Keraton Kanoman

bangunan kuil di Indonesia
Revisi sejak 5 Desember 2019 04.57 oleh Ariyanto (bicara | kontrib) (REPLACE WITH FREE IMAGE)

6°43′21″S 108°34′03″E / 6.722425°S 108.567547°E / -6.722425; 108.567547

Keraton Kanoman Cirebon
Karaton Kanoman
Berkas:Carakan Djoharuddin Karaton Kanoman.svg
ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀​ꦏꦤꦺꦴꦩꦤ꧀
Pintu gerbang masuk Keraton Kanoman
Gapura barat pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman (tahun 1920-1933)
Lokasi di Jawa Barat
Lokasi di Jawa Barat
Lokasi di Jawa Barat
Informasi umum
JenisIstana/keraton
AlamatJalan Kanoman 40, Lemahwungkuk, Lemahwungkuk, Cirebon
KotaKota Cirebon
Negara Indonesia
Diresmikan1678 M

Keraton Kanoman adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. Kebesaran Islam di Jawa bagian barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.

Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Kanoman. Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.

Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.

Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid.

Tata letak keraton Kanoman

Kompleks keraton Kanoman merupakan kompleks tertua di Cirebon dikarenakan bangunan Witana yang ada pada bagian belakang komplek ini yang merupakan rumah pangeran Walangsungsang dibangun pada 1428[1] sementara Dalem Agung yang ada disebelah timur kompleks keraton Pakungwati (Kasepuhan) dibangun pada 1430[2][3][4][5] .

Alun alun Kanoman

Area alun alun Kanoman merupakan area terluar dari kompleks keraton Kanoman, pada masa lalu sebelum tahun 1924, alun-alun Kanoman dapat terlihat dari jalan besar di utaranya, di sebelah timurnya adalah tempat aktivitas jual beli masyarakat, di sebelah baratnya ada masjid agung Keraton Kanoman dan di sebelah selatannya adalah area Lemah Duwur yang salah satunya berisi bangunan Mande Manguntur (tempat sultan), namun Belanda yang berniat menjauhkan keraton Kanoman dari rakyat Cirebon akhirnya dengan sengaja memperluas area jual beli masyarakat yang ada disebelah timur alun alun dengan mendirikan pasar diatas sebagian tanah alun alun di sebelah utara sehingga secara sistematis keraton Kanoman tidak bisa langsung terlihat dari jalan besar di utaranya karena sudah tertutup oleh bangunan pasar yang diseleseikan Belanda pada 1924[1]

Pada area alun alun Kanoman sebelah selatan menuju ke area Lemah Duwur terdapat dua buah bangunan yang mengapit jalan masuk menuju Mande Manguntur, bangunan tersebut adalah Pancaratna dan Pancaniti, selain itu juga terdapat dua buah Cungkup tempat menyimpan alu dan lesung yang berada di sebelah timur Pancaniti[6]

 
Pancaratna pada area alun-alun di komplek keraton Kanoman
  • Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa dinding yang terletak di sebelah barat jalan menuju Mande Manguntur di area Lemah Duwur. Bangunan ini menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8 x 8 meter dan berlantai keramik. Pancaratna merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok) hanya ada tiang-tiang yang menopang atap. Pancaratna berfungsi sebagai tempat menghadap atau tempat para pembesar desa menemui Demang atau Wedana (asisten Bupati), selain itu Pancaratna juga dijadikan tempat jaga prajurit kesultanan.
 
Cungkup Alu dan Cungkup Lesung
  • Pancaniti adalah bangunan yang terletak di sebelah timur jalan menuju Mande Manguntur, strukturnya sama dengan bangunan Pancaratna yang merupakan bangunan terbuka (tanpa tembok), Pancaniti menghadap utara, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 meter dan berlantai keramik. Pancaniti berfungsi sebagai tempat perwira melatih dan mengawasi prajurit dalam latihan perang di alun-alun, Pancaniti juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan perwira tersebut, selain itu Pancaniti juga dijadikan sebagai tempat pengadilan serta sebagai tempat jaga prajurit kesultanan.
  • Cungkup Alu merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari bahan kayu, beratap genteng dan ditopanh oleh 4 tiang.
  • Cungkup Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 meter, terbuat dari bahan kayu, beratap genteng dan ditopang oleh 4 tiang.

