Upah-upah

Revisi sejak 1 Desember 2019 15.33 oleh Fikria Shaleha (bicara | kontrib) (memasukkan gambar dari wikimedia commons)

{{infobox upacara adat | nama upacara = Upacara upah-upah | Asal = Rokan Hulu, Riau.

Lambang Kabupaten Rokan Hulu dibuat oleh Regency Government of Rokan Hulu

Upah-upah adalah upacara tradisional di Limo Luhak Rokan (Kabupaten Rokan Hulu), Riau. Upacara ini diselenggarakan untuk memulihkan kondisi seseorang dan menguatkan semangat pada orang-orang yang baru sembuh dari sakit keras, terlepas dari suatu bencana, akan menjalani kehidupan baru (menikah, khitan), atau berhasil mencapai keinginannya (menamatkan sekolah, khatam Qur'an), Situasi peralihan, atau ambang, tidak di sini dan tidak di sana, dianggap rawan, sehinggga memerlukan penguatan batin dan semangat dengan dukungan kerabat dan handai taulan. Pelaksana upah-upah disebut sebagai pengupah-upah, yaitu orang terpilih yang dihormati dan disegani adalah sebagai berikut:    

  1. pucuk suku atau ketua suku.
  2. Pemuka agama (imam masjid, khatib).
  3. Guru (guru sekolah dan guru ngaji).4)
  4. Cerdik cendekia.
  5. Kerabat yang dituakan oleh orang yang diupah-upah, seperti kakek, nenek, paman, dan mak cik; dari pihak ibu maupun ayah.

Dalam upah-upah, biasanya pengupah-upah yang dipilih tidak lebih dari 10 orang. Waktu pelaksanaan upah-upah ditentukan apabila yang akan diupah-upah sudah siap. Waktu yang dipilih adalah hari Jumat, sebelum waktu sholat. Hari Jumat dipilih karena pada hari ini para lelaki tidak berkerja di ladang maupuan di kebun karet. Sedangkan upah-upah dalam rangkaian upacara pernikahan dilaksanakan setelah ijab kabul. Tempat pelaksanaannya adalah rumah orang yang akan diupah-upah. Dipilih ruangan yang cukup lapang. Orang yang akan diupah-upah ditempatkan di dalam satu sudut ruangan, para tetamu undangan duduk bersila di setiap sisi ruang di hadapan orang yang diupah-upah diletakkan nasi balai dan nasi upah-upah. Setelah semua berkumpul, prosesi upah-upah dapat dimulai[1].

Tata cara pelaksanaan upacara upah-upah

Pertama, kemenyan dibakar oleh para perempuan yang duduk di dapur. Kemenyan diletakkan di atas wadah berupa dasa (tempurung kelapa yang sudah dikikis hingga licin dan menghitam), atau di atas piring alumunium sebagai tempat bara kayu untuk membakar kemenyan. Kemenyan yang telah menebar aromanya ini kemudian diserahkan kepada tuan rumahsecara estafet, pertanda upah-upah siap dilaksanakan.

Kemenyan kemudian diserahkan kepada pengatur upacara yang menyerahkannya kepada pengupah-upah. Kemudian diserahkannya kemenyan kepada orang yang duduk di sebelah kanannya, dan beranting kepada orang di sebelah kanannya hingga berkeliling ke seluruh ruangan, sebanyak tujuh kali putaran dan berakhir di hadapan pengupah-upah. Prosesi ini merupakan pembersihan tempat upacara dari hasrat-hasrat jahat yang mengganggu manusia dan jalannya upacara[2].

Selanjutnya, pengupah-upah bangkit menuju tempat orang yang akan diupah-upah untuk menabur beras kuning ke arahnya. Sebelum melakukannya, pengupah-upah memanjatkan doa dalam hati untuk minta perlindungan kepada yang maha kuasa, agar diberi kekuatan untuk mengupah-upah.

Tahap selanjutnya adalah mengupah-upah. Pengupah-upah mengambil nasi upah-upah dan mengangkatnya sejengkal di atas kepala orang yang diupah-upah, kemudian menggoyang-goyangkannya dengan gerakan berputar ke arah kanan, sebanyak tujuh kali. Penghitungannya diucapkan secara jelas: “oso” (esa/ satu), “duo” (dua), “tigo” (tiga), “ompek” (empat), “limo” (lima), “onom” (enam), “tujuh”, dengan intonasi datar dan tetap.

Setelah itu, pengupah-upah memberikan nasihat yang isinya anjuran untuk menuju kebaikan, yang berdasarkan kondisi dan alasan upah-upah diadakan. Upah-upah diakhiri dengan kembali menguapkan hitungan satu sampai tujuh, kemudian diikuti dengan kalimat, “salangkan kerbau tujuh sekandang, masih dapat dikendalikan, apalagi semangat kalian”. Lalu pengupah-upah meletakkan nasi upah-upah ke tempat semula dan kembali ke tempat duduknya dan menyerahkan kembali kemenyan kepada pengatur acara. Usai upah-upah, tuan rumah menjamu tetamu dengan hidangan sesuai kemampuan. Setelah menikmati hidangan, upacara ditutup dengan doa.[3]

Referensi

  1. ^ ', Hasanuddin (2017-12-01). "DINAMIKA KUASA DALAM UPAYA PEMEKARAN KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU". Jurnal Ilmu Pemerintahan Nakhoda. 16 (28): 18–33. doi:10.35967/jipn.v16i28.5822. ISSN 1829-5827. 
  2. ^ Unknown (Minggu, 19 Juni 2016). "WARTA SEJARAH: UPACARA ADAT UPAH –UPAH BAGI MASYARAKAT ROKAN HULU". WARTA SEJARAH. Diakses tanggal 2019-12-01. 
  3. ^ "Website Resmi Pemerintah Provinsi Riau". www.riau.go.id. Diakses tanggal 2019-12-01.