Undang-undang sapu jagat

Undang-undang sapu jagat atau undang-undang omnibus adalah istilah untuk menyebut undang-undang yang mengandung berbagai macam topik yang dimaksudkan untuk memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain yang sebelumnya dianggap bertentangan atau tumpang tindih. Konsep undang-undang itu umumnya jamak ditemukan dalam sistem hukum umum seperti Amerika Serikat, dan jarang ditemui dalam sistem hukum sipil seperti di Indonesia.[1][2] Karena ukuran dan cakupannya yang luas, perdebatan dan pengawasan terhadap peracangan undang-undang sapu jagat umumnya dibatasi. Dalam sejarahnya, undang-undang sapu jagat adakalanya digunakan untuk melahirkan amendemen yang kontroversial. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menilai undang-undang sapu jagat bertenangan dengan demokrasi.[3]

Contoh

Indonesia

Di Indonesia, beberapa undang-undang, karena luasnya cakupan peraturan yang dikandung, disebut sebagai undang-undang sapu jagat. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi pernah dijuluki sebagai undang-undang sapu jagat karena memiliki jangkauan yang terlalu luas.[4] Undang-undang Anti-Subversi saat Orde Baru juga dikenal masyarakat luas dan para pakar hukum sebagai undang-undang sapu jagat karena kemampuannya untuk menyapu dan menjerat berbagai macam kalangan yang bertentangan dengan kepentingan penguasa.[5][6]

Pada tahun 2020, pemerintahan Jokowi mewacanakan empat undang-undang sapu jagat untuk mendorong investasi di Indonesia, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi, RUU Kefarmasian, dan RUU Ibu Kota Negara. RUU Cipta Lapangan Kerja disebut akan memangkas dan menyederhanakan aturan dari 1244 pasal dari 79 UU terkait investasi. Pembahasan RUU ini terkesan ditutup-tutupi dan menuai kontroversi di tengah masyarakat.[2][7][8]

Catatan kaki

  1. ^ "Menggagas Undang-Undang Sapu Jagat". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  2. ^ a b "Omnibus Law, UU "Sapu Jagad" di Bidang Hukum | Indonesia Baik". indonesiabaik.id. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  3. ^ "Omnibus bills in Hill history". Lorne Gunter. Sun Media. 18 June 2012. Diakses tanggal 18 June 2013. 
  4. ^ Mustofa, Drs H. Wildan Suyuthi (2013-10-01). Kode Etik Hakim. Prenada Media. ISBN 978-602-7985-20-9. 
  5. ^ Pamungkas, Sri Bintang; Sri-Bintang, Ernalia (2000). Menggugat dakwaan subversi: Sri-Bintang Pamungkas di balik jeruji besi. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-349-8. 
  6. ^ Fatwa, Andi Mappetahang (1989). Demokrasi dan keyakinan beragama diadili: pembelaan Drs. H. A.M. Fatwa didepan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Desember 1985. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 
  7. ^ Liputan6.com (2020-01-21). "Plus Minus Regulasi Sapu Jagat Omnibus Law". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  8. ^ Umar, Ali (2020-01-27). "Salah Kaprah Undang-Undang Sapu Jagat". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-18.