Pakubuwana XII
Sri Susuhunan Pakubuwana XII (Bahasa Jawa: Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Hanacaraka: ꦯꦩ꧀ꦥꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦲꦶꦁꦏꦁꦯꦶꦤꦸꦲꦸꦤ꧀ꦑꦁꦗꦼꦁꦯꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀ꦦꦏꦸꦧꦸꦮꦤ XII) 14 April 1925 – 11 Juni 2004, adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah paling lama, yaitu selama 59 tahun, tepatnya mulai tahun 1945 hingga 2004.
Sri Susuhunan Pakubuwana XII | |||||
---|---|---|---|---|---|
Berkas:PakubuwonoXII.jpg | |||||
Susuhunan Surakarta | |||||
Berkuasa | 11 Juni 1945 – 11 Juni 2004 | ||||
Pendahulu | Pakubuwana XI | ||||
Penerus | Pakubuwana XIII | ||||
Gubernur Militer Jepang | Shigeichi Yamamoto | ||||
Presiden | Soekarno Soeharto B.J Habibie Abdurrahman Wahid Megawati Soekarnoputri | ||||
Kepala Daerah Istimewa Surakarta | |||||
Berkuasa | 1945 – 1946 | ||||
Pendahulu | Tidak ada, jabatan baru | ||||
Pengganti | Tidak ada, jabatan dihapus | ||||
Presiden | Soekarno | ||||
Kelahiran | Surakarta, Hindia Belanda | 14 April 1925||||
Kematian | 11 Juni 2004 Surakarta, Indonesia | (umur 79)||||
Pasangan | KRAy. Mandayaningrum KRAy. Rogasmara KRAy. Pradapaningrum KRAy. Kusumaningrum KRAy. Retnadiningrum KRAy. Pujaningrum | ||||
| |||||
Wangsa | Wangsa Mataram | ||||
Ayah | Susuhunan Pakubuwana XI | ||||
Ibu | GKR. Pakubuwana | ||||
Agama | Islam |
Awal Kehidupan
Nama aslinya adalah Raden Mas Surya Guritna (Bahasa Jawa: Raden Mas Suryo Guritno, Hanacaraka: ꦫꦢꦺꦤ꧀ꦩꦱ꧀ꦯꦸꦂꦪꦓꦫꦶꦠ꧀ꦤ), putra Pakubuwana XI yang lahir dari permaisuri KRAy. Koespariyah (bergelar GKR. Pakubuwana) pada tanggal 14 April 1925. Ia juga memiliki seorang saudara perempuan seibu bernama GRAy. Koes Sapariyam (bergelar GKR. Kedaton).
Surya Guritna pada masa kecilnya pernah bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) Pasar Legi, Surakarta. Oleh teman-temannya, Surya Guritna sering dipanggil dengan nama Bobby. Di sekolah yang sama ini pula beberapa pamannya, putra Pakubuwana X yang sebaya dengannya menempuh pendidikan. Surya Guritna termasuk murid yang mudah bergaul dan hubungannya dengan teman-teman berlangsung akrab, bahkan ketika di sekolah pun ia bergaul tanpa memandang status sosial yang disandangnya. Waktu kecil ia gemar mempelajari tari-tarian klasik, dan yang paling digemari adalah Tari Handaga dan Tari Garuda. Ia juga pemuda yang gemar mengaji pada Bapak Pradjawijata dan Bapak Tjandrawijata dari Mambaul Ulum. Kegemarannya yang lain adalah olahraga panahan. Mulai tahun 1938 Surya Guritna terpaksa berhenti sekolah cukup lama, sekitar lima bulan, karena harus mengikuti ayahandanya yang memperoleh mandat mewakili kakeknya, Pakubuwana X, pergi ke Belanda bersama raja-raja di Hindia Belanda saat itu untuk menghadiri undangan perayaan peringatan 40 tahun kenaikan tahta Ratu Wilhelmina.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS Bandung, sekarang ditempati SMA Negeri 3 Bandung dan SMA Negeri 5 Bandung) bersama beberapa pamannya. Baru dua setengah tahun ia belajar, pecah Perang Pasifik, dan waktu itu bala tentara Jepang menang melawan sekutu dan Hindia Belanda pun jatuh ke tangan Jepang.
Pakubuwana XI memintanya pulang dari Bandung ke Surakarta. Kemudian, ia harus menerima kenyataan menyedihkan lantaran pada Sabtu, 1 Juni 1945, Pakubuwana XI wafat. Berdasarkan tradisi maka KGPH. Mangkubumi, putra sulung Pakubuwana XI, sesungguhnya yang paling berhak meneruskan tahta. Namun peluang itu tertutup setelah ibundanya, GKR. Kencana (istri pertama Pakubuwana XI), telah mendahului wafat pada tahun 1910 sehingga tidak berkesempatan diangkat sebagai permaisuri tatkala suaminya mewarisi tahta kerajaan. Maka terbukalah peluang untuk Surya Guritna bisa menggantikan Pakubuwana XI sekalipun berumur paling muda.
Teka-teki itu kian terkuak waktu jenazah Pakubuwana XI dimakamkan di Astana Imogiri, Surya Guritna tidak terlihat hadir di pemakaman. Sebelum naik tahta sebagai raja, Surya Guritna diangkat sebagai putra mahkota dengan gelar KGPH. Purbaya (Bahasa Jawa: Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Purboyo). Terlepas setuju atau tidak, keluarga keraton harus mulai bisa menerima pertanda itu, sebab berdasarkan kepercayaan adat keraton, bakal raja dipantangkan datang ke pemakaman. Namun versi lain menyebutkan, pengangkatan Surya Guritna itu berkaitan erat dengan peran yang dimainkan Presiden Soekarno. Pakubuwana XII dipilih karena masih muda dan mampu mengikuti perkembangan serta tahan terhadap situasi. Meski raja baru telah disepakati, tetapi bukan berarti seluruh persoalan terselesaikan. Rencana penobatan Surya Guritna itu sempat mendapat tentangan keras dari Kooti Jimu Kyoku Tyokan, Pemerintah Gubernur Jepang. Jepang menyatakan tidak berani menjamin keselamatan calon raja.
Riwayat Pemerintahan
Masa Revolusi Fisik
Raden Mas Surya Guritna naik takhta sebagai Pakubuwana XII pada tanggal 11 Juni 1945. Awal pemerintahan Pakubuwana XII hampir bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia. Karena masih berusia sangat muda, dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, ia seringkali didampingi ibunya, GKR. Pakubuwana, yang dikenal dengan julukan Ibu Ageng. Pakubuwana XII dijuluki Sinuhun Hamardika karena merupakan Susuhunan Surakarta pertama yang memerintah pada era kemerdekaan.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, pada 1 September 1945 Pakubuwana XII bersama Mangkunegara VIII, secara terpisah mengeluarkan dekret (maklumat) resmi kerajaan yang berisi pernyataan ucapan selamat dan dukungan terhadap Republik Indonesia, empat hari sebelum maklumat Hamengkubuwana IX dan Pakualam VIII. Lima hari kemudian, 6 September 1945, Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran mendapat Piagam Penetapan Daerah Istimewa dari Presiden Soekarno.
Selama revolusi fisik Pakubuwana XII memperoleh pangkat militer kehormatan (tituler) Letnan Jenderal dari Presiden Soekarno. Kedudukannya itu menjadikan ia sering diajak mendampingi Presiden Soekarno meninjau ke beberapa medan pertempuran. Tanggal 12-13 Oktober 1945, Pakubuwana XII sendiri bahkan ikut serta menyerbu markas Kenpetai di Kemlayan. Ia juga berkenan ikut melakukan penyerbuan ke markas Kenpetai di Timuran. Sewaktu melakukan penyerbuan ke markas Kido Butai di daerah Mangkubumen, Pakubuwana XII juga menyempatkan berangkat bersama anggota KNI dan berhasil kembali dengan selamat.
Belanda yang tidak merelakan kemerdekaan Indonesia berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan Januari 1946 ibu kota Indonesia terpaksa pindah ke Yogyakarta karena Jakarta jatuh ke tangan Belanda. Pemerintahan Indonesia saat itu dipegang oleh Sutan Syahrir sebagai perdana menteri, selain Presiden Soekarno selaku kepala negara. Sebagaimana umumnya pemerintahan suatu negara, muncul golongan oposisi yang tidak mendukung sistem pemerintahan Perdana Menteri Sutan Syahrir, misalnya kelompok Jenderal Sudirman.
Karena Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan, secara otomatis Surakarta yang merupakan saingan lama menjadi pusat oposisi. Kaum radikal bernama Barisan Banteng yang dipimpin Dr. Muwardi dengan berani menculik Pakubuwana XII dan Sutan Syahrir sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Indonesia.
Barisan Banteng berhasil menguasai Surakarta sedangkan pemerintah Indonesia tidak menumpasnya karena pembelaan Jenderal Sudirman. Bahkan, Jenderal Sudirman juga berhasil mendesak pemerintah sehingga mencabut status daerah istimewa yang disandang Surakarta. Sejak tanggal 1 Juni 1946 Kasunanan Surakarta hanya berstatus karesidenan yang menjadi bagian wilayah provinsi Jawa Tengah. Pemerintahan dipegang oleh kaum sipil, sedangkan kedudukan Pakubuwana XII hanya sebagai simbol saja.
Era Kemerdekaan
Pada awal pemerintahannya, Pakubuwana XII dinilai gagal mengambil peran penting dan memanfaatkan situasi politik Republik Indonesia, sehingga pamornya di mata rakyat kalah dibanding Hamengkubuwana IX di Yogyakarta.
Sebenarnya Pakubuwana XII sudah berusaha untuk mengembalikan status Daerah Istimewa Surakarta. Pada 15 Januari 1952 Pakubuwana XII pernah memberi penjelasan tentang Wilayah Swapraja Surakarta secara panjang lebar pada Dewan Menteri di Jakarta, dalam kesempatan ini ia menjelaskan bahwa Pemerintah Swapraja tidak mampu mengatasi gejolak dan rongrongan yang disertai ancaman bersenjata, sementara Pemerintah Swapraja sendiri tidak mempunyai alat kekuasaan. Namun usaha itu tersendat-sendat karena tak kunjung menemui titik temu. Pada tahun 1954, akhirnya Pakubuwana XII sendiri memutuskan untuk meninggalkan keraton guna menempuh pendidikan di Jakarta. Ia menunjuk KGPH. Kusumayuda sebagai wakil sementara di keraton.
Pada masa pemerintahannya, terjadi dua kali musibah yang melanda Keraton Surakarta. Pada tanggal 19 November 1954, bangunan tertinggi di kompleks keraton, yaitu Panggung Sangga Buwana, mengalami kebakaran yang menghancurkan sebagian besar bangunan termasuk atap dan hiasan di puncak bangunan. Selanjutnya pada tanggal 31 Januari 1985, di malam Jumat Wage, kompleks inti keraton terbakar pada pukul 21.00 WIB. Kebakaran terjadi di bangunan Sasana Parasdya, Sasana Sewaka, Sasana Handrawina, Dalem Ageng Prabasuyasa, Dayinta, dan Paningrat. Seluruh bangunan termasuk segala isi dan perabotannya tersebut musnah dilalap api.
Akhirnya, pada tanggal 5 Februari 1985, Pakubuwana XII melapor kepada Presiden Soeharto atas musibah yang melanda Keraton Surakarta. Presiden Soeharto pun menindaklanjuti dengan membentuk Panitia 13 guna mengemban tugas untuk melaksanakan rehabilitasi keraton. KRT. Harjonagoro, budayawan nasional sekaligus sahabat Pakubuwana XII, termasuk dalam jajaran Panitia 13 ini. Keraton Surakarta berhasil pulih setelah mendapat dana 4 milyar rupiah dari pemerintah pusat, dan pembangunan kembali kompleks inti keraton dapat diselesaikan dan diresmikan pada tahun 1987.
Pada 26 September 1995, lima puluh tahun setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan SK No. 70/SKEP/IX/1995, Pakubuwana XII mendapat pemberian Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan '45 dari pemerintah pusat. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada Pakubuwana XII yang pada masa awal kemerdekaan merupakan raja pertama di Indonesia yang menyatakan setia dan berdiri di belakang pemerintah republik. Pakubuwana XII juga secara sukarela menyumbangkan sebagian kekayaan pribadinya maupun kekayaan Keraton Surakarta kepada pemerintah pusat saat itu.
