Al-Ghazali

Ilmuwan Muslim di bidang agama, bahasa, fikih, filsafat, kosmologi, psikologi, tasawuf, dan teologi

Abū Ḥāmed Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghazālī (1056 (umur -56–-55)) adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat.[1][2][3] Ia lahir di wilayah Thus, Tabaran, Khurasan pada tahun 1056 Masehi, tidak lama setelah Turki Seljuk menguasai Baghdad dan menggantikan Dinasti Buwayhiyah pada 1055 M.

Al-Ghazālī (الغزالي)
Algazel
Lahir1056
Thus, Khurasan
Meninggal1111
Thus, Khurasan
EraZaman keemasan Islam
KawasanFilosof Islam
AliranIslam Sunni (Shafi'i, Ash'ari)
Minat utama
Teologi, Filsafat Islam, Fikih, Sufisme, Mistisisme, Psikologi, Logika, Kosmologi
Gagasan penting
skeptisisme, okasionalisme

Dalam tradisi Islam ia dianggap sebagai seorang Mujadid (pembaharu agama), yang menurut sebuah hadits dipercaya akan selalu muncul setiap seratus tahun untuk memperbaharui keimanan umat Islam.[4] Karya-karyanya diakui oleh para sarjana muslim di zamannya sehingga dia diberi julukan sebagai Hujjatul-Islam.[5]

Nama "ghazali" terkait dengan ayahnya sebagai pemintal bulu kambing di Ghazalah, Thus, sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Imad: "Al-Ghazzālī bermakna al-ghozzal yakni tukang tenun ... Ia dilahirkan di Thus tahun 450 H. Ayahnya pemintal bulu kambing dan menjualnya di tokonya".[6] Ia wafat pada pada 14 Jumadil Akhir 505 H (1111 M) di tanah kelahirannya.

Riwayat Hidup

Meski beberapa penulis seperti Ibnu 'Imad dan Ibnu Jawzi menyebutkan Al-Ghazali lahir sekitar tahun 450 H (1056 M), namun beberapa sarjana modern memperkirakan ia lahir tahun 448 H (1056 M) berdasarkan autobiografi yang ditulisnya dan beberapa surat pribadinya.

Al-Ghazali lahir di tengah pergantian kekuasaan di pusat kekhalifahan Abasiyah di Baghdad. Pada tahun 1055 M Dinasti Turki Seljuk meneguhkan kekhalifahan Sunni di Baghdad setelah menyingkirkan Dinasti Buwayhiyah yang cenderung Syiah. Perubahan ini berdampak besar kepada perjalanan hidup Al-Ghazali di kemudian hari.

Tradisi sufi tampaknya mewarnai kehidupan masa kecil Al-Ghazali. Ayahnya, seorang pemintal bulu kambing di Thus, sebelum meninggal sempat berwasiat kepada sahabatnya agar mendidik Al-Ghazali dan kakaknya Ahmad di jalan sufi. Dalam pengasuhan sahabat ayahnya itu, Al-Ghazali dan Ahmad mendapatkan pengajaran sufi serta mengenyam pengajaran agama dari Imam Ahmad al-Radhkani.

Sifat Pribadi

Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum dia memulai pengembaraan, Ia sempat menelaah kitab ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang berpengaruh besar terhadap filsuf-filsuf Islam di Eropa melalui hasil karyanya yang berjudul Tahafut al-Falasifah yang mengkritik pemikiran para Filsuf yang sebenarnya memiliki banyak kekeliruan. Sejak kecil lagi dia telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara', zuhud dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.

Pendidikan

Pada tingkat dasar, dia mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan dia menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, dia mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, dia melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, dia telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiyah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijriah. Kemudian dia dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah, Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, dia menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.

Karya

Dalam perjalanan hidup yang cukup singkat, Imam Al-Ghazali banyak menyimpan rahasia yang terkadung dalam berbagai karya yang ditinggalkan untuk dikaji lebih lanjut dan mendalam untuk memahami pemikirannya. Hal ini menunjukkan keistimewaan Al-Ghazali sebagai seorang pengarang yang produktif menyusun berbagai karya ilmiah dalam disiplin ilmu yang beragam. Karya-karya tersebut diantaranya:[7]

Ilmu Kalam dan Filsafat

  • Maqasid al-Falasifah
  • Tahafut al-Falasifah,[8] buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusyd
  • Al-Iqtishad fi al-i'tiqad
  • Al-Munqid min adh-Dhalal
  • Maqashid Asma fi al-Ma'ani, Asma al-Husna
  • Faishal at-Tafriqat

Fiqh dan Ushul Fiqh

  • Al-Basith
  • Al-Wasith
  • Al-Wajiz
  • Al-Khulashah al-Mukhtasar
  • Al-Mustashfa
  • Al-Mankhul

Tafsir

  • Yaqul at-Ta'wil fi Tafsir at-Tanzil
  • Zawahir Al-Quran

Tasawuf

  • Ihya' Ulumuddin (Menghidupkan Kembali - Ilmu-Ilmu Agama)[9], merupakan karyanya yang terkenal
  • Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)[10]
  • Misykah al-Anwar (The Niche of Lights)

Logika

  • Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge)
  • Al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)
  • Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)

Referensi

  1. ^ Christian D. Von Dehsen (1999). Philosophers and Religious Leaders: Volume 2 dari Lives and Legacies. Greenwood Publishing Group. hlm. 75. ISBN 978-157-356-152-5. 
  2. ^ Hermawan (1997). Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. vii. ISBN 979-902-308-4. 
  3. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2006). Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di perguruan tinggi. Gema Insani. hlm. 9. ISBN 9795600982. ISBN 978-979-560-098-5
  4. ^ Dhahabi, Siyar, 4.566
  5. ^ Janin, Hunt, 1940- (2005). The pursuit of learning in the Islamic world, 610-2003. Jefferson, N.C.: McFarland. ISBN 0786419547. OCLC 56535085. 
  6. ^ Admin (2016-10-31). "AL-GHOZALI ATAUKAH AL-GHOZZALI?". IRTAQI | كن عبدا لله وحده (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-08. 
  7. ^ Atang AH dan Beni AS, Filsafat Umum: Dari Metologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia, 2008, 470.
  8. ^ (Inggris) Marmura. Al-Ghazali The Incoherence of the Philosophers (2nd edition). Printing Press, Brigham. ISBN 0-8425-2466-5.
  9. ^ (Arab) -----. Ihya Ulumuddin (pranala unduhan, unduhan 5.33 MB).
  10. ^ (Inggris) -----. The Alchemy of Happiness. Translator: Claud Field (1863-1941). Northbrook Society. 1909.

Bacaan lanjutan

  • Laoust, H: La politique de Gazali, 1970.
  • Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996.
  • Watt, W M.: Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, Edinburgh 1963.

Pranala luar