Lemah duwur (tanah tinggi)

 
Bangunan Mande Manguntur dan Panggung pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman, kesultanan Kanoman, kota Cirebon (foto: 2018)

Area ini disebut sebagai lemah duwur yang berarti tanah tinggi dikarenakan tanah pada area ini memang lebih tinggi dari halaman sekitarnya. Area Lemah duwur ini dipagar setinggi 1,30 meter dengan bahan bata yang dilabur putih dan dihias dengan piringan keramik (bahasa Cirebon: Jun) pada bagian gapuranya. Pada sisi utara, barat dan selatan pagar bata terdapat gapura untuk memasuki area Lemah duwur. Gapura di sebelah utara memiliki ukuran tinggi 3 meter dan lebar 4 meter, di barat 5 meter dan lebar 4 meter, di selatan 2,50 meter dan lebar 2 meter. Di dalam area ini terdapat 2 bangunan, yaitu Mande Manguntur (tempat sultan) dan Panggung disebelah timurnya

 
Bangunan Panggung yang terletak di sebelah timur Mande Manguntur pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman, Panggung dipergunakan untuk menggelar pertunjukan (foto : 2017)
  • Mande Manguntur, bangunan ini menghadap ke alun alun Kanoman di sebelah utara, berukuran 6,5 x 6,5 x 5 meter, berbahan bata yang dilabur putih, berlantai keramik dan bertingkat dua. Mande Manguntur merupakan bangunan terbuka tanpa dinding, tiang-tiang luarnya melengkung ke atas menyerupai gerbang, di dalamnya terdapat tempat duduk sultan Anom berukuran 1,50 x 1,50 meter, atapnya berbentuk kerucut. Bangunan Mande Manguntur dihias dengan piringan keramik (bahasa Cirebon: jun) yang ditempelkan pada tiang-tiang bangunannya.
  • Panggung, bangunan ini menghadap ke Mande Manguntur berukuran 6 x 10 x 5 meter, berlantai keramik dan merupakan bangunan terbuka tanpa dinding. Pada bangunan panggung hanya terdapat tiang-tiang yang menopang atap yang berbentuk limasan. Bangunan Panggung berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk sultan.

Halaman Lawang Seblawong

 
bagian belakang dari Lawang Seblawong, terlihat piringan keramik menghiasi dindingnya

Halaman ini merupakan halaman yang mengelilingi area Lemah Duwur di sebelah barat dan selatan, pada halaman ini terdapat pintu gerbang besar berbentuk kori agung (paduraksa) yang disebut Lawang Seblawong dan Bale Paseban di sebelah selatannya.

  • Lawang Seblawong merupakan gerbang besar yang terbuat dari batu bata yang dilabur putih, berbentuk kori agung (paduraksa) dengan tinggi 9 meter, lebar 4,8 meter dan tebal 2 meter, pada bagian tengahnya terdapat sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati. Lawang Seblawong dihiasi oleh piring-piring keramik (bahasa Cirebon: jun) yang ditempelkan pada permukaan dindingnya. Lawang Seblawong hanya dibuka pada waktu perayaan maulid nabi Muhammad saw.
 
Bale Paseban keraton Kanoman (foto : 2014)
  • Bale Paseban merupakan bangunan yang tepat berada di sebelah selatan Mande Manguntur dan Panggung, berukuran 12 x 12 x 4 meter, berbahan kayu, berlantai tegel (ubin) dan merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada Bale Paseban hanya terdapat tiang-tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Bale Paseban berfungsi sebagai tempat tunggu untuk menghadap Sultan.

Halaman Tajug Kanoman

 
Gedong Gajah Mungkur yang berada di sebelah Tajug Kanoman

Pada halaman ini terdapat dua buah bangunan yaitu Tajug Kanoman (mushala Kanoman) dan gedong Gajah Mungkur (tempat menyimpan lonceng besar), untuk memasuki halaman ini dari halaman Seblawong pengunjung harus terlebih dahulu memasuki halaman Jinem Kanoman dari sana terdapat pintu masuk menuju halaman Tajug Kanoman. Halaman Tajug Kanoman dipisahkan dengan halaman Seblawong dan halaman Jinem Kanoman dengan tembok bata yang dilabur putih.

  • Tajug Kanoman merupakan bangunan tempat shalat yang ada di komplek keraton Kanoman selain masjid Agung Kanoman. Tajug Kanoman atau biasa disebut juga Langgar Kanoman merupakan bangunan sederhana yang berukuran 6 x 8 x 3,5 meter, berlantai tegel (ubin), berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng berbentuk limasan.
  • Gedong Gajah Mungkur merupakan bangunan yang menghadap ke timur yang berfungsi sebagai tempat menyimpan lonceng besar dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 meter, berlantai semen, berdinding bata yang dilabur putih dan beratap genteng.

Halaman Jinem Kanoman

 
Paseban Singabrata pada halaman Jinem Kanoman

Halaman Jinem merupakan halaman yang berada di sebelah timur, selatan dan barat dari halaman Tajug Kanoman. Pada halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban Singabrata, Jinem dan Bale Semirang.

 
Bale Semirang pada kompleks keraton Kanoman
  • Sanggar Kemuning merupakan sebuah bangunan yang berada di aebelah timur dari pintu masuk halaman Lawang Seblawong, bangunan ini berfungsi sebagai tempat menaruh peralatan gamelang dan kesenian.
  • Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat, berbentuk persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana
  • Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton. Paseban Singabrata ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 meter, berlantai keramik dan merupakan bangunan terbuka (tanpa dinding). Pada bangunan ini hanya terdapat beberapa tiang yang menopang atap berbentuk limasan. Paseban Singabrata berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap sultan.
  • Jinem merupakan bagian dari istana sultan yang menjorok keluar, menghadap utara dan berukuran 12 x 8 meter serta berlantai keramik. Jinem ini berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan.
  • Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap ke arah timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 meter serta berlantai semen. Bale Semirang merupakan bangunan sederhana yang terbuka (tanpa dinding) dengan berbentuk limasan. Bale Semirang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah dengan sultan atau sebagai tempat memberi informasi.
 
Panorama halaman Jinem Kanoman. Dari kiri ke kanan: 1. Sanggar Kemuning; 2. Gedong Pusaka; 3. Paseban Singabrata; 4. Jinem

Halaman Keraton Kanoman

Halaman keraton Kanoman merupakan halaman yang berada di sebelah selatan halaman Jinem Kanoman, antara halaman Jinem Kanoman dengan halaman Keraton Kanoman dibatasi pagar dengan tinggi sekitar 2 meter. Pada halaman ini terdapat tempat tinggal kerabat kesultanan Kanoman, Kaputren dan Pulantara

  • Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini dibangun oleh Sultan Anom III, Pangeran Raja Adipati (PRA) Alimuddin, sebelumnya anak-anak Sultan Anom tinggal di Pulantara.[7]
 
Pulantara yang telah direvitalisasi kembali. Pada masa lalu Pulantara sempat dipergunakan sebagai tempat tinggal anak-anak Sultan
  • Pulantara merupakan bangunan yang dikelilingi pepohonan yang berada di ujung timur halaman keraton Kanoman, berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 24,8 meter, lebar 13 meter, dan tinggi 9,5 meter dan menghadap ke arah selatan. Pulantara dibangun tidak lama setelah keraton Kanoman berdiri, didirikan oleh Elang (Pangeran) Purbaya, putra dari Sultan Mohammad Badriddin (Sultan Anom I) sekitar 1600-an sebagai tempat tinggal untuk anak-anak Sultan, namun setelah Sultan Anom III Alimuddin mendirikan Kaputren maka Pulantara difungsikan sebagai tempat tinggal para prajurit kesultanan Kanoman. Pada masa Pangeran Raja (PR) Dzulkarnaen berkuasa menjadi Sultan Anom VIII setelah perundingan dengan kakaknya yaitu Pangeran Raja (PR) Anta yang keturunan Belanda-Prancis, Dzulkarnaen kemudian menjadikan Pulantara sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang akan dipergunakan untuk acara maulid nabi Muhammad saw.[8]

Keraton Kanoman sebagai Objek Vital

keraton Kasepuhan berserta Keraton Kanoman ditetapkan menjadi objek vital yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di keraton tersebut.

.[9]

Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga oleh personil kepolisian

  • Pengamanan, 2 personil,
  • Patroli 2 personil
  • Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil (khusus untuk pengamanan kegiatan yang berskala besar, maka diadakan pengamanan penuh yang melibatkan lebih banyak personil kepolisian).

Silsilah

  • Sultan Anom I Muhammad Badrudin Kartawijaya
  • Sultan Anom II Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin
  • Sultan Anom III Pangeran Raja Adipati Muhammad Alimudin
  • Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Sultan Muhammad Chaeruddin
  • Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad Imammudin)
  • Sultan Anom VI Muhammad Kamaroedin I
  • Sultan Anom VII Muhamamad Kamaroedin II
  • Sultan Anom VIII Pangeran Raja Muhamamad Dzulkarnaen
  • Sultan Anom IX Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurbuat
  • Sultan Anom X Pangeran Raja Adipati Muhamamad Nurus
  • Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhamamad Jalalludin
  • Sultan Anom XII Pangeran Raja Muhammad Emiruddin

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b Asdhiana, I Made. 2013. Kanoman, Sejarah yang Luka. Jakarta: Kompas.com
  2. ^ Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung: Institut Teknologi Bandung
  3. ^ Susilaningrat. R. Chaidir. 2013. Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon
  4. ^ Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  5. ^ Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara
  6. ^ Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kanoman. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
  7. ^ PCBM, Dit. 2018 . Revitalisasi Pulantara Keraton Kanoman. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
  8. ^ Rahmadsyah, Agung. 2017. Pulantara, Bangunan Megah Keraton Kanoman yang Terancam Lenyap. Jakarta: Sportourism
  9. ^ 2014 - Pikiran Rakyat - Empat Keraton di Kota Cirebon Menjadi Objek Vital