Meskipun pada awal pemerintahannya Pakubuwana XII dapat dikatakan gagal secara politik, tetapi Pakubuwana XII tetap menjadi sosok figur pelindung kebudayaan Jawa. Pada zaman reformasi, para tokoh nasional, seperti Presiden Abdurrahman Wahid, tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah Jawa.
Pada pertengahan tahun 2004, Pakubuwana XII mengalami koma dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Panti Kosala Dr. Oen Surakarta. Akhirnya pada tanggal 11 Juni 2004, Pakubuwana XII dinyatakan wafat. Wafatnya Pakubuwana XII bersamaan dengan keramaian kampanye Pemilihan Umum Presiden di Surakarta. Sepeninggalnya sempat terjadi perebutan tahta antara KGPH. Hangabehi dangan KGPH. Tejowulan, yang masing-masing menyatakan diri sebagai Pakubuwana XIII.
Silsilah
- Anak laki-laki pertama dari Susuhunan Pakubuwana XI dan permaisuri GKR. Pakubuwana, atau anak terakhir dari kesebelas putra-putri Susuhunan Pakubuwana XI.
- Memiliki enam istri:
- KRAy. Mandayaningrum
- KRAy. Rogasmara
- KRAy. Pradapaningrum gelar Kanjeng Ratu Ageng
- KRAy. Kusumaningrum
- KRAy. Retnadiningrum
- KRAy. Pujaningrum
- Memiliki lima belas putra dan dua puluh putri:
- GKR. Alit
- KGPH. Hangabehi (naik tahta sebagai Susuhunan Pakubuwana XIII)
- KGPH. Hadi Prabowo
- GKR. Galuh Kencono (almh.)
- KGPH. Puspo Hadikusumo
- GRAy. Koes Rahmaniyah
- GRAy. Koes Saparniyah
- GRAy. Koes Handariyah
- GRAy. Koes Kristiyah
- GRAy. Koes Sapardiyah
- GRAy. Koes Raspiyah
- KGPH. Kusumoyudo
- GRAy. Koes Sutriyah (almh.)
- GRAy. Koes Isbandiyah
- KGPH. Tejowulan
- KGPH. Puger
- GRAy. Koes Partinah
- GPH. Dipo Kusumo
- GRM. Suryo Saroso
- KGPH. Benowo
- GRAy. Koes Niyah
- GPH. Noto Kusumo
- GPH. Madu Kusumo
- GPH. Wijoyo Sudarsono
- GRAy. Koes Murtiyah
- GRAy. Koes Sabandiyah
- GRAy. Koes Triniyah
- GRAy. Koes Indriyah
- GPH. Suryo Wicaksono
- GPH. Cahyaningrat
- GRAy. Koes Suwiyah
- GRAy. Koes Ismaniyah
- GRAy. Koes Samsiyah
- GRAy. Koes Saparsiyah
- GPH. Suryo Mataram
Penghargaan Militer
- Pangkat Letnan Jenderal Tituler pada 1 November 1945
- Satyalencana Perang Kemerdekaan I pada 17 Agustus 1958
- Satyalencana Perang Kemerdekaan II pada 17 Agustus 1958
- Penghargaan atas Darma Bakti Pembinaan Angkatan Perang RI yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada 5 Oktober 1958
- Tanda Jasa Pahlawan dalam Perjuangan Gerilya Membela Kemerdekaan yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada 10 November 1958
- Mendapat Kartu Tanda Veteran Perjuangan RI pada 8 Juni 1968
Kepustakaan
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Pranala luar
- (Indonesia) Biografi Sri Susuhunan Pakubuwono XII (1925-2004) [1]
Lihat Pula
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jabatan Baru |
Kepala Daerah Istimewa Surakarta 1945–1946 |
Diteruskan oleh: Jabatan Dihapus |
Gelar kebangsawanan | ||
Didahului oleh: Pakubuwana XI |
Susuhunan Surakarta 1945–2004 |
Diteruskan oleh: Pakubuwana XIII |
|}