Ini adalah halaman proyek yang memenuhi kriteria penghapusan cepat karena tidak diperbaiki atau duplikasi.Untuk kriteria penghapusan, lihat KPC. Jika tidak dirapikan, artikel ini akan dihapus. Lihat KPC A10.%5B%5BWP%3ACSD%23A10%7CA10%5D%5D%3A+Artikel+yang+sudah+jatuh+tempo+perbaikan+atau+terjadi+duplikasi+-.A10
Jika halaman proyek ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa halaman proyek ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
{{subst:nn-warn-reason|Wikipedia:Draf/Dhimas Anugrah|header=1|tidak diperbaiki atau duplikasi}} ~~~~
pada halaman pembicaraan pembuat/pengunggah.
Catatan untuk pembuat halaman: Anda belum membuat atau menyunting halaman pembicaraan. Jika Anda mengajukan keberatan atas penghapusan, mengeklik tombol di atas akan membawa Anda untuk meninggalkan pesan untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman ini dihapus. Jika Anda sudah ke halaman pembicaraannya, tetapi pesan ini masih muncul, coba hapus singgahan (cache).
Michael Dhimas Anugrah (Lahir di Surabaya, 5 September 1981), biasa dipanggil Micky, adalah rohaniwan dan intelektual muda Indonesia. Latar belakangnya adalah sebagai seorang pemikir filsafat-sosial sekaligus sebagai pengajar teologi. Ia tergabung dalam Oxford Center for Religion and Public Life, Inggris, sejak 2017.
Pada Oktober 2018 setelah mempresentasikan proposal riset sosio-teologinya di Stellenbosch Universiteit, Afrika Selatan, ia tiba di Surabaya dan berkampanye blusukan sebagai calon legislatif DPR RI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pada Pemilu 2019 PSI gagal meraih ambang batas parlementer 4 persen, sehingga partai itu tidak bisa menempatkan kader-kader terbaiknya di DPR RI.
Dhimas juga dikenal sebagai pembicara seminar bertema politik, spiritualitas, maupun sosial.
Puluhan lagu telah ia ciptakan ketika menggawangi band The Faith (2003-2005) dan Heaven (2005 - sekarang). Lagu-lagunya yang terkenal di belantika musik indie antara lain: Jangan Sebut Namaku Lagi,Maafkanlah,Dia di Mana,Demi Cinta Kita,Kata Julia.
Dhimas mengecap buah pikir Soekarno, Abraham Kuyper, dan Will Durant. Pemikiran-pemikirannya menampakkan jejak tiga pemikir ulung abad 20 itu. Saat ini Dhimas juga menjabat sebagai Penasihat di beberapa lembaga konsultan politik. Pada 2012 hingga Maret 2019 Dhimas mengabdi sebagai Pembina Kaum Muda di Bread of Life Church, Jakarta.
"Here is our challenge: Do we have a moral duty to comply with the authority of human government? How can we make sure that we are not giving to the state something that belongs only to God—and to God what He has entrusted to Caesar?" adalah kutipan yang ia pakai sebagai dasar berkarya bagi negara dan umat-Nya.
Ayah Dhimas adalah seorang Penasihat Hukum bernama A. J. Harsoyo (meninggal April 2015 di Surabaya), dan Ibunya seorang enterpreneur, N. E. Lestari. Keduanya berasal dari keturunan ningrat Jawa. Kakek Dhimas, Raden Mas Soenjoto (meninggal 1979) berpesan agar putra-putrinya tidak menyematkan gelar Raden Mas atau Raden Rara/Ayu di depan nama mereka. Dan itu berlaku juga bagi cucu-cucunya. R. M. Soenjoto beranggapan hakikat dan martabat semua orang di mata Tuhan adalah sama, dan praktik primordialisme di tanah Jawa perlu diminimalisir. Dua kakek Dhimas, baik dari pihak ayah maupun ibu adalah tentara yang tergabung dalam Angkatan Darat dan turut terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Pada waktu menikah tahun 1979 kedua orang tua Dhimas beragama Islam. Tetapi setelah empat tahun pernikahan ibunya berpindah keyakinan menjadi Katolik. Dhimas dan kakak perempuannya, D. Mutiara, diasuh dan dibesarkan dalam tradisi Katolik oleh ibunya.
Awal Karir
Dhimas menamatkan Sekolah Dasar di SDN Kebraon I Surabaya, lalu melanjutkan di SMPK Angelus Custos II Surabaya dan SMPK St. Mikail Balikpapan, hingga tamat SLTA di kota yang sama. Setelah itu ia kembali ke Surabaya dan kuliah di sana. Ia punya minat kuat pada studi Hubungan Internasional. Ia diterima di Universitas Airlangga pada Fakultas Hukum, namun ia tidak mendaftarkan ulang dirinya karena merasa tidak ingin memiliki disiplin ilmu yang sama dengan ayahnya. Akhirnya ia melanglang-buana dan berkarya di bidang musik. Pada usia 21 tahun ia sudah menerima pendapatan bersih 7,5 juta rupiah per bulan ketika UMR di Surabaya masih sekitar 500 ribuan.
Pada tahun 2002 Dhimas mulai bekerja di dunia musik. Keahliannya di bidang musik membawanya masuk lebih jauh ke dunia industri rekaman. Pada tahun 2003 ia bersama Artresye Novliana (Tesa Idol/vocal), Hendry Richie (gitar), Elyusta Eferdian (bass), Felix Nixon (drum), dan Febrina (vocal) membentuk band The Faith. Band ini sempat masuk di final Yamaha Music Festival di Surabaya walau tak meraih Juara I. Pada tahun 2004 The Faith memenangkan Juara Pertama festival band rohani se-Jawa Timur, tetapi karena kesibukan masing-masing anggota band, The Faith membubarkan diri sekitar bulan Juni tahun 2005.
