Meulaboh

ibu kota Kabupaten Aceh Barat, Indonesia

Templat:Infobox dati II

Kota Meulaboh merupakan ibu kota dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 245 km tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatra. Meulaboh adalah kota kelahiran Pahlawan Nasional Teuku Umar Johan Pahlawan. Meulaboh merupakan salah satu area terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi Samudra Hindia 2004. Pekerjaan sebagian besar penduduknya mencerminkan kehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa.

Sejarah

 
Pantai Batu Putih di Meulaboh

Penamaan Meulaboh diduga kuat terkait dengan letaknya yang berdekatan dengan laut dan dapat dilaboh pukat ataupun melabuhkan kapal. H. M. Zaninuddin dalam buku Tarich Atjeh dan Nusantara mencatat, kawasan ini awalnya dikenal sebagai Negeri Pasir Karam.[1]

Menurut sebagian pendapat, Negeri Pasir Karam diperkirakan telah ada sejak abad ke-15 atau pada masa pemerintahan Sultan Sultan Saidil Mukamil (1588-1604).[1] Pada waktu itu mulai dibuka perkebunan merica, tetapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk memuat kemenyan dan kapur barus.[butuh rujukan]

Adapun penamaan Negeri Pasir Karam menjadi Meulaboh, sebagaimana yang dijelaskan Zainuddin dalam bukunya, terkait erat dengan kisah pendaratan sejumlah pendatang dari Minangkabau. Kata "Meulaboh" sendiri dalam Kamus Aceh-Indonesia yang disusun oleh Aboe Bakar, dkk berarti: "berlabuh" atau "tempat berlabuh".[2] Menurut pendapat versi ini, sejak itulah Negeri Pasi Karam lambat laun dikenal dengan nama Meulaboh, yaitu dikait-kaitkan dengan kisah pendaratan pendatang dari Minangkabau tersebut.[3]

Pada periode Kolonial Belanda, Meulaboh menjadi pusat administrasi dan sekaligus sebagai pusat perdagangan untuk Atjeh Westkust/ Westkust Van Atjeh. Masa kemerdekaan, Meulaboh menjadi salah satu wilayah administrasi yang dibentuk pada tahun 1946. Wilayah administratif kota Meulaboh sendiri yang meliputi perkampungan/desa: Pasar Aceh, Panggung, Kampung Belakang, Kampung Pasir, Kampung Suak Indrapuri. Administrasi kota ini langsung di bawah Bupati selaku kepala daerah TK II Aceh Barat.( Teuku Dadek dan Hermansyah, 2013: 81-82)

Sedangkan, wilayah administratif kabupaten Aceh Barat dibentuk pada tahun 1956, hal tersebut berdasarkan UU Darurat (Drt) Nomor 7 tahun 1956 tentang “Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Sumatra Utara” Pada UU ini wilayah Aceh Barat dimekarkan menjadi 2 Kabupaten yaitu: Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat dengan ibu kota Meulaboh terdiri dari 12 Kecamatan yaitu: Johan pahlawan, Samatiga, Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Kaway XVI, Meureubo, Pante Ceureumeun, Panton Reu, dan Sungai Mas. UU Darurat (Drt) Nomor 7 Tahun 1956 kemudian disahkan menjadi UU Nomor 24 tahun 1956, hal ini berkenaan dengan hasrat pemerintah dalam usahanya meninjau kembali pembentukan-pembentukan daerah otonom Provinsi sesuai dengan keinginan dan kehendak rakyat di daerahnya masing-masing. (Teuku Dadek dan Hermansyah, 2013: 82-83)

Sejak ditetapkan menjadi Kabupaten Aceh Barat pada tahun 1956, kota Meulaboh sebagai pusat administratif mengalami perubahan dalam perkembangannya, salah satunya pada aspek infrastruktur. Perkembangan pembangunan daerah pasca kemerdekaan hingga sekarang mengalami perubahan yang signifikan terutama pasca bencana gempa bumi dan tsunami. Banyak infrastruktur di kota Meulaboh dibangun kembali, baik jalan, jembatan, sarana dan prasarana kota, gedung sekolah, dan sebagainya. Infrastruktur di kota Meulaboh jauh lebih membaik, hal ini sangat berpengaruh terhadap sosial ekonomi,karena apabila infrastruktur seperti jalan dan jembatan relatif baik maka transportasi untuk akses ke kota Meulaboh pun lancer, sehingga pertumbuhan terhadap sosial ekonomi semakin cepat berkembang. [4]

Silsilah Raja Meulaboh

 
Matahari terbenam di Meulaboh

Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama T.Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama T.Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T.Tjik Abah (sementara) dan kemudian diganti oleh T.Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T.Tjik Raja Nagor yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara anak T.Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil.

Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T.Rosman. mantan Bupati Aceh Barat) anak dari T. Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan dikembalikan kepadanya, namun T.Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda malah mengfitnah T. Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T Raja Neh dibuang ke Sabang.

Pada tahun 1942 Jepang masuk ke Meulaboh, T.Tjiek Ali Akbar dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben, Keujreun Polem dan pada tahun 1978, mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama tentara Desa Suak Indrapuri. Selanjutnya Meulaboh diperintah para Wedana dan para Bupati lalu pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Jaya.

Referensi

  1. ^ a b Zaninuddin, H. M. Tarich Atjeh dan Nusantara. hlm. 211.
  2. ^ Kamus Aceh-Indonesia yang diterbitkan Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan, Lembaga Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan Tahun 1985.
  3. ^ Zaninuddin, H. M. Tarich Atjeh dan Nusantara. hlm. 212.
  4. ^ Safriaton,Fitri. 2015. Perkembangan Kota Meulaboh,1956-2014 (Studi Tentang Infrastruktur dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.