Budaya Peminangan Orang Papua

Orang Papua sangat memperhatikan budaya peminangan baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Pihak laki-laki sebelum meminang phak perempuan dia mengadakan perundingan antara keluarga besarnya. Setelah berunding maka dia berangkat ke pihak perempuan. Maka yang disepakati pada pihak laki-laki itulah yang disampaikan kepada pihak perempuan. Pihak perempuan juga tidak langsung menerima yang ditawarkan oleh pihak laki-laki. Dia juga harus merundingkan dengan pihak keluarganya.

Perundingan perlu dilakukan karena ada beberapa yang perlu diketahui baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan, diantaranya dari segi latar kehidupan sosial keluarga. setelah disepakati semua hal tersebut baru ditentukan proses peminangan dilakukan. Proses tersebut dilakukan selama tiga hari pada malam hari, karena utusan dari phak laki-laki akan merasa malu jika dilakukan pada siang hari dan ternyata ditolak sehingga orag banyak akan mengetahui kejadian tersebut.Jika peminangan diterima, maka keluarga perempuan akan bereaksi dengan cara mematikan lampu sehingga rumah dalam keadaan gelap, kemudian menyiram utusan dengan air bekas cucian ikan, abu tungku, ludah pinang atau air apa saja yang berbau busuk. utusan yang disiram tidak akan marah, namun mereka senang peminangan mereka diterima.[1]

Referensi

  1. ^ Ratnawati, Lien (2017). Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementtrian pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 277.