Masjid Al Askari
Masjid Al Askari (لعسكري المسجد ) adalah sebuah tempat suci Muslim Syiah yang terletak di kota Samarra di Irak. Masjid ini adalah salah satu masjid Syiah yang paling suci di seluruh dunia, yang dibangun pada 944. Jenazah Imam Syiah yang ke-10 dan ke-11, Ali al-Hadi dan anak laki-lakinya Hassan al-Askari diistirahatkan di masjid ini. Di situ juga terdapat tempat suci untuk Imam yang ke-12, yaitu Imam yang tersembunyi, Muhammad al-Mahdi. Tempat ini juga dikenal sebagai tempat suci untuk Ali al-Hadi, atau al-Hadhrah al-Askariyah.
Kubah emas
Kubah emas masjid ini terakhir sekali dibangun kembali pada 1905. [1] Kubahnya, yang menjulang di kaki langit Samarra, ditutupi dengan 72.000 lapisan emas, ukurannya kira-kira 20 meter dan tingginya 68 meter.
Pengeboman
Pada 22 Februari, 2006, 6:55 am dua buah bom diledakkan oleh lima hingga tujuh orang yang berpakaian sebagai anggota Pasukan Khusus Irak [2] yang memasuki tempat suci itu di pagi hari. [3] Ledakan terjadi di dalam masjid itu sehingga menghancurkan kubah emasnya dan merusakkan masjid itu hingga parah. Beberapa orang lelaki, seorang di antaranya mengenakan seragam militer, sebelumnya masuk ke masjid itu, mengingat sejumlah pengawal di sana, lalu memasang bahan-bahan peledak sehingga terjadilah ledakan itu.
Tembok utara masjid rusak oleh bom tersebut dan menyebabkan kubahnya runtuh dan menghancurkan tigaperempat dari bangunan itu. [4] [5]
Setelah ledakan itu, pasukan-pasukan AS dan Irak mengepung tempat suci ini dan mulai memeriksa rumah-rumah di sekitarnya. Lima perwira polisi yang bertanggung jawab melindungi masjid itu ditahan.
Tak satu kelompokpun yang telah menyatakan dirinya bertanggung jawaba atas serangan terhadap masjid itu. Kelompok Jaysh-ul-Fatiheen, salah satu kelompok militan Sunni yang aktif dalam pemberontakan Irak, telah mengeluarkan pernyataan yang mengutuk serangan itu dan menyatakan bahwa itu bukanlah perbuatan kelompok Sunni manapun. Mereka mengutip sebuah pesan dalam rekaman baru-baru ini oleh pimpinan kedua Al-Qaeda Ayman Al-Zawahiri, yang melarang serangan-serangan terhadap tempat-tempat suci Syiah.
Di Najaf, toko-toko ditutup, sementara penduduk berkumpul di Lapangan Revolusi 1920 untuk melakukan unjuk rasa. Di Diwaniyah, semua masjid, toko, dan pasar ditutup. [6] Pengeboman ini telah menimbulkan protes di seluruh negeri di Irak dan dilaporkan sejumlah serangan balasan dilakukan terhadap kelompok Sunni. [7] Sejumlah 27 masjid Sunni di Bagdad diserang oleh kaum milisi
Reaksi politik
Di Irak
Perdana Menteri Ibrahim al-Jaafari mengeluarkan seruan kepada seluruh rakyat Irak agar tetap bersatu dan menjaga perdamaian, sambil mengatakan bahwa serangan itu adalah upaya untuk memancing kekerasan. [8] Ia juga menyatakan masa berkabung selama tiga hari. [9]
Sebuah organisasi pemerintah yang bernama Dana Abadi Sunni yang memelihara semua masjid dan tempat suci Sunni mengutuk serangan itu.
Di seluruh dunia
Menteri Luar Negeri Britania, Jack Straw menyebut pengeboman itu sebagai suatu "perbuatan kriminal dan mencemarkan agama", sambil menyerukan agar bangsa Irak menahan diri dan menghindari pembalasan.
Duta besar AS untuk Irak Zalmay Khalilzad, dan panglima tertinggi AS di sana, Jenderal George Casey, mengeluarkan suatu pernyataan bersama yang menyatakan bahwa AS akan memberikan sumbangan untuk pembangunan kembali tempat suci itu. [10]
Tanggapan pihak agama
Kantor Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pemimpin keagamaan senior di Irak, menyerukan agar rakyat tetap tenang, dan meminta diberlakukannya masa berkabung selama tujuh hari. [11]