Budaya bayar kepala atau Yu merupakan pembayaran syarat adat setelah kematian seseorang warga dalam tradisi Sentani sering disebut secara harafia sebagai “pembayaran kepala” karena terjemahan langsung dari kata Yu atau Yum dalam bahasa Sentani dialek bagian tengah. Sesungguh Kata Yu dalam ritual tradisi ini bukan  menunjukan pada arti kata kepala manusia tetapi makna kata ini terbagi dalam dua pengertian. Pertama, Kata Yu atau Yum menunjukan pada martabat seseorang yang diperhitungkan berdasarkan kepala manusia. Kedua, kata Yu-Ram juga menunjukan pada pengertian nikmat atau sukacita karena adanya suatu acara (bhulau) yang menyajikan berbagai makanan. Tradisi pembayaran Yu/Yum dalam masyarakat Sentani sesungguhnya bermula dari penghargaan terhadap martabat manusia yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang sangat tinggi. Termasuk didalamnya adalah penghargaan terhadap fungsi dan kedudukan perempuan yaitu sebagai seorang ibu yang mengandung, melahirkan keturunan dan mewariskan kehidupan. [1]

Budaya bayar kepala atau Yu pada masyarakat Heram Ayapo merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan masyarakat papua tepatnya Kampung Ayapo, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, setelah upacara pemakaman. Tradisi Yu masih dilestarikan sampai saat ini, karena di dalam tradisi Yu terdapat nilai-nilai dalam menjaga keseimbangan antar sesama anggota keluarga dengan anggota kelompok masyarakat lainnya, seperti kebersamaan, saling percaya dan harga diri ditengah kelompok masyarakat. Pada masyarakat Heram Ayapo khususnya Suku Sentani, pemberian imbalan jasa atau harta kepala dari pihak pemberi kepada pihak penerima biasanya dilihat berdasarkan status sosial, hubungan, dan jenis harta yang digunakan dalam kelompok masyarakat bersangkutan (bagi pihak yang berduka). Pada posisi pemberi imbalan jasa atau harta kepala dan pihak penerima harta kepala dalam adat Yu terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:

  1. Kelompok Yakhale adalah kelompok masyarakat yang terdiri dari ondofolo dan khotelo-khotelo, kelompok ini pada suku sentani dan khususnya Heram Ayapo merupakan kelompok yang berada pada strata sosial paling atas di dalam masyarakat.
  2. Kelompok Khame adalah kelompok masyarakat yang terdiri dari akhonaakhona yang merupakan pemimpin atau kepala dari tiap klen. Akhona biasanya merupakan anak tertua atau anak sulung dalam keluarga. Satu Akhona membawahi beberapa keluarga yang biasanya merupakan adik-adiknya. Dalamstruktur pemerintahan adat para akhona ini berada di bawah khotelo yang merupakan pemimpin dalam sukunya.
  3. Kelompok Imea ei terdiri dari keluarga dekat pihak yang berduka, di sini adalah pihak dari keluarga perempuan seperti para saudara sepupu laki laki yang nantinya akan menerima dan juga kelompok dari pihak keluarga laki- laki sebagai pihak yang nantinya memberi. Kelompok Imea ei ini merupakan kelompok yang besar.
  4. Kelompok Yowa ei kelompok ini merupakan saudara-saudara kandung atau saudara dekat dari keluarga yang berduka atau yang selalu terlibat dalam pemberian maupun penerimaan harta kepala secara langsung.

Dalam pemberian harta, jenis harta yang digunakan terdiri dari berbagai bentuk ukuran warna dengan mutu dan nilai yang berbeda antara satu dengan lainnya, begitu juga tingkatan dalam penggunaan harta tersebut. Penggunaan harta dalam proses pembayaran harta kepala didasarkan atau sesuai keperluan, tanggung jawab dan kewajiban yang dijalankan dan sudah tentu harus melihat golongan masyarakat pengguna harta dalam kehidupan sosial masyarakat Heram Ayapo dan pada umumnya Suku Sentani. Tingkatan nilai tiap benda dalam penggunaannya terdiri dari Eba ( gelang kaca ), He (kapak batu)dan Reboni (manik manik).[2]

Tradisi Yu biasanya dilaksanakan bertepatan dengan hari dimana telah meninggalnya  Bapak Agus Ohee selaku Pemimpin tertinggi Keondofoloan Heram-Asei. Dalam struktur adat Keondofoloan Heram mewilayai beberapa kampung yaitu; Ayapo, Asei, Yoka dan Waena. Sehingga ondofolo Asei disebut Hu Ondofolo (Ondofolo matahari). Tidak kebanyakan Ondofolo di Sentani mendapat gelar Hu Ondofolo, hanya ada beberapa saja yang mendapat gelar Hu Ondofolo antara lain; Ondofolo Puai dengan jabatan Rhakukhonomi, Ondofolo Netar dengan Jabatan Hokhotembu dan Ondofolo Asei dengan Jabatan Dasim Kheleubhew dan mereka disebut dengan titisan matahari.[3]

Referensi

  1. ^ bpnbjayapura (27 Juni 2014). "PELAKSANAAN SYARAT ADAT SETELAH KEMATIAN (YU) DALAM TRADISI BUDAYA SENTANI". Indonesia Platform Kebudayaan. Diakses tanggal 24 Desember 2019. 
  2. ^ Dais Dharmawan Paluseri, Dais D (2016). PENETAPAN WARISAN BUDAYA TAK BENDA INDONESIA. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  3. ^ "PEMBAYARAN KEPALA RITUAL SAKRAL DALAM FDS KE-VII". Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 27 Juni 2014. Diakses tanggal 24 Desember 2019.