, segel hibah, surat keterangan warisan dll).
  8. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang.
  9. Berita Acara kesaksian diketahui 2 orang saksi
  10. Surat pernyataan lain yang diperlukan bermeterai Rp. 6.000,--
  11. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/1997)
  • Pemilikan Tanah sesudah Tahun 1997
    • Jual Beli / Hibah
  1. Surat Permohonan
  2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,-
  3. Foto copy KTP para pihak dilegalisir oleh yang berwenang
  4. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang.
  5. Akta jual beli / hibah meterai 2 buah Rp. 12.000,--
  6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang
  7. Bukti SSB BPHTB
  8. Bukti SSP PPh kalau kena pajak PPh
  9. Sketsa pemecahan bidang tanah
  10. Surat pernyataan pemilikan tanah pertanian bermetersi Rp.6.000,--
  11. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/1997)
    • Warisan
  1. Foto copy KTP para ahli waris dilegalisir oleh yang berwenang
  2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,-
  3. Surat kematian
  4. Surat keterangan Warisan bermetari Rp. 6.000,-
  5. Surat Perwalian / surat pengampuan
  6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang
  7. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang berwenang.
  8. Surat pernyataan lain bermeterai Rp. 6.000,--
  9. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/1997)
    • Warisan dan pembagian milik bersama
  1. Foto copy KTP para ahli waris dilegalisir oleh yang berwenang
  2. Surat Pernyataan penguasaan fisik sistimatis bermeterai Rp. 6.000,--
  3. Surat kematian
  4. Surat keterangan Warisan bermetari Rp. 6.000,-
  5. Foto copy SPPT dilegalisir oleh yang oleh yang berwenang
  6. Salinan Letter C yang dilegalisir oleh yang berwenang
  7. Akta Pembagian Hak bersama (APHB) materai 2 buah Rp. 12.000,-
  8. Bukti SSB BPHTB
  9. Surat pernyataan lain bermeterai Rp. 6.000,--
  10. Memasang patok tanda batas. Permanen (menurut syarat sebagaimana PMNA/Ka BPN No. 3/1997)

Biaya

Sumber anggaran PRONA dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dalam DIPA Kantor Pertanahan Kabupaten maupun Kota, pada Program Pengelolaan Pertanahan.

Catatan:*

  1. Dalam pelaksanaan kegiatan PRONA semua biaya: Biaya Pendaftaran, Biaya Pengukuran, Biaya Pemeriksaan Tanah adalah GRATIS (PEMOHON TIDAK DIPUNGUT BIAYA/BEBAS BIAYA), dengan ketentuan semua persyaratan sebagaimana tercantum di atas telah lengkap dan benar.
  2. Biaya yang timbul akibat dari persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana di atas menjadi tanggung jawab pemohon / peserta PRONA (TIDAK BEBAS BIAYA)

Galeri

Pranala luar

Referensi