Kesultanan Lingga
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Kesultanan Riau Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup Kepulauan Riau dan Johor. Kerajaan ini diakui keberadaannya oleh Inggris dan Belanda setelah mereka menyepakati Perjanjian London tahun 1824.
Kesultanan Lingga | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1824–1999 | |||||||||||
Ibu kota | Daik dan Pulau Penyengat | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu | ||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||
Sultan | |||||||||||
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah | |||||||||||
Sultan Muhammad II Muazzam Syah | |||||||||||
Sultan Mahmud IV Muzzafar Syah | |||||||||||
Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah | |||||||||||
Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah | |||||||||||
Sejarah | |||||||||||
1824 | |||||||||||
• Pembubaran oleh Belanda | 1999 | ||||||||||
| |||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan sultan pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun 3 Februari 1911, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Bugis.
Sejarah
Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian Kesultanan Johor. Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III mangkat.[butuh rujukan] Ketika itu, putra tertua, Tengku Hussain sedang melangsungkan pernikahan di Pahang.[butuh rujukan] Menurut adat Istana, seseorang pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat. Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung putra tertua, Husain, sedangkan Belanda mendukung adik tirinya, Abdul Rahman. Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah, dan berkedudukan di Daik, Kepulauan Lingga.
Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribu kota di Singapura, namun kemudian anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan kesultanan Johor modern.[butuh rujukan]
Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan Bugis disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke Singapura. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah langsung pada tahun 1913.
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Kesultanan Riau-Lingga di MelayuOnline.com
- (Inggris) Mahmud, Sultan of Riau and Lingga (1823-1864)
- (Inggris) Indonesian Traditional States I
- (Inggris) Silsilah Wangsa Bendahara di situs Royal Ark
- (Inggris) Silsilah Wangsa Bugis di situs Royal Ark
- (Inggris) Kesultanan Lingga di University of Queensland
- (Inggris) Negeri Riau sebagai bagian dari kesultanan di situs University of Queensland