Tari Alang Suntiang Panghulu

salah satu tarian di Indonesia
Revisi sejak 12 Desember 2019 04.49 oleh TechnoSophia (bicara | kontrib) (Wilayah asal adalah Padang Laweh, bukan Padang Lawas,)

Tari Alang Suntiang Panghulu adalah tarian adat yang berasal dari desa Padang Laweh, kabupaten Agam Bukittinggi, Sumatra Barat. Dulu, tari ini tersebar di seluruh daerah Luhan Nan Tigo di Minangkabau, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Limo Puluh Koto dan merupakan tarian adat yang menjadi kebanggaan para Pangulu, hanya ditampilkan pada acara khusus yang berhubungan dengan Pangulu. Tari ini dilakukan sebagai hiburan di waktu senggang atau sebagai selingan sesudah bekerja keras. Tari ini sudah lama terpendam. Kemudian dengan suatu upacara adat agar tarian tersebut agar tidak hilang, dibangkitkan kembali pada tahun 1964, di bawah pimpinan Katar Sutan Kayo.

Para penari hanya terdiri dari kaum pria. Apabila dulu pernah disebutkan bahwa penarinya adalah wanita, sebenarnya yang menari adalah pria yang berpakaian seperti wanita. Sekarang para penari mengenakan baju, celana dan destar berwarna hitam. Karena tarian ini sering dipertunjukkan, maka pakaian penarinya diperindah, yaitu bajunya dibuat dari kain beledu beraneka warna dengan tabur warna keemasan di bagian depan dan belakang. Celananya sarawa lambuak, yaitu celana model Minangkabau yang disebut juga gunting enam. Pada bagian kaki disematkan hiaskan. Ikan kepalanya disebut destar pelangi, terbuat dari kain tenun berbenang emas, memakai kain, ikat pinggang berjumbai yang disebut cawek bajambuw. Alat lain yang dikenakan sewaktu menari adalah keris yang disisipkan pada bagian punggung yang tertutup oleh baju.

Pada awalnya, penari yang tampil adalah dua pria yang sudah tua, kemudian menyusul penari yang lain sehingga jumlahnya bertambah menjadi empat, enam, sampai delapan orang. Gerakan tarian meniru gerakan burung elang yang sedang berkeliling mengintai mangsanya, berdasarkan gerakan silat. Tempat pertunjukan tarian adalah di dalam rumah gadang, diantara tonggak nan ampek, yaitu tempat tiang pokok rumah adat. Namun, sekarang tarian dilakukan di dalam ataupun di luar gedung, namun harus mengunakan alas atau semacam tikar.

Pengiring tarian terdiri dari alat musik tradisional seperti adok, talempong jao, saluang dan pupuik baranak. Disamping itu, tarian juga disertai dengan iringan vokal dengan lagu Pasalaman, Tanduk Buang, Dok Sinandong, Si Kumbang Cari, Adau-adau, Awan Bentang dan Si Jundai.[1]

Referensi

  1. ^ Ensiklopedi Tari Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1980/1981. hlm. 8–10.