Suku Muko-Muko
Suku muko muko adalah suku bangsa yang mendiami wilayah kecamatan muko muko utara, muko muko selatan, kabupaten bengkulu utara, dan sumatra selatan. Nama kampungnya adalah kampung Rejang.[1]
Dua pendapat asal-usul nama muko muko
pendapat pertama
Penduduk Muko muko pada mulanya bertempat tinggal di suatu daerah yang di beri nama Padang Ribunribun. Penduduknya terdiri dari dua kelompok yang tergabung dalam 7 (tujuh) nenek yaitu :
1. Nenek bergelar Maharajo Namrah
2. Nenek bergelar Maharajo Terang
3. Nenek bergelar Maharaja Laksamana
4. Nenek bergelar Rajo Tiangso
5. Nenek bergelar Rajo Kolo
6. Nenek bergelar Koto Pahlawan
7. Nenek bergelar Rajo Mangkoto
Para sesepuh ini kemudian membentuk suatu negeri yang di kepalai oleh seseorang penghulu adat sebagai kepala dari seluruh suku tersebut yang di sebut datuk. Dalam melaksanakan tugasnya datuk dibantu oleh kepala suku. Setelah beberapa tahun lamanya daerah ini di beri sebutan Teluk Kuala Banda Rami. Sebutan ini diberi sebutan oleh pendatang dari Kerinci. Pendatang ini adalah seorang yang membawa dagangan dari Sungai Ipuh dan menyelusuri Sungai Selagan dengan menggunakan rakit hingga sampai ke muara, yang yang merupakan pelabuhan biduk-biduk yang datang dari berbagai daerah untuk berniaga, seperti dari Indrapura, Bugis, dan sebagainya. Karena nama tersebut dibuat oleh kaum pendatang maka kepala para kepala suku mengadakan musyawarah di Padang Ribun ribun untuk mencari nama yang sesuai bagi daerahnya, nama yang tidak dari pemberian seorang pendatang, melainkan nama yang di sepakati bersama oleh mereka. Lebih kurang selama 6 purnama mereka bermusyawarah belum juga ada kesepakatan tentang nama yang mereka kehendaki untuk daerah mereka.
Pada purnama ke 7 mereka kedatangan 3 orang tamu dari Pagar Ruyung. Tamu tersebut adalah :
1. Paduko Rajo
2. Marajo Nan Kayo
3. Marajo Gedang
Setelah berbasa-basi, salah seorang dari mereka bertanya kepada pimpinanya musyawarah. Yaitu Maharajo Namrah tentang musyawarah yang mereka lakukan dengan duduk berhadap-hadapan ini. Maharajo Namrah menjawab bahwa mereka ingin mencari nama yang baik untuk daerah yang mereka tempati. Mendengar pernyataan itu maka tamu tadi berkomentar, “berarti sudah tujuh purnama kalian berhadapan muka (bermukomuko). Mendengar ucapan tamu tadi kepala suku menjawab, ”kalau demikian, negeri ini kita beri nama Mukomuko”.[2]
Pendapat kedua
Mengisahkan bahwa awalnya adalah Lunang. Diuraikan dahulunya Mukomuko bernama Kerajaan Talang Kayu Embun. Tahun 1529 terjadi keributan antara Kerinci dengan Kayu Embun tentang batas kerajaan untuk itu Sultan Firmansyah Rajo Indrapura diperintah dan diatur bermukomuko di rumah Gedang Lunang yang di hadiri :
1. Pemangku lima dari Kerinci, Depati Empat
2. Depati Laut Tawar dari Mukomuko
3. Sultan Muhammad Syah dari Indrapura
4. Penghulu Delapan dari Lunang
Hasil musyawarah, pada hari Senin, 10 Maret 1529 adalah resminya nama Mukomuko dan resminya batas Muko muko dengan Kerinci, ialah Darei Renah Sianit sampai Bukit Setinjau Laut. Raja pertama di Mukomuko adalah Raja Adil, raja kedua Rajo Mudo kawin dengan keponakan sang Depati Laut Tawar, raja ketiga Maharaja Gedang keponakan sang Depati Laut Tawar.
Persamaan kedua pendapat di atas adalah bahwa istilah Mukomuko menunjuk kepada musyawarah yang di lakukan untuk mencari, menemukan, dan menyepakati nama yang sesuai untuk daerah mereka. Perbedaannya terletak pada waktu terjadinya peristiwa. Pendapat pertama tidak menunjuk angka tahun. Pendapat kedua menunjuk waktu tertentu yaitu hari Senin, bulan Maret, tahun 1529.[3]
Sosial budaya masyarakat muko muko
Mata pencaharian utamanya adalah bertani, menangkap ikan, berburu babi hutan bertukang, berdagang, menganyam rotan dan pandan. Kaum wanita umumnya membuat batik yang disebut Besurek dan songket Bengkulu. Kerajinan khas suku Muko Muko adalah kerajinan batu ajik. Di samping itu rakyat juga mengusahakan perkebunan rakyat dengan hasil utama : karet, cengkeh dan kelapa sawit.
Sistem kekerabatannya bersifat bilateral, garis keturunan ditarik melalui pihak laki-laki atau perempuan. Upacara pernikahan biasanya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam sebelum kedua mempelai bersanding di pelaminan.
Budaya yang sangat terkenal dari suku Muko Muko adalah Tari Gandai, yang merupakan bentuk kesenian dengan ciri budaya Melayu dan dipengaruhi kesenian Minangkabau. Pada saat tertentu, misalnya, menghadiri upacara adat tertentu, mereka memakai busana adat, yaitu jenis teluk belanga/jas tutup warna hitam lengkap dengan destar kain besurek (untuk pria) dan jenis baju/kebaya "Betabur" dengan pasangan kain songket berbenang emas (untuk wanita). Dalam komunikasi sehari-hari, suku Muko-Muko memakai bahasa Rejang yang merupakan bahasa campuran antara bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang.[4]
Agama dan kepercayaan
Suku Muko Muko menganut agama Islam yang masih bercampur dengan kepercayaan asli mereka (animisme). Mereka takut kepada roh ibu yang meninggal karena melahirkan, dan mereka juga mengkeramatkan pohon besar serta kuburan nenek moyang.[5]
- ^ "profilo_isi". www.sabda.org. Diakses tanggal 2019-11-14.
- ^ "Sejarah Mukomuko – Pemerintah Kabupaten Mukomuko". Diakses tanggal 2019-11-14.
- ^ "Sejarah Mukomuko – Pemerintah Kabupaten Mukomuko". Diakses tanggal 2019-11-14.
- ^ "profilo_isi". www.sabda.org. Diakses tanggal 2019-11-14.
- ^ "profilo_isi". www.sabda.org. Diakses tanggal 2019-11-14.