Penyakit Jembrana

Penyakit menular pada sapi
Revisi sejak 25 Januari 2020 13.36 oleh RianHS (bicara | kontrib)

Penyakit jembrana adalah penyakit hewan menular pada sapi yang disebabkan oleh virus jembrana. Penyakit ini bersifat akut dan menimbulkan tanda klinis yang jelas pada sapi bali (Bos javanicus domesticus), sedangkan pada jenis sapi lainnya hanya bersifat subklinis dan tidak menunjukkan tanda klinis yang nyata.[1][2] Penyakit jembrana pertama kali ditemukan di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali pada tahun 1964,[3] dan kini telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia.

Penyakit jembrana
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksius
PenyebabVirus jembrana
Aspek klinis
Gejala dan tandaDemam, stomatitis, pembesaran kelenjar getah bening, keringat darah
Tata laksana
PencegahanPemberian vaksin

Hewan peka

Spesies rentan bagi virus jembrana hanyalah sapi bali, baik jantan maupun betina.[2] Sapi termuda yang terinfeksi berumur 4 minggu dan tertua berumur 9 tahun.[4] Sapi yang bertahan hidup akan menjadi pembawa virus selama minimum 2 tahun setelah pulih dari kasus klinis, tetapi perannya dalam penularan penyakit tidak diketahui.[1][5]

Melalui infeksi buatan, sapi ongole (Bos indicus), sapi friesian holstein (Bos taurus), kerbau (Bubalus bubalis), dan babi mengalami demam ringan setelah diinokulasi virus jembrana, tetapi tidak ada tanda klinis lain yang nyata.[1] Meskipun tidak menunjukkan tanda klinis yang jelas, kerbau, babi, kambing, dan domba mampu membawa virus jembrana hingga enam bulan.[2]

Cara penularan

Penularan terjadi melalui kontak langsung antara hewan terinfeksi dan hewan sehat. Selain itu, penularan juga terjadi serta secara tidak langsung melalui perantara vektor mekanis berupa serangga seperti lalat Tabanus rubidus dan jarum suntik.[6][7] Pada fase akut, partikel virus dapat dideteksi di air liur dan susu sapi.[5] Pada fase ini, titer virus jembrana dalam darah mencapai 108 ID50/ml (setara dengan 1010 hingga 1011 kopi genom virus/ml plasma)[8] dan akan turun hingga 101 ID50/ml pada 60 hari setelah pulih dari penyakit akut.[5] Sapi menjadi tertular melalui rute mulut (oral) dan hidung (intranasal), serta melalui lapisan mukosa pada konjungtiva.[5] Secara eksperimental, penularan penyakit dari sapi terinfeksi ke sapi peka terjadi ketika sapi-sapi tersebut ditempatkan pada ruangan yang sama.[5]

Tanda klinis

Masa inkubasi penyakit pada infeksi alami sulit diketahui, tetapi pada infeksi buatan masa inkubasinya berkisar antara 4-12 hari.[9][10] Sapi bisa mati mendadak tanpa tanda klinis yang dapat diamati pada kasus akut, terutama pada periode awal wabah.[10] Tanda klinis yang muncul secara konsisten yaitu demam tinggi dan pembesaran kelenjar getah bening.[11] Pembesaran ini terlihat jelas pada hari ke-5 hingga ke-7 di daerah bahu (preskapularis), depan lutut (prefemoralis), dan bawah telinga (parotis).[10][11] Diare berdarah dapat ditemukan beberapa hari setelah demam dan/atau menjelang kematian.[10]

Tanda klinis lain yang terlihat yaitu bercak darah pada kulit (keringat darah atau hemohidrosis) di daerah punggung, paha bagian dalam, perut, kaki, dan skrotum.[10][11] Keringat darah ini terjadi akibat gigitan serangga dan tidak teramati pada infeksi buatan karena hewan ditempatkan pada kandang bebas serangga.[11] Erosi membran mukosa dapat terjadi di vagina dan di bagian mulut seperti lidah, bibir bawah, dan gusi yang akan mengakibatkan peningkatan air liur (hipersalivasi).[11] Membran mukosa mulut, mata, dan alat kelamin juga bisa menjadi pucat. [10] Hewan yang bunting dapat mengalami keguguran yang terjadi pada semua masa kebuntingan.[11]

Catatan kaki

Daftar pustaka

Buku

Jurnal