Oktovianus Pogau

Revisi sejak 20 Maret 2020 10.16 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Okto, panggilan akrabnya, atau Mepa panggilan sayangnya di kalangan teman-teman Papua. adalah pendiri dan sekaligus editor dari koran online Suara Papua. Dia adalah bagian dari kaum intelektual publik Papua yang jumlahnya sangat kecil. Okto juga dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan gigih memperjuangkan nasib bangsa Papua. Dia juga kritis dan berani menyuarakan apa yang tidak boleh disuarakan oleh media-media lokal Papua maupun media nasional.[1]

Lahir

OKTOVIANUS POGAU lahir pada 5 April 1992 Desa Mbamogo, Kecamatan Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Ini adalah sebuah kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten Paniai. Ayah Okto, Petrus Pogau, adalah kepala kampung Mbamogo. Okto dilahirkan oleh Juliana Nabelau salah satu dari tujuh istri Petrus Pogau. Okto sangat dekat dengan mamanya.

Pendidikan

Oktovianus Pogau seorang mahasiswa hubungan internasional di Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Dia pernah ikut kursus menulis di Yayasan Pantau dgn instruktur Janet Steele, dosen George Washington University serta sejarawan yang menulis buku soal majalah Tempo.

Okto mula-mula menulis di blog lantas belakangan menulis di beberapa media Jakarta, termasuk harian Jakarta Globe dan sindikasi dari Yayasan Pantau. Okto juga membantu beberapa pekerjaan riset untuk wartawan internasional. Dia secara berani mengambil foto-foto serangan polisi terhadap Kongress Rakyat Papua bulan Oktober 2011.

Wafat

OKTOVIANUS POGAU, jurnalis Papua, meninggal dunia pada hari Minggu, 31 Januari 2016. Dia meninggal pada usia sangat muda, 23 tahun. Okto sudah menderita sakit hampir setahun belakangan ini. Tak banyak yang tahu atau diberitahu.

Hingga akhir hayatnya, tetap tak banyak yang tahu kesulitan dan kesakitannya. Ia dikabarkan meninggal karena komplikasi paru-paru. Dua hari sebelumnya, dia membalas sapaan yang disampaikan lewat pesan di telepon. Ia tidak menjelaskan panjang lebar, hanya sebuah emotikon menitikkan air mata. Okto mungkin tak mau membuat banyak orang resah. Sebagai yatim piatu, mungkin sejak kecil ia sudah terbiasa menyimpan dukanya sendiri di dalam tulisan-tulisannya.

Referensi

https://indoprogress.com/2016/02/bintang-kejora-yang-mati-muda/

  1. ^ "Bintang Kejora Yang Mati Muda". IndoPROGRESS (dalam bahasa Inggris). 2016-02-04. Diakses tanggal 2020-03-11.