Perkeretaapian Indonesia pada masa pendudukan Jepang

Beberapa saat setelah berkuasanya Jepang di Indonesia, muncullah kebijakan baru yang menjadikan militer masuk dalam struktur pemerintahan. Ketika itu, Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua wilayah kekuasaan. Dua wilayah ini adalah zona barat dan zona timur. Wilayah zona barat dikuasai oleh angkatan darat Jepang dalam hal ini angkatan ke-25, dan angkatan ke-16 yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Sedangkan zona timur dikuasai oleh angkatan laut Jepang dalam hal ini oleh angkatan ke-3 yang meliputi Kalimantan, Papua, Maluku, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.[1]

Dengan berubahnya kebijakan pemerintahan, maka kebijakan pemerintah mengenai perkeretaapian juga turut berubah. Pengelolaan perkeretaapian di Pulau Sumatera dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Sumatera Selatan (Nanbu Sumatora Tetsudo), Sumatera Barat (Seibu Sumatora Tetsudo), dan Sumatera Utara (Kiata Sumatora Tetsudo). Ketiga wilayah operasi perkeretaapian tersebut pengelolaannya disatukan dengan perkeretaapian di Singapura.

Sedangkan untuk perkeretaapian di Pulau Jawa, pengelolaannya sendiri berada dibawah Rikuyu Sokyoku. Rikuyu Sokyoku sendiri adalah sebuah biro transportasi darat sipil bentukan Jepang yang bertugas mengelola transportasi darat sipil di Pulau Jawa. Sesuai dengan tugasnya, biro ini tidak hanya mengurus kereta api tetapi juga transportasi darat sipil lainnya, seperti dokar, truk, bus, mobil, cikar dsb. Meski begitu Rikuyu Sokyoku tetap berada dibawah koordinasi dinas militer.[1]

Dengan demikian, pengelolaan kereta api di Pulau Sumatera pada masa pendudukan Jepang tidak berkaitan sama sekali dengan perkeretaapian di Pulau Jawa dan Pulau Madura.[1]


Rikuyu Sokyoku
Ikhtisar
Kantor pusatKota Bandung, Jawa Barat
LokalJawa
Tanggal beroperasi1942–1944
PenerusTetsudo Kyoku
Kereta Api Indonesia
Teknis
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
1.435 mm (4 ft 8+12 in)
Panjang jalur? kilometer

Rikuyu Sokyoku adalah sebuah biro yang mengurus jalannya transportasi darat di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Biro ini didirikan pada 1 Juni 1942 dan bertanggung jawab atas segala macam transportasi darat non-militer di Indonesia. Ketika itu biro ini memiliki kantor pusat yang berlokasi di Bandung.

Pada awal pendiriannya, Rikuyu Sokyoku dihadapkan pada permasalahan serius yang harus segera ditangani. Adapun permasalahan yang dihadapi yaitu, Rikuyu Sokyoku menerima laporan dari Gunseikanbu bahwa terdapat 46 jembatan kereta api, beberapa bangunan stasiun dan bengkel kereta api yang telah dihancurkan Belanda. Serta ada sabotase di beberapa jalur kereta api yang menuju pelabuhan, seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Cilacap yang sebagian besar turut dihancurkan. Akhirnya, mau tidak mau Rikuyu Sokyoku harus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana perkeretaapian yang mengalami kerusakan tersebut.













Staatstramwegen in Tapanoeli
Ikhtisar
Kantor pusat  Tapanuli, Hindia Belanda
LokalKota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan
Tanggal beroperasi?–?

Staatstramwegen in Tapanoeli adalah perusahaan trem uap yang juga merupakan divisi dari Staatsspoorwegen yang mengeksploitasi dan menginisiasi pembangunan jalur trem di wilayah Keresidenan Tapanuli.

Sejarah

Berkas:Boekoe Peringatan dari Staatsspoor-en Tramwegen di Hindia-Belanda 1875-1925.pdf
Master plan jalur kereta api Trans Sumatera versi Staatsspoorwegen.

Dengan merujuk pada buku Korte Geschiedenis der Nederlandsch-Indische Spoor- en Tramwegen karya Steven Anne Reitsma, pada tahun 1897, G.P.J. Caspersz mengajukan hak konsesi pembangunan jalur trem uap di wilayah Keresidenan Tapanuli. Ketika itu, beliau ingin membangun jalur trem uap dari Sibolga sampai dengan Garoga dengan lebar sepur 700 mm (2 ft 3+916 in). Permintaannya pun dikabulkan pemerintah Hindia-Belanda saat itu dengan diterbitkannya keputusan pemerintah tertanggal 14 April 1899. Meskipun konsesi telah diberikan, realitanya pembangunan jalur trem uap Sibolga–Garoga tak pernah digarap olehnya selaku inisiator.[2]

Pada tahun 1911, rencana pembangunan trem uap kembali mencuat. Ketika itu, Tuan Ruys mengajukan proposal rencana prioritas pembangunan trem uap di wilayah Keresidenan Tapanuli kepada Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Setelah bernegosiasi, rencana pengembangan trem uap akhirnya dipertimbangkan dengan solusi dibentuknya perusahaan gabungan yang mengelolanya. Steven Anne Reitsma juga menyebutkan bahwasanya perusahaan dibentuk bernama Staatstramwegen in Tapanoeli. Selanjutnya pada tahun 1919, disusunlah rancangan anggaran yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan jalur trem uap di Tapanuli.[2][3]

Setelah dibentuk, Staatstramwegen in Tapanoeli ketika itu hendak membangun jalur trem trem uap yang menghubungkan Sibolga–Batang Toru–Padang Sidempuan. Di awal tahun 1920, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda menerbitkan keputusan 28 Februari 1920 Ind. stbl No. 150 guna memperlancar proses pembangunan jalur trem uap. Namun, karena kekurangan dana akibat Depresi besar proses konstruksi jalur trem uap tersebut ditunda untuk sementara waktu. Dan pada tahun 1927, secara definitif Staatsspoorwegen menghentikan seluruh konstruksi Staatstramwegen in Tapanoeli.[2]

Nama Staatstramwegen in Tapanoeli dan rencana jalur trem uap yang diprogramkannya pun sirna. Dan praktis saja Staatstramwegen in Tapanoeli menjadi satu-satunya perusahaan perkeretaapian di Hindia-Belanda yang tidak pernah mengoperasikan satu pun jalur kereta apinya.

Referensi