Lancaran (kapal)
Lancaran adalah jenis kapal yang digunakan di Nusantara. Meskipun dalam bentuknya mirip dengan galai Mediterania, lancaran adalah tulang punggung armada regional sebelum pengaruh Mediterania datang.[1]
Etimologi
Kata lancaran berasal dari kata Melayu "lancar", yang berarti "cepat", "laju", "tidak tersendat", dan "kecepatan tanpa susah payah". Jadi kata lancaran bisa diartikan sebagai "perahu yang laju (lancar) jalannya".[2]
Deskripsi
Lancaran adalah kapal yang cepat, yang digerakkan dengan dayung dan layar dengan dua kemudi di sisi buritan. Lancaran lebih tinggi dari galai tapi sama panjangnya.[3] Ia memiliki satu, dua, atau tiga tiang dengan layar jung atau layar tanja (layar persegi yang miring). Lancaran dapat membawa 150-200 kru. Dapat dilengkapi dengan beberapa lela (meriam sedang setara dengan culverin) dan meriam putar dari jenis cetbang dan rentaka. Fitur yang membedakan dari galai adalah adanya panggung tempur yang disebut balai, di mana prajurit laut Asia Tenggara biasanya berdiri dan melakukan tindakan boarding (melompat ke kapal musuh).[1] Lancaran niaga mempunyai daya angkut 150 ton. Lancaran Sunda memiliki tiang layar yang unik berbentuk seperti derek, dengan tangga disetiapnya agar mudah dinaiki.[4]
Peran
Lancaran digunakan sebagai kapal perang dan kapal niaga. Kerajaan Singapura dan Sungai Raya masing-masing memiliki 100 buah lancaran bertiang tiga.[5] Pada serangan Kesultanan Demak ke portugis di Malaka pada tahun 1513, lancaran digunakan sebagai angkutan pasukan bersenjata untuk mendarat ke pantai bersama penjajap dan kelulus, karena jung Jawa terlalu besar untuk mendekati pantai.[6] Lancaran adalah jenis kapal lain yang dihitungnya setiap sampai pada suatu pelabuhan setelah kapal jung dan penjajap.[4]
Lancaran kerajaan dari Lingga dikatakan membawa 200 orang dan seukuran galias besar (yaitu lebih besar dari galai biasa). Lancaran biasa dari Pasai dikatakan membawa 150 orang, dan berada di bawah komando kapten Jawa. Yang besar dengan 300 kru dikatakan merupakan kapal milik Jawa. Pada tahun 1520-an ada lancaran-lancaran kecil dari Bintan dan Pahang, dengan kru 50-60 orang, dipersenjatai 1 buah cetbang, tetapi memiliki panah, tombak dan galah kayu. Nicolau Pereira saat penyerbuan Malaka oleh Aceh tahun 1568 mengatakan bahwa di Aceh kapal yang ada merupakan lancaran. Ia memiliki dua baris pendayung dan sama panjang dengan galai.[7] Sebuah karya anonim yang menggambarkan pengepungan tahun 1568 menunjukkan sebuah kapal dengan kemudi samping ganda dan 3 tiang, bersesuaian dengan "lancaran bertiang tiga" yang disebut dalam teks-teks Melayu.[1]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c Reid, Anthony (2012). Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 150–151. ISBN 978-981-4311-96-0.
- ^ Collins English Dictionary, Second Edition, Collins (London & Glasgow), 1986, p. 868, ISBN 0 00 433135-4.
- ^ Roy, Kaushik (2014). Military Transition in Early Modern Asia, 1400-1750: Cavalry, Guns, Government and Ships. A&C Black. hlm. 156. ISBN 1780938136.
- ^ a b Pires, Tome. Suma Oriental. London: The Hakluyt Society.
- ^ Sejarah Melayu, 14.9: 126-127.
- ^ Winstedt, Sir Richard (1962). A History of Malaya. Marican.
- ^ Wicki, Joseph (1971). Lista de moedas, pesos e embarcacoes do Oriente, composta por Nicolau Pereira S.J por 1582. hlm. 137.