Pada 18 Agustus 2005, Dhimas bersama Evan (vocal), Oscar (gitar), Billy (drum), dan Rio (bass) membentuk band Heaven. Awal berdirinya karena mereka secara tak sengaja bermain band bersama (nge-jam) di acara perayaan Kemerdekaan RI di rumah Putu, di dekat Gelora Pancasila Surabaya (16 Agustus 2005). Setelah nge-jam yang tak sengaja itu Dhimas mengusulkan agar mereka berlima membentuk band. 18 Agustus di samping pasar Krembangan Surabaya, disaksikan Ventje Lattupeirissa (ayah Rio dan Billy) mereka membentuk band Heaven. Mereka membuat kesepakatan, antara lain para anggota Heaven dilarang mengonsumsi narkoba.
Pada tahun 2007 Oscar mengundurkan diri dari band. Posisi gitaris sementara diisi Monotte. Ia sempat mengisi lagu berjudul Dua Hari, satu-satunya lagu yang ia rekam bersama Heaven. Pada tahun yang sama Jusac Natalino, gitaris muda, kawan Billy, bergabung dengan Heaven. Gitaris yang punya skill di atas rata-rata itu bersama Heaven merekam sepuluh lagu di studio Musicallo, Jl. Karang Wismo, Surabaya, lalu di-mixing dan di-mastering di Studio 8, Ciumbuleuit, Bandung. Lagu-lagu Heaven menghiasi tangga-tangga nada lagu indie di berbagai radio pada sejak tahun 2007-2009. Dua belas bulan berikutnya Billy tak bisa aktif lagi di Heaven karena kesibukannya bekerja pada artis sinetron. Posisinya diisi oleh Karel William sebagai session player di Heaven. Periode 2005-2011 Heaven telah puluhan kali menerima undangan dan tampil di berbagai panggung, dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Heaven tampil terakhir kali tampil di sebuah SMA di Surabaya, hingga kini mereka tidak pernah tampil lagi walau band itu tidak bubar.
Di samping kegiatan sampingnya sebagai musisi band yang juga sebagai sarana penyaluran hobinya, Dhimas sejak tahun 2006 hingga 2012 bekerja penuh waktu di Music Line Indonesia, ia menempati posisi sebagai Managing Director selama tiga tahun sebelum akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan itu dan terlibat dalam pelayanan nirlaba di bidang kepemudaan. Keputusan ini ditentang oleh banyak kawannya, karena mereka menilai pelayanan gerejawi tidak bisa memberi keuntungan material kepada Dhimas seperti ketika ia di industri musik. Ia mundur di usia 30 tahun dan hingga kini aktif berkarya di dunia pelayanan.
Pandangan Politik
Dhimas memiliki pandangan yang dianggap unik mengenai politik, sosiologi, dan teologi. Ia dikenal dengan pemikiran integratif antara psikologi - teologi - filsafat dalam memandang banyak hal. Di dalam politik ia dikenal dengan pendekatannya yang disebut "Politik Damai," yaitu mempraktikkan seni politik tanpa menyerang pribadi kompetitor atau lawan politiknya. Dhimas melihat politik sebagai seni untuk meraih kekuasaan demi mengelolanya bagi sepenuhnya kepentingan masyarakat.
Dalam politik ia berpesan bahwa para politisi sudah selayaknya tidak menggunakan "black campaign" dalam menjalankan ikhtiar politiknya. Dhimas menentang hoaks, fitnah, dan negative campaign. Baginya, politik adalah seni yang bermuara pada memberi diri bagi kepentingan rakyat, bukan diri sendiri. Oleh sebab itu ia tak ragu memuji orang-orang yang tak sependapat dengan dia jika dirasa bahwa pendapat lawan debatnya itu memiliki argumen yang solid dan bisa dipertanggung-jawabkan.
Ia saat ini sedang mempersiapkan untuk memperkenalkan sebuah konsep "Menebus Politik." Dalam konsep itu ia berpijak pada anggapan bahwa banyak politisi telah menyimpang dari tujuan politik yang sesungguhnya, sehingga politik mendapat stigma "jahat" atau "kotor" dari khalayak luas.
Dhimas juga diketahui pernah tidak sependapat dengan strategi kampanye PSI yang sempat melontarkan tiga isu: poligami, Perda berbasis agama, dan partai nasionalis gadungan. Ia menilai isu yang dilemparkan PSI pada masa pra Pemilu 2019 itu kontra produktif bagi elektabilitas partai itu sendiri.
Walau demikian, sebagai politisi ia tak mendebat para koleganya di DPP PSI. Karena baginya keputusan dan kebijakan partai wajib dihormati serta diikuti oleh semua kader. Menurut orang-orang dekatnya, Dhimas dijuluki seorang politisi dengan semangat persahabatan. Seorang politisi muda dengan keramah-tamahan.
Minat Bahasan Seminar
Politik Beretika
Dialektika Politik dan Ketamakan
Teologi Politik
Golput dalam perspektif Etika
Revolusi Mental dan Transformasi Hati
Wawasan Dunia Integratif
Politik di Tengah Ambiguitas
Homoseksualitas dalam Alkitab: Suatu Respons terhadap Interpretasi Revisionis
Tinjauan Ekklesiologis terhadap Isu Homoseksualitas di Masyarakat