Pertamina Tower
Pertamina Tower atau Pertamina Energy Tower merupakan gedung yang memiliki 99 lantai dengan tinggi 530 meter (1.740 ft). Direncanakan akan dibangun di Jakarta’s Rasuna Epicentrum.[1] Peletakan batu pertama telah dilakukan pada Desember 2013 oleh Karen Agustiawan, Dirut Pertamina saat itu[2]. Pembangunan Gedung ini melibatkan Turner International yang sebelumnya mengerjakan proyek Burj Khalifa, Skidmore, Owings Merrill, dan Rider Levett Bucknall serta dari dalam negeri melibatkan PT Airmas Asri, PT Wiratman & Associates, KSO PT Pembangunan Perumahan, dan PT Hutama Karya.[3]
Pertamina Energy Tower | |
---|---|
Informasi umum | |
Status | Ditunda |
Jenis | Office, observation, energy |
Lokasi | Kav. Rasuna Off Park (ROP) Unit XO-02, JL. HR. Rasuna Said -, South Jakarta, Indonesia |
Koordinat | 6°12′56″S 106°49′47″E / 6.2155350°S 106.8296520°E |
Mulai dibangun | 2014 |
Rampung | 2020 |
Tinggi | |
Arsitektural | 530 meter (1.740 ft) |
Lantai atas | 530 meter (1.740 ft) |
Data teknis | |
Jumlah lantai | 99 |
Luas lantai | 540.000 m2 (5.812.500 sq ft) |
Desain dan konstruksi | |
Arsitek | Skidmore, Owings & Merrill LLP (SOM) |
Teknisi struktur | Skidmore, Owings & Merrill LLP (SOM) |
Pertamina Tower ini digadang akan menjadi ikon energi di Indonesia karena 80 persen dari menara ini diklaim hemat energi[4] dan 55 persen luas lahan akan dipakai sebagai area terbuka hijau sehingga terdapat sistem recycle air hujan. Konsep green building ini diharapkan membantu pemerintah DKI Jakarta untuk menjaga resapan air hujan.[2] Menara Pertamina ini akan memanfaatkan konsep energi terbarukan, yakni elemen angin, panas matahari, dan panas bumi akan digunakan untuk menyokong aktivitas pada menara.
Desain dan Energi
Bagian paling atas menara didesain sedemikian rupa sehingga bentuknya membulat. Bagian paling atas itu nantinya akan terbuka yang bisa menjadi 'corong angin' yang bermanfaat untuk mempercepat kecepatan angin di lantai atas agar dapat menghasilkan energi. Menyesuaikan dengan wilayah sekitar Jakarta, wajah bangunan dibuat melengkung agar mengurangi panas dari matahari yang terjadi sepanjang tahun. Nuansa dari matahari ini akan meningkatkan lingkungan pekerjaan ke arah yang lebih baik dan menghemat energi dengan cara menekan penggunaan cahaya buatan di menara ini. Secara keseluruhan, pembangunan dari menara ini menargetkan net zero energy. [5]
Menara yang rencananya dibangun setinggi 530 meter dengan 99 lantai ini jika terealisasikan akan menjadi lebih tinggi dibandingkan menara petronas yang mempunyai tinggi 451,9 meter dengan jumlah lantai 88.
Fasilitas
Menara ini ditargetkan akan menjadi tempat tinggal, bekerja, dan bermain sekitar 23.000 pekerja Pertamina dan anak perusahaan. Fasilitas yang ada di menara ini meliputi 2000 bangku auditorium untuk kegiatan ceramah dan kegiatan lainnya. Mesjid yang terbuka untuk umum dan area pertemuan untuk masyarakat.[5] juga convention hall, energy center, dan fasilitas olahraga.[3]
Penundaan Pembuatan Menara
Pada Februari 2015 lalu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto terpaksa mencoret rencana mantan Direktur Utama Karen Agustiawan[6] untuk membangun menara pertamina setinggi 99 lantai tersebut. Alasannya Pertamina akan lebih berfokus pada investasi di sektor hulu sehingga menunda investasi seperti pembangunan menara. Arief Budiman memangkas anggaran belanja modal sebesar USD 7 miliar pada 2015 dan salah satunya adalah menara Pertamina karena investasinya yang tidak rasional dan tidak terlalu penting[6]. Menara Pertamina membutuhkan dana besar yang mencapai USD1,7 miliar. Menurut Dwi Soetjipto sendiri, dengan dana investasi sebesar itu, maka dikhawatirkan akan membuat pembeli atau penyewa gedung enggan membeli ataupun menyewa, sebab harganya akan menjadi Rp70 juta per meter persegi[7].
Masih menurut ujaran Dwi Soetjipto, apabila proyek menara ini dilanjutkan, tidak lagi dibangun setinggi 99 lantai dan setinggi 530 meter[2]. Pada tahun 2015, kala itu harga minyak sementara jatuh sehingga menjadi faktor kuat dihentikannya proyek menara Pertamina secara sementara. Lanjut Dwi Soetjipto lagi, pembangunan gedung mungkin saja dilanjutkan bila harga minyak sudah membaik[2]. Namun, hingga saat dirinya tidak lagi menjadi dirut Pertamina dan digantikan oleh Elia Massa Manik dan Nicke Widyawati, hal itu tidak pernah terjadi. Nicke lebih fokus mengurusi bisnis Pertamina yang terbentang dari hulu ke hilir, di dalam dan luar negeri. Terlebih, harga minyak dunia masih dalam status siaga. Alhasil, Nicke lebih fokus menata perusahaan ketimbang memikirkan proyek mercusuar gedung pencakar langit [2].
Referensi
- ^ Pertamina (Persero), P. T. "PT Pertamina (Persero)". www.pertamina.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-08.
- ^ a b c d e Kompasiana.com. "Erick Thohir dan Nasib Gedung Pencakar Langit Pertamina". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2019-12-20.
- ^ a b Idris, Muhammad. "Tarif Sewa Kemahalan, Pertamina Tower Batal Dibangun 99 Lantai". detikfinance. Diakses tanggal 2019-11-02.
- ^ Okezone (2014-09-02). "Proyek Pertamina Energy Tower On Progress : Okezone Economy". https://economy.okezone.com/. Diakses tanggal 2019-12-28. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan) - ^ a b "Pertamina Energy Tower". SOM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-02.
- ^ a b Jati, Gentur Putro. "BNI Teruskan Ambisi Pertamina Bangun Menara Tinggi di Ibukota". ekonomi (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20.
- ^ Okezone (2015-09-01). "Pertamina Tunda Bangun Gedung Tertinggi di Jakarta, Ini Alasannya : Okezone Economy". https://economy.okezone.com/. Diakses tanggal 2019-12-20. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan)