GPIB Tamansari Salatiga

gereja di Indonesia

Gereja Pantekosta Indonesia Barat Salatiga adalah gereja tertua di Salatiga ini dibangun pada tahun 1823 untuk tempat ibadah keluarga besar Batalyon A II Bg yang bermarkas di Jl. Ahmad Yani sekarang.[1] Bangunan berarsitektur Gotik dengan hiasan-hiasan molding pada sudut-sudut bangunan dan jendela-jendela bersudut runcing (ujung anak panah). Menara kecil beratapkan seng tebal terdapat lonceng buatan tahun 1828 masih terawat dan berfungsi sebagai tempat ibadah jemaat GPIB.

GPIB Salatiga.

Bangunan gereja dengan fondasi batu kali belah dan dinding bata tanpa lapisan semen ini dahulu terletak ditengah tanah lapang yang luas. Jalan Jendral Sudirman/ Solose weg belum beraspal dan di sebelah selatan gereja masih berupa tanah gundukan, Hotel Berg en Dal belum dibangun, gereja telah beberapa kali mengalami renovasi kecil.

Tahun 1867 mengalami perbaikan pada genting sirap seng diganti dengan sirap kayu ulin. Perbaikan dilakukan oleh seorang opzigter militer dari zenie pasukan A II Bg yang bernama Remko Philippus Hendrikus Weiffenbach.

Tanggal 15 Mei 1972 memasuki pensiun dan menetap di Salatiga. Remko meninggal pada tanggal 7 Mei 1989 dan dimakamkan di makam yang terletak di Kp. Baru sekarang. Makam Kerkhof belum dibangun.

Berkas:Kondisi Gereja Pantekosta Indonesia Barat Salatiga (Dulu-Sekarang).jpg
Perbandingan kondisi GPIB Tamansari Salatiga ketika pemerintahan gemeente dan saat ini yang terjepit oleh mal dan pertokoan.

Selesai renovasi atap menara, tuan Remko meninggalkan pesan sebagai berikut :

Genesis 28 : 17 – 2e deel

En hij vreesde, en zeide!

Hes vreselijk is deze plaats!

Dit is niet dan een huis Gods,

en dit is de poort des hemels!”

uit de Gelofte van Jakob

Bila diterjemahkan secara acak kurang lebih sebagai berikut :

Saudara-saudara sekalian! Perhatikan baik-baik. Tempat ini bukan rumah Tuhan, tetapi merupakan jalan menuju Surga

Renovasi kecil lainnya ialah penggantian kusen pintu gerbang/ pintu masuk gereja yang terbuat dari kayu jati tebal dan menggunakan arsitektur gaya Romantisme(berbentuk garis lengkung). Karena sudah rusak dimakan usia dan rayap, kemudian diganti bahan semen dengan tidak mengubah bentuk semula.

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Rosa, Angga (3 Juli 2019). "Ini Tujuh Bangunan Tua di Salatiga yang Memiliki Nilai Sejarah". Sindo News. Diakses tanggal 27 November 2019. 

Daftar pustaka

Buku

  • Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917-1942. Semarang: Sinar Hidoep. ISBN 978-602-6196-60-6. 
  • Supangkat, Eddy (2014). Salatiga: Sketsa Kota Lama. Salatiga: Griya Media. ISBN 978-979-7290-68-9. 

Pranala luar