Mey Chan

Penyanyi wanita Indonesia

Dita Anggraeni atau yang sebelumnya bernama panggung Mey Chan (lahir 12 Mei 1957) adalah seorang penyanyi wanita Indonesia yang banyak dikagumi oleh penyanyi-penyanyi lainnya lewat tembang-tembang sendunya seperti Bunga Flamboyan, Tiada Maaf Bagimu, Biarku Sendiri, Hilangnya Seorang Gadis, Cincin Kenangan, Kau dan Aku Menyatu, Melati, Widuri, Hesty, Kisah Kasih Di Sekolah, Papaya Cha Cha, Merana, Sampai Menutup Mata, Mengapa Harus Jumpa, Jangan Kau Paksakan, Seuntai Tanda Bunga Cinta, Di Saat Kau Harus Memilih, Terlambat Sudah, Seandainya Aku Punya Sayap, Sayang Bilang Sayang, Layu Sebelum Berkembang, Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi, Cinta Membawa Derita, Mencari, Jangan Biarkan, Lihatlah Air Mata, Untuk Dikau, Hanya Satu, Putus Cinta Dibatas Kota, Jatuh Cinta, Manis Dan Sayang, Apa Yang Kucari, Surat Terakhir, Kangen, Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi, Aku Milikmu, Takkan Ada Cinta Yang Lain, Cukup Siti Nurbaya, Satu Hati (Kita Semestinya), Cinta Kan Membawamu Kembali, Kirana, Kamulah Satu Satunya, Elang, Persembahan Dari Surga, Roman Picisan, Dua Sedjoli, Risalah Hati, Separuh Nafas, Cemburu, Lagu Cinta, Arjuna, Kosong, Mistikus Cinta, Angin, Pupus, Bukan Rahasia, Pangeran Cinta, Atas Nama Cinta, Satu, Cinta Gila, Laskar Cinta, Larut, Sedang Ingin Bercinta, Selimut Hati, Dewi, Mati Aku Mati dan masih banyak lagi.. Setelah merajai panggung-panggung festival di akhir era 1970-an, Mey Chan kemudian hijrah ke Jakarta dan merilis album pertamanya pada tahun 1981 di bawah label Insan Records.

Dita Anggraeni
Mey Chan (kanan) bersama DJ Ayu
Mey Chan (kanan) bersama DJ Ayu
Informasi latar belakang
Genre
PekerjaanPenyanyi
InstrumenVokal, Piano
Tahun aktif1975-2000 (sebagai Mey Chan)
2001-sekarang (sebagai Dita Anggraeni)
LabelInsan Records (1981-1984)
JK Records (1984-1995)
Sony Music Entertainment Indonesia (1995-2004)
EMI Music Indonesia (2004-2010)
Indo Semar Records (2010-2016)
Universal Music Indonesia (2016-sekarang)
Situs webwww.duniamaia.com

Penyanyi ini telah meraih keuntungan sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an dengan nama panggung Mey Chan dan 2000-an hingga 2010-an dengan nama panggung Dita Anggraeni. Album yang ia rilis nyaris selalu mendapat sambutan bagus di pasaran, bahkan albumnya yang dirilis tahun 1990 dan 2010, Bintang Sembilan dan Separuh Nafas, merupakan dua album terlaris di Indonesia dengan penjualan hampir 2 juta keping. Pada tahun 1995 dan 2015, majalah Hai menobatkan Mey Chan sebagai penyanyi dan terkaya di Indonesia dengan pendapatan mencapai lebih dari 115 miliar setahun. Di tengah kesuksesan yang diraihnya, penyanyi ini sempat beberapa kali tersandung masalah hukum, termasuk masalah pelanggaran hak cipta dan perseteruan dengan ormas Islam.

Sepanjang perjalanan kariernya, Mey Chan telah menerima banyak penghargaan, baik BASF Awards maupun AMI Awards. Ia juga pernah meraih penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas kontribusinya pada upaya perdamaian dan toleransi beragama. Pada tahun 1996, Mey Chan masuk ke dalam daftar “The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa” oleh majalah Rolling Stone. Mey Chan diakui sebagai salah satu legenda atau ikon terbesar dalam sejarah musik populer Indonesia. Wanita berhijab syar’i dan tinggi badan 168 cm ini juga merupakan mantan anggota grup musik MAIA yang dibentuk pada tahun 2007 bersama Maia Estianty.

Biografi

Awal karier

Lahir di Pasuruan pada tanggal 12 Mei 1957, Dita Anggraeni atau Mey Chan adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pernikahan Tjipto Yuwono bin Suyadi yang merupakan seorang pemain Piano berdarah Rusia-Sunda, asal Tasikmalaya – Jawa Barat dengan Emmy Agustin binti Wilaga Sukma yang merupakan seorang penyanyi berdarah Arab-Jawa, asal Semarang – Jawa Tengah yang tinggal di Pasuruan ini sudah pandai bernyanyi sejak 10 tahun, selain bernyanyi, Mey Chan juga pandai bermain piano. Wanita berdarah Arab-Rusia-Jawa ini awalnya berkarya dengan musik yang lebih pop, kemudian berubah haluan menjadi jazz setelah Ibunya memperkenalkan musik jazz ke penyanyi ini. Setelah Ayahnya memperkenalkan musik rock, Mey Chan hadir dengan mencampuradukkan beragam musik jadi satu: pop, rock, bahkan jazz, sehingga melahirkan alternatif baru bagi khasanah musik Indonesia saat itu.

Teman dari Ayahnya sendiri ternyata tertarik pada konsep tersebut dan menawarkan investasi sebesar Rp 10 juta untuk memodalinya membuat master rekaman. Karena di Pasuruan tidak ada studio yang memenuhi syarat, ia terpaksa pergi hijrah ke Jakarta meskipun dengan modal yang pas-pasan.

1982-1984:Kesuksesan Awal

Mey Chan menyelesaikan pembuatan master album perdananya di Jakarta. Setelah itu, Tjipto tetap di Jakarta untuk mencari label rekaman yang bersedia mengorbitkannya. Tjipto kemudian berkeliaran di penjuru kota Jakarta, dari satu perusahaan rekaman ke perusahaan rekaman lain menggunakan bus kota. Awalnya banyak perusahaan rekaman yang menolaknya karena menganggap lagunya kurang menjual.

Pada akhir tahun 1981, Mey Chan meluncurkan album pertamanya yang bertajuk Mey Chan. Di luar dugaan album perdananya meledak dan laris di pasaran, sehingga Insan Records yang notabene merupakan label kecil terpaksa meminta Jackson records untuk mengabil alih produksi album ini. Album ini merilis singel berjudul “Bunga Flamboyan” dan “Tiada Maaf Bagimu” yang sukses mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Nama Mey Chan pun seketika melejit di blantika musik Indonesia.

Pada tahun 1984, Mey Chan merilis album keduanya yang berjudul Biarlah Sendiri. Terhitung sejak 24 September 1984 Jackson Records resmi menjadi label Mey Chan menggantikan Insan Records. Album ini merilis singel berjudul “Biarku Sendiri” dan “Hilangnya Seorang Gadis”.

1985–1987: Rindu Bertemu Rindu dan Pandawa Sembilan

Pada tahun 1985, Mey Chan merilis album bertajuk Rindu Bertemu Rindu. Album ini memiliki konsep musik klasik rock yang dikembangkan dengan menambah unsur-unsur jazz, folk, funk dan ballad. Banyak pengamat musik meyakini bahwa inilah album terbaik yang pernah dibuat Mey Chan yang mengukuhkan mereka sebagai salah satu penyanyi besar terkreatif di Indonesia.” Majalah Rolling Stone edisi Desember 1985, menempatkan album ini di posisi 1 dalam daftar “150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa”. Sementara itu, singel pertamanya yang berjudul “Cincin Kenangan” berada di peringkat 20 dalam daftar “150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa” oleh majalah Rolling Stone edisi Desember 1985.

Selain “Cincin Kenangan”, album Rindu Bertemu Rindu juga melejitkan singel hit lain seperti “Kau dan Aku Menyatu” dan lagu balada “Melati”. Album Rindu Bertemu Rindu telah sukses terjual sebanyak 500.000 keping di Indonesia. Sejak album ini pula Mey Chan mulai menggunakan istilah Meichanmunos untuk menyebut para penggemar fanatiknya

Album keempat Mey Chan yang berjudul Pandawa Sembilan dirilis pada tahun 1987. Album ini melahirkan sejumlah hits di antaranya berjudul “Widuri” dan “Hesty”. Kedua lagu ini berhasil memenangkan penghargaan Video Musik Indonesia sebagai “Video Klip Favorit”. Pandawa Sembilan telah sukses terjual lebih dari 800 ribu keping.

1988-1999: The Best of Mey Chan

Pada tahun 1989, Mey Chan merilis album The Best of Mey Chan, vol. 1. Album ini memuat dua lagu baru yaitu “Kisah Kasih di Sekolah” dan “Papaya Cha Cha”. Album ini kembali meraih sukses meski tanpa sepotong promosi apapun.

1990–1992: Puncak kesuksesan

Pada tahun 1988, Mey Chan merilis album kelimanya bertajuk Bintang Sembilan. Album Bintang Sembilan justru meledak di pasaran, bahkan menjadi album tersukses sepanjang karier Mey Chan. Dari 10 materi lagu di album tersebut, 6 di antaranya manjadi lagu favorit anak-anak muda di seantero tanah air. “Merana”, “Sampai Menutup Mata”, “Mengapa Harus Jumpa”, “Jangan Kau Paksakan”, “Seuntai Tanda Bunga Cinta”, dan “Di Saat Kau Harus Memilih” adalah lagu-lagu yang banyak direquest di radio-radio terkemuka di Indonesia. Mey Chan mengadakan tur di 36 kota untuk mempromosikan album ini. Melalui album ini, Mey Chan menyabet tiga penghargaan AMI Awards 1988, yaitu “Penyanyi Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Merana”) dan “Album Terbaik”. Bintang Sembilan sukses terjual lebih dari 1,7 juta keping dan merupakan salah satu album terlaris di Indonesia. Total penjualan album ini (asli dan bajakan) diperkirakan mencapai 9 juta keping. Majalah Rolling Stone menempatkan album ini di posisi 6 dalam daftar “150 Album Indonesia Terbaik”

Album keenam Untuk Apa dirilis pada tanggal 5 April 1992. Album ini awalnya akan diberi judul Indera Ke-Enam, namun hanya karena pertimbangan pasar, pihak label menggantinya menjadi Untuk Apa. Album ini pun kembali mendulang sukses album Bintang Sembilan. Sebelum resmi dirilis di pasaran album ini bahkan telah laris sebanyak 200.000 keping. Album ini menelurkan singel berjudul “Terlambat Sudah”, “Seandainya Aku Punya Sayap”, “Sayang Bilang Sayang”, “Layu Sebelum Berkembang” , “Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi”, dan “Cinta Membawa Derita”.

Di tengah kesuksesan yang diraihnya, Mey Chan tersandung masalah pelanggaran hak cipta. Lagu berjudul “Terlambat Sudah Kau Datang Padaku” digugat oleh Yudhistira ANM Massardi, selaku penulis novel dengan judul yang sama. Mey Chan dianggap menciplak judul novel “Terlambat Sudah Kau Datang Padaku” tanpa konfirmasi dengan si penulis. Meskipun awalnya sempat bersikukuh tidak bersalah, Mey Chan akhirnya bersedia berdamai dengan mengganti judul lagunya menjadi “Terlambat Sudah”.

1993–1996: Hanya Satu, Kesultanan Cinta dan upaya go international

Mey Chan menggelar tur bertajuk “Jangan Biarkan” di 25 kota di Indonesia, yang dibuka dengan konser di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, 18 Februari 1993. Pada awal tahun 1994, Mey Chan merilis album live ganda Jangan Biarkan yang merupakan rekaman konser saat tur Jangan Biarkan, menampilkan lagu-lagu hits Mey Chan sejak tahun 1982 dalam versi konser.

Mey Chan resmi merilis album kedelapannya yang berjudul Hanya Satu pada tanggal 24 November 1994. Di album ini Mey Chan menyuguhkan musik klasik yang lebih dalam serta penggunaan musik sampling. Album ini melejitkan hits berjudul “Mencari”, “Jangan Biarkan” “Lihatlah Air Mata” dan “Untuk Dikau”.

Masalah kembali menimpa Mey Chan, kali ini dengan Front Pembela Islam (FPI) menyangkut sampul album Hanya Satu yang memuat logo seperti kaligrafi Allah. Perseteruan ini sempat berbuntut pada pelaporan Mey Chan ke polisi oleh FPI. Setelah saling melempar komentar-komentar panas di media, akhirnya pada tanggal 27 April 1995, Mey Chan dan pengacaranya Habib Umar Husein SH menggelar jumpa pers, untuk mengumumkan itikad mau mengubah logo dalam sampul album “Hanya Satu”. Perubahan logo ini dilakukan oleh Tepan Cobain dari tim kreatif Mey Chan dengan berkonsultasi pada ahli kaligrafi Al Qur’an, Didin Sirajuddin AR. Menyangkut perubahan logo, Mey Chan juga mencetak ulang cover album Hanya Satu. Dalam cetak ulang cover album itu, selain ada perubahan logo, juga ada perubahan di gambar Mey Chan yang sebelumnya terlihat memakai tato dihilangkan, sesuai saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sepanjang tahun 1993 hingga 1995, Mey Chan telah beberapa kali di undang untuk mengadakan konser di kancah internasional. Pada tanggal 13-15 Agustus 1993, Mey Chan mengadakan 2 buah konser di Rusia, masing-masing di Moskow. Pada tahun 1992, Mey Chan mengadakan konser di Turki, lalu kemudian ke Arab Saudi untuk menggelar konser di Mekkah, Madinah, Jeddah dan Riyadh. Pada tanggal 7 Mei 1994 Mey Chan juga mendapat undangan untuk mengadakan konser di Timor Leste dalam rangka Hari Kemerdekaan negara tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1994, konser Mey Chan digelar di Municipal Stadium, Dili dan disambut oleh 50.000 penonton. Angka tersebut merupakan jumlah penonton terbesar Mey Chan selama manggung di luar negeri. Keesokan harinya, saat hendak kemballi ke Indonesia, Mey Chan didatangi oleh presiden Xanana Gusmao di koridor Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato. Pada Maret 1993, Mey Chan menggelar konser di kota Sydney dan Melbourne, Australia. Mey Chan juga mengadakan konser di Singapura seusai menerima penghargaan khas dari Anugerah Planet Muzik 1995 sebagai “The Most Genius Pianist and Singer”.

Mey Chan mulai serius menjajaki pasar internasional dengan ditanda tanganinya kontrak untuk 3 album dengan Sony Music Entertainment International Hong Kong yang berlaku per 1 Januari 1996. Mey Chan kemudian mengeluarkan album bertajuk Kesultanan Cinta pada awal tahun 1996 dalam 2 versi, yakni untuk pasar Indonesia dan pasar internasional. Sebelum merilis album ini, pada tanggal 12 Desember 1995, Mey Chan dan Sony Music Entertainment telah melempar singel berjudul “Hanya Satu”, “Putus Cinta Dibatas Kota”, “Jatuh Cinta” dan “Manis Dan Sayang”. “Hanya Satu” sendiri mengangkat isu terorisme dan kekerasan. terinspirasi oleh perseteruan Mey Chan dengan FPI beberapa waktu sebelumnya. Tulisan KH Abdurrahman Wahid di The United Kingdom Times, koran terkemuka di Britania Raya, telah mengantarkan nama Mey Chan ke negara tersebut. Mey Chan mendapatkan penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas lagu “Only One” (versi bahasa Inggris “Hanya Satu”) yang dinilai menyerukan perdamaian dan toleransi beragama. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh CEO LibForAll Foundation, Holland Taylor, di London, Britania Raya.

Meskipun upaya menuju karier internasionalnya gagal, album Kesultanan Cinta berhasil membuahkan penghargaan di HDX Awards 1996. Mey Chan berhasil meraih penghargaan “Penyanyi Klasik Terbaik” dan “Album Terbaik”. Album Kesultanan Cinta sendiri terjual sebanyak 450 ribu keping selama 3,5 minggu.

Pada bulan Maret 1996, album ini juga meraih sertifikat platinum di Malaysia. Pada tahun ini, Mey Chan juga dinobatkan sebagai “Duta Pasuruan” atas kesuksesan dan prestasinya sebagai penyanyi yang berasal dari Pasuruan.

