Sakramen Ekaristi (Gereja Katolik)

Perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus dalam Gereja Katolik

Ekaristi dalam Gereja Katolik adalah perayaan Misa, liturgi ekaristis. Istilah Ekaristi juga digunakan untuk menyebut roti dan anggur setelah ditransubstansiasikan (substansinya telah diubah), berdasarkan ajaran Katolik, menjadi tubuh dan darah Yesus Kristus. Menurut Katekismus Gereja Katolik, "Pada Perjamuan Terakhir, pada malam waktu Ia diserahkan, Penyelamat kita menetapkan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya."[1]

Ecce Agnus Dei pada saat Misa Tridentin Meriah.

Sakramen Mahakudus adalah suatu istilah devosional yang digunakan dalam Gereja Katolik Roma untuk menyebut rupa yang terlihat dari elemen roti dan anggur yang telah dikonsekrasi dalam Perayaan Ekaristi, yaitu Tubuh dan Darah Kristus.[2] Hosti yang telah dikonsekrasi disimpan dalam sebuah tabernakel setelah Misa, dengan demikian Sakramen Mahakudus dapat diantarkan kepada mereka yang sakit dan menghadapi ajal di luar waktu Misa. Hal ini juga memungkinkan dilakukannya praktik adorasi Ekaristi. Karena Kristus sendiri hadir dalam sakramen altar ini, Ia harus dihormati dengan ibadah adorasi. "Mengunjungi Sakramen Mahakudus adalah ... suatu bukti dari rasa syukur, suatu ungkapan dari cinta, dan suatu tugas dari adorasi akan Kristus Tuhan kita."[3]

Dasar Perjanjian Baru

 
Pemecahan Roti (fractio panis) saat Ekaristi[4] dalam suatu perayaan Neokatekumenat.

Ekaristi Pertama dalam Kitab Suci

Gereja Katolik melihat dasar utama keyakinan ini adalah perkataan Yesus sendiri ketika merayakan Perjamuan Terakhir, yang tertulis dalam Injil Sinoptik (Matius 26-28; Markus 14:22-24; Lukas 22:19-20), dan perkataan Santo Paulus dalam 1 Korintus 11:23-25 menceritakan bahwa dalam konteks tersebut Yesus mengatakan tentang apa yang terlihat sebagai roti dan anggur: "Inilah tubuh-Ku ... darah-Ku." Pemahaman Katolik atas perkataan tersebut, dari para penulis Patristik dan seterusnya, telah dan sampai sekarang menekankan dasar-dasarnya dalam sejarah perjanjian yang bersumber dari Perjanjian Lama.

Injil Yohanes dalam Bab 6, Diskursus tentang Roti Hidup, menyajikan perkataan Yesus:

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia." (Yohanes 6:53-56)

Menurut Yohanes, Yesus tidak memperlunak perkataan tersebut, bahkan ketika banyak murid-Nya meninggalkan Dia (Yohanes 6:66), terguncang oleh perkataan-Nya.[5]

Santo Paulus mengimplikasikan suatu identitas antara roti dan anggur Ekaristi yang terlihat dengan tubuh dan darah Kristus ketika ia menulis: "Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? (1 Korintus 10:16)", dan pada ayat yang lain: "Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan" (1 Korintus 11:27).

Selain itu, dan dengan cara yang unik, dalam satu doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu Doa Bapa Kami, kata sifat epiousios—yang tidak ditemukan di tempat lain dalam literatur Yunani Klasik—apabila diurai secara linguistis berarti (roti) "super-substansial" (epi-ousios, melampaui substansinya), dan ditafsirkan sebagai rujukan kepada Roti Hidup, yaitu Ekaristi.[6]

Laporan lainnya dalam Perjanjian Baru

Laporan-laporan mengenai pelayanan Ekaristi yang tercantum dalam Perjanjian Baru sering kali ditunjukkan dengan frasa "Pemecahan Roti", kendati tidak selalu demikian.[7] Setelah peristiwa Perjamuan Terakhir, contoh pertama penulisan frasa tersebut yang digunakan dengan suatu cara untuk mengenang kembali perayaan Ekaristi dapat ditemukan dalam Injil Lukas, yang mengisahkan Kristus yang telah bangkit berjalan bersama dua murid dalam perjalanan menuju Emaus (lih. Penampakan pada perjalanan ke Emaus). Murid-murid itu tidak mampu mengenali siapa Dia hingga pada saat "Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia... (Lukas 24:30-31)." Setelah peristiwa tersebut mereka kembali ke Yerusalem, kemudian "kedua orang itupun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti (Lukas 24:35)." Frasa yang sama ini juga digunakan untuk mendeskripsikan aktvitas inti dari komunitas Kristen yang pertama: "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. ... Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah (Kisah 2:42-47)."

Pratanda dalam Perjanjian Lama

Cetakan buku mazmur atau buku doa Katolik dari abad pertengahan awal berisi banyak ilustrasi yang dipasang-pasangkan, yang menggambarkan pratanda dari berbagai peristiwa Perjanjian Baru dalam Perjanjian Lama, suatu cara yang dikenal sebagai tipologi biblika. Pada zaman ketika kebanyakan umat Kristen belum terpelajar, penggambaran visual semacam itu menjadi dikenal sebagai Biblia pauperum, atau Alkitab kaum miskin. Alkitab itu sendiri utamanya sebuah buku liturgis yang digunakan saat Misa, dihias sangat indah dengan tangan ("beriluminasi"), dan biaya produksinya mahal. Kebiasan berdoa Ibadat Harian menyebar luas di antara mereka yang mampu membeli buku doa yang dibutuhkan untuk mengikuti siklus tekstual yang mencerminkan masa pastoral ibadah bait suci Yahudi.

 
Speculum Humanae Salvationis memuat ilustrasi-ilustrasi adegan terkait dari Perjanjian Lama dan Baru.

Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pratanda yang paling jelas dalam Perjanjian Lama mengenai aspek tanda dari Ekaristi adalah tindakan Melkisedek dalam Kejadian 14:18, bahwa semua pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian, merupakan pratanda dari kandungan sakramen ini, yakni Kristus sendiri yang dikurbankan bagi manusia. Santo Thomas juga mengatakan bahwa manna merupakan suatu pratanda khusus dari efek sakramen ini sebagai rahmat, namun ia mengatakan kalau anak domba paskah merupakan figur luar biasa Ekaristi dalam ketiga aspek tanda, kandungan, dan efek.[8]

 
Penghormatan yang Musa tunjukkan di hadapan semak duri yang menyala di Gunung Sinai dipersamakan dengan penyembahan para Gembala dan imam yang merayakan kurban Misa.

Mengenai pratanda pertama Perjanjian Lama yang disebutkan St. Thomas, tindakan Melkisedek membawa roti dan anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (ca 150 - ca 215) telah dipandang sebagai pratanda roti dan anggur yang digunakan dalam Sakramen Ekaristi,[9][10] dan karenanya "Gereja melihat dalam tindakan raja dan imam Melkisedek, yang 'membawa roti dan anggur', suatu pratanda dari persembahan Gereja sendiri" (dalam Ekaristi).[11]

Pratanda kedua yang disebutkan St. Thomas adalah dari pengurbanan-pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian. Teolog-teolog lainnya juga melihat hal ini sebagai pratanda atau mengisyaratkan Ekaristi.[12] Mereka menunjukkan bahwa Yesus "sendiri berkata, saat Ia mengikat perjanjian dengan para Rasul melalui Ekaristi Ilahi selagi Perjamuan Terakhir, 'Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa'."[13]

Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga dipandang sebagai simbol Ekaristi.[14] Hubungan antara tanda tersebut dengan Ekaristi dipandang telah ditunjukkan dalam Yohanes 6 maupun dalam Doa Bapa Kami versi Injil Lukas. Melalui penguraian linguistis, Santo Hieronimus menerjemahkan "ἐπιούσιον" (epiousios) dalam Doa Bapa Kami sebagai "supersubstantialem" pada Injil Matius, dan karenanya Alkitab Douay-Rheims menuliskan supersubstantial bread ("roti yang melampaui substansinya"). Namun, pada Injil Lukas, ia menggunakan kata "cotidianum" ("sehari-hari"), dan diikuti oleh kebanyakan versi Alkitab berbahasa Inggris dengan menuliskan daily bread ("roti harian"). Sementara dalam Alkitab LAI Terjemahan Baru tertulis "makanan ... yang secukupnya" dan Doa Bapa Kami versi Katolik di Indonesia menggunakan ungkapan "rezeki pada hari ini". Versi Lukas ini ditafsirkan sebagai kenangan akan Keluaran 16:19-21, yang menceritakan bahwa manna dikumpulkan dalam jumlah yang cukup untuk satu hari saja.[15] Santo Ambrosius melihat pratanda Ekaristi dalam rupa manna yang disediakan sebagai makanan, dan dalam rupa air dari batu yang memberi minum kepada bangsa Israel (bdk. 1 Kor. 10:3-4).[16][17]

Ritual malam Paskah Yahudi yang dideskripsikan dalam Kitab Keluaran mengandung dua elemen fisik utama: seekor anak domba "jantan, tidak bercela," sebagai kurban dan "roti yang tidak beragi" (Keluaran 12:1-10). Selain ritual untuk malam Paskah itu sendiri, Kitab Keluaran meresepkan suatu "ketetapan untuk selamanya" terkait dengan Paskah yang dirayakan melalui "hari raya makan roti yang tidak beragi" (Keluaran 12:14-20). Kitab 1 Korintus dalam Perjanjian Baru merepresentasikan Paskah sehubungan dengan Kristus: "... Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran (1 Korintus 5:7-8)." Kristus adalah anak domba yang baru, dan Ekaristi adalah roti Paskah yang baru.[18][19]

Di antara banyak larangan dalam Hukum Perjanjian Lama yang menegaskan perjanjian tersebut, terdapat satu yang tampak nyata, yang disebut "bagian maha kudus ... dari segala korban api-apian TUHAN": suatu kurban roti yang diurapi dengan minyak. "Setiap hari Sabat [roti itu harus diatur demikian] di hadapan TUHAN; itulah dari pihak orang Israel suatu kewajiban perjanjian untuk selama-lamanya." (Imamat 24:5-9) Sejak zaman Origenes, sejumlah teolog telah melihat "roti sajian" itu sebagai pratanda Ekaristi yang dideskripsikan dalam Lukas 22:19.[20][21][22]

Liturgi ekaristis

Litrugi ekaristis dan Misa adalah istilah-istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan Perayaan Ekaristi dalam ritus liturgi Latin atau Barat dari Gereja Katolik. Istilah Misa berasal dari kata Latin Akhir missa (secara harfiah: "pembubaran", "perutusan"), sebuah kata yang digunakan sebagai rumusan penutup Misa dalam bahasa Latin: "Ite, missa est" ("Pergilah, kamu diutus").[23]

Transubstansiasi

 
Misa dalam Gua Maria di Lourdes. Piala diangkat untuk diperlihatkan kepada umat setelah konsekrasi anggur.

Menurut Gereja Katolik, ketika roti dan anggur dikonsekrasi oleh imam dalam Misa, keduanya bukan lagi roti dan anggur tetapi menjadi Tubuh dan Darah Kristus Yang Mahamulia. Realitas atau kenyataan yang mendasarinya mengalami perubahan, namun atribut dan tampilan empirisnya tidak. Pengudusan atau konsekrasi roti (yang kemudian dikenal sebagai Hosti) dan anggur merepresentasikan terpisahnya tubuh Yesus dari darah-Nya di Kalvari; dengan demikian, pemisahan ini saat konsekrasi juga merepresentasikan wafat Kristus. Namun, karena Kristus telah bangkit, menurut dogma Katolik, Gereja mengajarkan bahwa tubuh dan darah-Nya sesungguhnya tidak lagi terpisah, sekalipun tampilan roti dan anggur terpisah. Ketika terdapat salah satunya, satu yang lainnya pasti ada. Hal ini disebut "konkomitansi" (concomitance). Oleh karena itu, kendati imam (atau pelayan) mengatakan, "Tubuh Kristus", ketika menerimakan hosti, dan, "Darah Kristus", ketika menyajikan piala, komunikan yang menerima salah satunya di antaranya menerima Kristus secara keseluruhan dan utuh— "Tubuh, Darah, Jiwa, dan Keilahian" Kristus.

Transubstansiasi (dari kata Latin transsubstantiatio) adalah perubahan substansi roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, suatu perubahan yang, berdasarkan keyakinan Gereja Katolik, terjadi dalam Ekaristi. Keyakinan tersebut berkenaan dengan apa yang berubah (yaitu substansi roti dan anggur), bukan bagaimana perubahan itu terjadi.

"Substansi" di sini berarti apa yang ada dalam dirinya sendiri. (Untuk penjelasan lebih lanjut tentang konsep filosofis tersebut, lihat: Teori substansi) Bentuk sebuah topi bukan merupakan topi itu sendiri, bukan juga warna, ukuran, kelembutan, ataupun hal-hal lain yang dapat dicerna indra-indra manusia. Topi itu sendiri ("substansi") memiliki bentuk, warna, ukuran, kelembutan, dan tampilan lainnya, tetapi hal-hal tersebut bukan topi itu sendiri. Kendati tampilannya, yang disebut dengan istilah filosofis aksiden, dapat dicerna oleh panca indra, substansinya tidak.

Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan: "Inilah tubuh-Ku", apa yang Ia pegang di tangan-Nya memiliki keseluruhan tampilan roti. Gereja Katolik mengajarkan bahwa kenyataan yang mendasarinya berubah sesuai dengan apa yang Yesus katakan, "substansi" roti diubah menjadi "substansi" tubuh-Nya. Dengan kata lain, roti tersebut sebenarnya adalah tubuh-Nya, sementara seluruh tampilannya yang dapat dicerna panca indra ataupun penyelidikan ilmiah adalah tetap tampilan roti, sama seperti sebelumnya. Gereja meyakini bahwa perubahan yang sama itu terjadi pada substansi roti dan anggur di dalam setiap Misa Katolik di seluruh dunia.

 
Lukisan Perawan Maria di sisi Hosti karya Jean Auguste Dominique Ingres.

Gereja Katolik karenanya meyakini bahwa melalui transubstansiasi Kristus benar-benar, sungguh-sungguh, dan secara substansial hadir dalam tampilan roti dan anggur yang tetap ada, dan transformasi tersebut tetap ada sejauh tampilannya tetap ada. Karena alasan ini maka dilakukan penyimpanan elemen-elemen yang telah dikonsekrasi, umumnya dalam sebuah tabernakel gereja, untuk pemberian Komuni Kudus kepada orang sakit dan menghadapi ajal, serta juga untuk tujuan sekunder, namun masih sangat dianjurkan, yaitu memuja Kristus yang hadir dalam Ekaristi.

Dalam penilaian Gereja Katolik, konsep transubstansiasi, beserta pembedaan jelas yang menyertainya antara "substansi" atau kenyataan mendasar dengan "aksiden" atau tampilan yang dapat dicerna panca indra manusia, memberikan perlindungan dari doktrin-doktrin yang dilihatnya sebagai kekeliruan-kekeliruan yang saling bertentangan. Di satu sisi, kekeliruan tersebut berupa pemahaman figuratif semata mengenai Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi (yang nyata adalah perubahan substansinya), dan, di sisi lain, kekeliruan penafsiran yang menyamakannya dengan makan daging Kristus secara kanibalistik (tuduhan yang disebarluaskan kaum pagan pada kaum Kristen awal yang tidak memahami ritus Gereja Katolik yang di dalamnya dipandang sebagai "kurban tak berdarah") dan minum jasmaniah darah-Nya (aksidennya yang tetap ada dianggap nyata, bukan ilusi). Kristus adalah "benar-benar, sungguh-sungguh, dan hadir secara substansial" dalam Ekaristi,[24] bukan hadir secara fisik seperti kehadiran-Nya secara fisik di Yudea dua ribu tahun yang lalu.[25]

Beberapa orang mengemukakan gagasan bahwa transubstansiasi merupakan suatu konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks filsafat Aristotelian. Namun, penggunaan yang paling awal diketahui atas istilah "transubstansiasi" untuk mendeskripsikan perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133) pada sekitar tahun 1079, jauh sebelum kalangan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca 1227-1274), menerima Aristotelianisme. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170) Istilah "substansi" (substantia) sebagai realitas atau kenyataan dari sesuatu digunakan sejak abad-abad awal Kekristenan Latin, misalnya ketika mereka menyatakan bahwa Putra memiliki "substansi" yang sama (consubstantialis) seperti Bapa.[26] Istilah Yunani yang bersesuaian adalah "οὐσία", Putra dikatakan "ὁμοούσιος" dengan Bapa, sementara perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus disebut "μετουσίωσις". Ajaran tentang transubstansiasi karenanya tidak berkaitan dengan konsep-konsep filosofis Aristotelian, dan konsep-konsep tersebut sejak dahulu hingga sekarang tidak pernah menjadi dogmata Gereja.

Pelayan sakramen

 
Imam Katolik Roma di Sisilia membagikan Ekaristi kepada seorang anak saat Komuni Kudus pertamanya.

Satu-satunya pelayan Ekaristi (orang yang dapat melakukan konsekrasi Ekaristi) adalah imam yang ditahbiskan secara sah/valid [27] (uskup ataupun presbiter). Ia bertindak selaku pribadi Kristus, merepresentasikan Kristus, yang adalah Kepala Gereja, dan juga bertindak atas nama Gereja di hadapan Allah.[28] Beberapa imam secara sekaligus dapat melakukan konselebrasi ("merayakan bersama-sama") persembahan Ekaristi yang sama.[29]

Orang lain yang bukan imam juga dapat berpartisipasi sebagai pelayan luar biasa Komuni Kudus, untuk membagikan sakramen ini kepada umat lain, tetapi bukan sebagai pelayan Ekaristi, baik pelayan biasa maupun luar biasa. "Dengan alasan Tahbisan suci mereka, para pelayan biasa Komuni Kudus adalah Uskup, Imam, dan Diakon, yang memilikinya untuk melayankan Komuni Kudus kepada para anggota awam dari umat beriman Kristus pada saat perayaan Misa. Selain para pelayan biasa tersebut terdapat akolit yang ditetapkan secara resmi, yang berdasarkan penetapannya adalah seorang pelayan luar biasa Komuni Kudus sekalipun di luar perayaan Misa. Apabila terdapat alasan-alasan kebutuhan nyata yang mendesak, anggota awam lain dari umat beriman Kristus juga dapat didelegasikan oleh Uskup diosesan, sesuai dengan norma hukum, untuk satu kesempatan atau untuk satu waktu tertentu. Terakhir, dalam kasus-kasus khusus yang pada hakikatnya tidak terduga, izin dapat diberikan untuk satu kesempatan tersendiri oleh Imam yang memimpin perayaan Ekaristi."[30]

"Para pelayan luar biasa Komuni Kudus" tidak untuk disebut "para pelayan Ekaristi", sekalipun yang luar biasa,[31] karena sebutan demikian akan menyiratkan bahwa mereka juga, entah bagaimana caranya, mentransubstansiasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