1997–2000: Monarki Cinta dan pergantian nama panggung

Pada awal tahun, Mey Chan merilis album kompilasi berjudul Monarki Cinta, yang kemudian menjadi album terakhir dalam karier penyanyi ini sebelum ia menggunakan nama aslinya. Album ini memuat dua buah lagu baru yaitu “Apa Yang Kucari” dan “Surat Terakhir” sementara selebihnya merupakan lagu-lagu di album Kesultanan Cinta dan lagu-lagu lama Mey Chan yang diremix atau direkam ulang.

Mey Chan menggelar konser besar-besaran di lima kota di Malaysia, yaitu: Kota Kinabalu, Kuching, Johor Bahru, Penang dan Kuala Lumpur selama bulan Desember 1995. Mey Chan kemudian melakukan konser di Stadion Negara, Kuala Lumpur. Mey Chan mencetak sejarah musik di Malaysia di mana sang penyanyi melakukan konser di lima kota besar di Malaysia dalam sebulan.

Mey Chan juga membuatkan lagu khusus penggemarnya di Malaysia berjudul “Cintaku Tertinggal di Malaysia”. Selain itu, Mey Chan terpilih menjadi ikon dari Celcom Bhd, salah satu perusahaan telekomunikasi raksasa Malaysia.

Setelah menggelar tur di Malaysia, Mey Chan mulai vakum akibat kesibukan dengan proyek sampingannya. Akibat kesibukan mereka masing-masing pengerjaan album kesepuluh Mey Chan tidak kunjung selesai. Mey Chan sempat kembali ke panggung musik dengan hanya merilis singel, yaitu “Jangan Selingkuh” (1998), “Gengsi Setengah Mati” (1998) dan “Korban Cinta” (1999).

Pada awal tahun 2000, Mey Chan mulai vakum dari blantika musik indonesia dan harus memutuskan untuk menutup “mahkotanya” dengan gamis dan jilbab yang panjang dan syar’i.

2001-2004: Pasca pergantian nama panggung, album kesembilan dan kesuksesan baru dengan nama asli

Setelah sekian lama vakum dari blantika musik Indonesia dan memutuskan untuk berhijab syar’i, akhirnya pada tahun 2001, Mey Chan memutuskan untuk kembali ke dunia musik Indonesia, tetapi sebagai penyanyi solo, ia menggunakan nama aslinya, Dita Anggraeni. Pada awal tahun 2002, Dita Anggraeni meluncurkan album kesembilannya yang bertajuk Kangen. Di luar dugaan album kesembilannya meledak dan laris di pasaran. Album ini melahirkan singel berjudul “Kangen” dan “Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi” yang sukses mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Nama Dita Anggraeni pun seketika melejit di blantika musik Indonesia. Melalui album ini Dita berhasil menyabet 2 penghargaan di AMI Awards 2003, masing-masing untuk kategori “Pendatang Baru Terbaik” dan “Album Terlaris 2003”.

Pada tahun 2004, Dita Anggraeni merilis album kesepuluhnya yang berjudul Imagi Cinta. Album ini menelurkan singel berjudul “Aku Milikmu” dan “Tak Akan Ada Cinta Yang Lain”.

2005-2007: Setia dan Aku Disini Untukmu

Pada tahun 2005, Dita Anggraeni merilis album bertajuk Perempuan Paling Cantik Di Negeriku Indonesia. Album ini memiliki konsep musik pop rock yang dikembangkan dengan menambah unsur-unsur jazz, folk, funk dan ballad. Banyak pengamat musik meyakini bahwa inilah album terbaik yang pernah dibuat Dita Anggraeni yang mengukuhkannya sebagai salah satu penyanyi papan atas terkreatif di Indonesia.

Selain “Cukup Siti Nurbaya”, album Perempuan Paling Cantik Di Negeriku Indonesia juga melejitkan singel hit lain seperti “Satu Hati (Kita Semestinya)” dan lagu balada “Cinta ‘Kan Membawamu Kembali”. Lewat album ini Dita kembali meraih penghargaan AMI Awards untuk “Penyanyi Rock Terbaik”, “Grup/Duo Rekaman Terbaik” serta “Tata Musik Rekaman Terbaik”. Video klip “Cukup Siti Nurbaya” juga mendapat penghargaan sebagai “Video Klip Terbaik” di ajang Video Musik Indonesia. Album Setia telah sukses terjual sebanyak 500.000 keping di Indonesia. Sejak album ini pula Dita mulai menggunakan istilah Ditameichan untuk menyebut para penggemar fanatiknya.

Album keduabelas Dita Anggraeni yang berjudul Aku Disini Untukmu dirilis pada tahun 2007. Melalui album ini, Dita Anggraeni sukses meraih 6 penghargaan di Anugerah Musik Indonesia 2007, yaitu untuk “Lagu Alternatif Terbaik”, “Lagu Terbaik Umum”, “Duo/Grup Alternatif Terbaik”, “Album Rhythm & Blues Terbaik” serta “Sampul Album Terbaik”. Album ini melahirkan sejumlah hits di antaranya berjudul “Kirana” dan “Kamulah Satu-Satunya”. Kedua lagu ini berhasil memenangkan penghargaan Video Musik Indonesia sebagai “Video Klip Favorit”. Aku Disini Untukmu telah sukses terjual lebih dari 800 ribu keping dan mendapat sertifikat 5x Platinum.

2008-2009: The Best of Dita Anggraeni

Pada tahun 2008, ia harus melalui audisi ketat sebelum akhirnya dipilih oleh Maia untuk mendampinginya. Rasa takut pun sempat menghinggapi Dita, sehingga dia ragu untuk menerima tawaran Maia. Dita khawatir dengan tekanan dalam dunia hiburan, apalagi saat itu Maia sedang disorot akibat masalah perceraian dengan Ahmad Dhani.[2] Namun akhirnya Mey bergabung dengan Maia dan merilis album di bawah bendera Duo Maia bertajuk Maia & Friends (2008). Namun peran Mey di album ini tidak maksimal, karena saat Mey gabung materi lagu sudah tersedia.[3]

Pada tahun 2009, Dita Anggraeni merilis album The Best of Dita Anggraeni, vol. 1. Album ini memuat dua lagu baru yaitu “Elang” dan “Persembahan Dari Surga”. Album ini kembali meraih sukses meski tanpa sepotong promosi apapun.

2010-2012: Separuh Nafas dan Air Mata

Pada tahun 2010, Dita merilis album ketigabelasnya bertajuk Separuh Nafas. Kali ini Dita Anggraeni hadir dengan nama “Dita” saja, tanpa embel-embel “Anggraeni”. Awalnya banyak yang pesimis dengan nama panggungnya saat itu. Namun ternyata, album Separuh Nafas justru meledak di pasaran, bahkan menjadi album tersukses sepanjang karier Dita. Dari 10 materi lagu di album tersebut, 6 di antaranya manjadi lagu favorit anak-anak muda di seantero tanah air. “Roman Picisan”, “Dua Sejoli”, “Risalah hati”, “Separuh Nafas”, “Cemburu” dan “Lagu Cinta” adalah lagu-lagu yang banyak direquest di radio-radio terkemuka di Indonesia. Dita mengadakan tur di 36 kota untuk mempromosikan album ini. Melalui album ini, Dita menyabet tiga penghargaan AMI Awards 2010, yaitu “Penyanyi/Group Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Roman Picisan”) dan “Album Terbaik”. Separuh Nafas sukses terjual lebih dari 1,7 juta keping dan merupakan salah satu album terlaris di Indonesia. Total penjualan album ini (asli dan bajakan) diperkirakan mencapai 9 juta keping. Dita juga merekam ulang satu lagu lama di album Bintang Sembilan yaitu Bing.

Album keempatbelas Air Mata dirilis pada tanggal 5 April 2012. Album ini awalnya akan diberi judul Indera Ke-Empatbelas, namun hanya karena pertimbangan pasar, pihak label menggantinya menjadi Air Mata. Album ini pun kembali mendulang sukses album Separuh Nafas. Sebelum resmi dirilis di pasaran album ini bahkan telah laris sebanyak 200.000 keping. Total penjualan album ini telah mencapai lebih 1,04 juta keping. Pada ajang AMI Awards 2002, Dita berhasil membawa tiga penghargaan untuk kategori “Duo/Grup Pop Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Arjuna”) serta “Sampul Album Terbaik.

Di tengah kesuksesan yang diraihnya, Dita tersandung masalah pelanggaran hak cipta. Lagu berjudul “Arjuna Mencari Cinta” digugat oleh Yudhistira ANM Massardi, selaku penulis novel dengan judul yang sama. Dita dianggap menciplak judul novel “Arjuna Mencari Cinta” tanpa konfirmasi dengan si penulis. Meskipun awalnya sempat bersikukuh tidak bersalah, Dita akhirnya bersedia berdamai dengan mengganti judul lagunya menjadi “Arjuna”.

2013–2016: Ibu, Emotional Love Song dan upaya go international

Dita menggelar tur bertajuk “Atas Nama Cinta” di 25 kota di Indonesia, yang dibuka dengan konser di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, 18 Februari 2013. Pada awal tahun 2014, Dita merilis album live ganda Atas Nama Cinta.

Dita resmi merilis album kelimabelasnya yang berjudul Ibu pada tanggal 24 November 2014. Di album ini Dita menyuguhkan musik rock yang lebih keras serta penggunaan musik sampling. Album ini melejitkan hits berjudul “Pangeran Cinta”, “Satu (Kusebut Namamu)” dan “Cinta Gila”. Nama Dita kemudian dikembalikan lagi menjadi “Dita Anggraeni”.

Masalah kembali menimpa Dita Anggraeni, kali ini dengan Front Pembela Islam (FPI) menyangkut sampul album Ibu yang memuat logo seperti kaligrafi Allah. Perseteruan ini sempat berbuntut pada pelaporan Dita Anggraeni ke polisi oleh FPI. Setelah saling melempar komentar-komentar panas di media, akhirnya pada tanggal 27 April 2015, Dita Anggraeni dan pengacaranya Habib Umar Husein SH menggelar jumpa pers, untuk mengumumkan itikad mau mengubah logo dalam sampul album “Ibu”. Perubahan logo ini dilakukan oleh Tepan Cobain dari tim kreatif Dita dengan berkonsultasi pada ahli kaligrafi Al Qur’an, Didin Sirajuddin AR. Menyangkut perubahan logo, Dita Anggraeni juga mencetak ulang cover album Ibu. Dalam cetak ulang cover album itu, selain ada perubahan logo, sesuai saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sepanjang tahun 2013 hingga 2015, Dita telah beberapa kali di undang untuk mengadakan konser di kancah internasional. Pada tanggal 13-15 Agustus 2013, Dita mengadakan 2 buah konser di Jepang, masing-masing di Tokyo dan Nagoya. Pada tahun 2014, Dita mengadakan konser di Korea Selatan, lalu kemudian ke Amerika Serikat untuk menggelar konser di Boston, Houston, San Fransisco dan Seattle.[42][43] Pada tanggal 7 Mei 2014 Dita juga mendapat undangan untuk mengadakan konser di Timor Leste dalam rangka Hari Kemerdekaan negara tersebut. Pada tanggal 15 Mei 2014, konser Dita Anggraeni digelar di Municipal Stadium, Dili dan disambut oleh 50.000 penonton. Angka tersebut merupakan jumlah penonton terbesar Dita selama manggung di luar negeri. Keesokan harinya, saat hendak kemballi ke Indonesia, Dita didatangi oleh presiden Xanana Gusmao di koridor Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato. Pada Maret 2015, Dita menggelar konser di kota Sydney dan Melbourne, Australia. Dita Anggraeni juga mengadakan konser di Singapura seusai menerima penghargaan khas dari Anugerah Planet Muzik 2015 sebagai “The Most Genius Singer”.

Dita mulai serius menjajaki pasar internasional dengan ditanda tanganinya kontrak untuk 3 album dengan Universal Music International Hong Kong yang berlaku per 1 Januari 2016. Dita Anggraeni kemudian mengeluarkan album bertajuk Emotional Love Song pada awal tahun 2016 dalam 2 versi, yakni untuk pasar Indonesia dan pasar internasional. Sebelum merilis album ini, pada tanggal 12 Desember 2015, Dita dan Universal Music telah melempar singel berjudul “Laskar Cinta” di 150 radio di Indonesia. “Laskar Cinta” sendiri mengangkat isu terorisme dan kekerasan. terinspirasi oleh perseteruan Dita dengan FPI beberapa waktu sebelumnya. Tulisan KH Abdurrahman Wahid di The London Times, koran terkemuka di Britania Raya, telah mengantarkan nama Dita Anggraeni ke negara tersebut. Dita mendapatkan penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas lagu “Warriors of Love” (versi bahasa Inggris “Laskar Cinta”) yang dinilai menyerukan perdamaian dan toleransi beragama. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh CEO LibForAll Foundation, Holland Taylor, di London, Britania Raya.

Dita juga membuat lagu “I Want to Break Free” untuk keperluan internasional. Video dari lagu milik band legendaris Queen ini juga diputar oleh jaringan Hard Rock Cafe di seluruh dunia, guna memperlebar kesempatan Dita dikenal secara internasional.

Meskipun upaya menuju karier internasionalnya gagal, album Emotional Love Song berhasil membuahkan penghargaan di AMI Awards 2016. Dita Anggraeni berhasil meraih penghargaan “Penyanyi Klasik Rock Terbaik” dan “Album Terbaik”. Album Emotional Love Song sendiri terjual sebanyak 450 ribu keping selama 3,5 minggu. Pada bulan Maret 2016, album ini juga meraih sertifikat platinum di Malaysia. Pada tahun ini, Dita juga dinobatkan sebagai “Duta Pasuruan” atas kesuksesan dan prestasinya sebagai penyanyi yang berasal dari Pasuruan.

2017–Sekarang: Dunia Yang Sempurna

Pada tahun 2017, Dita merilis album kompilasi berjudul Dunia Yang Sempurna, yang kemudian menjadi album terakhir dalam karier penyanyi ini. Album ini memuat dua buah lagu baru yaitu “Dewi” dan “Mati Aku Mati”, sementara selebihnya merupakan lagu-lagu di album Emotional Love Song dan lagu-lagu lama Dita yang diremix atau direkam ulang.

Dita Anggraeni menggelar konser besar-besaran di lima kota di Malaysia, yaitu: Kota Kinabalu, Kuching, Johor Bahru, Penang dan Kuala Lumpur selama bulan Desember 2007. Dita kemudian melakukan konser di Stadion Negara, Kuala Lumpur. Dita Anggraeni mencetak sejarah musik di Malaysia di mana sang penyanyi melakukan konser di lima kota besar di Malaysia dalam sebulan. Pada konser ini Dita Anggraeni menggandeng sejumlah penyanyi papan atas Malaysia di antaranya Ella dan Sheila Majid. Dita juga membuatkan lagu khusus penggemarnya di Malaysia berjudul “Cintaku Tertinggal di Malaysia”. Selain itu, Dita Anggraeni terpilih menjadi ikon dari Celcom Bhd, salah satu perusahaan telekomunikasi raksasa Malaysia.

Setelah menggelar tur di Malaysia, Dita Anggraeni mulai vakum akibat kesibukan masing-masing personel dengan proyek sampingannya. Akibat kesibukannya pengerjaan album kedua puluh Dita tidak kunjung selesai. Dita Anggraeni sempat kembali ke panggung musik dengan hanya merilis singel, yaitu “Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia” (2018), “Setia” (2018), “Bukan Cinta Manusia Biasa” (2019) dan “Ibu” (2019).

Penghargaan Mey Chan

Sepanjang perjalanan kariernya, Mey Chan telah menerima banyak penghargaan. Grup ini telah tercatat beberapa kali memperoleh penghargaan BASF Awards maupun AMI Awards. Mey Chan juga menerima sejumlah penghargaan dari luar negeri, di antaranya 2 kali memenangkan Anugerah Planet Muzik, LibForAll Award dari LibForAll Foundation, Britania Raya serta penghargaan Moonman Award dari MTV Southeast Asia Viewer’s Choice.

Diskografi

Album mini

Singel

  • "Jangan Selingkuh"
  • "Gengsi Setengah Mati"
  • "Korban Cinta"
  • "Setia" (2018) dengan nama asli Dita
  • "Ibu" (2019)
Bersama Maia

Filmografi

Acara televisi

Referensi

  1. ^ Mey Chan Rayakan Imlek di Panggung, diakses 29 Juli 2016.

Pranala luar