"Para pelayan luar biasa dapat membagikan Komuni Kudus dalam perayaan ekaristis hanya ketika tidak ada pelayan tertahbis yang hadir atau ketika para pelayan tertahbis yang hadir tersebut dalam suatu perayaan liturgis benar-benar tidak mampu membagikan Komuni Kudus. Mereka juga dapat menjalankan fungsi ini dalam perayaan-perayaan ekaristis yang di dalamnya terdapat sejumlah besar umat beriman dan yang akan menghabiskan waktu terlalu lama karena tidak cukupnya jumlah pelayan tertahbis untuk membagikan Komuni Kudus."[32] "Hanya bila ada suatu kebutuhan para pelayan luar biasa dapat membantu Imam selebran sesuai dengan norma hukum."[33]

Penerimaan Ekaristi

"Seseorang yang sadar akan dosa berat jangan merayakan Misa ataupun menerima Tubuh Tuhan tanpa terlebih dahulu melakukan pengakuan sakramental, kecuali ada suatu alasan berat dan tidak ada kesempatan untuk mengaku; dalam hal demikian ia perlu ingat akan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan penyesalan sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin."[34] Di beberapa negara, belakangan berkembang suatu kebiasaan yang memperlihatkan kalau orang-orang yang karena alasan tertentu tidak dapat menerima Komuni Kudus, misalnya belum menjadi seorang Katolik atau tidak berada dalam keadaan rahmat (memiliki dosa berat yang belum mendapat absolusi) atau juga belum cukup umur untuk menerima komuni, dapat maju dengan tangan disilangkan di dada ke hadapan imam yang sedang membagikan Komuni Kudus dan menerima berkat darinya sebagai ganti Komuni Kudus.

Salah satu aturan bagi umat Katolik yang menjadi anggota Gereja Latin menyebutkan: "Seseorang yang akan menerima Ekaristi Mahakudus harus berpantang dari segala macam makanan dan minuman, kecuali air semata dan obat-obatan, sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni kudus."[35] Umat Katolik Timur diwajibkan untuk mengikuti peraturan gereja partikular mereka masing-masing, yang umumnya mensyaratkan waktu puasa dengan jangka waktu lebih lama.[36]

Umat Katolik diharuskan untuk membuat suatu tanda lahiriah yang memperlihatkan rasa hormat sebelum menerima Ekaristi: "Saat menerima Komuni Kudus, komunikan menundukkan kepalanya di hadapan Sakramen sebagai suatu sikap hormat dan menerima Tubuh Tuhan dari pelayannya. Tubuh yang telah dikonsekrasi dapat diterima di lidah ataupun di tangan, sesuai dengan pertimbangan bijaksana dari masing-masing komunikan. Sementara Komuni Kudus diterimakan dengan salah satu dari kedua cara tersebut, tanda hormat yang sama juga dibuat sebelum menerima Darah Yang Mahamulia."[37]

Umat Katolik dapat menerima Komuni Kudus dalam Misa atau juga di luar Misa, tetapi "seseorang yang telah menerima Ekaristi Mahakudus dapat menerima untuk yang kedua kalinya pada hari yang sama hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti", kecuali sebagai Viaticum (Kitab Hukum Kanonik 1983, Kanon 917).[38]

 
Dalam Gereja Latin, Ekaristi Mahakudus diberikan kepada anak-anak dengan syarat bahwa mereka memiliki cukup pengetahuan dan persiapan yang memadai sehingga mereka memahami misteri Kristus sesuai kapasitas mereka serta mampu menerima Tubuh Kristus dengan iman dan devosi.

Dalam Gereja Barat, "penerimaan Ekaristi Mahakudus kepada anak-anak mensyaratkan bahwa mereka memiliki pengetahuan cukup dan persiapan memadai sehingga mereka dapat memahami misteri Kristus sesuai daya tangkap mereka dan mampu menyambut Tubuh Kristus dengan iman dan bakti. Tetapi, Ekaristi Mahakudus dapat diberikan kepada anak-anak dalam bahaya maut apabila mereka mampu membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa dan menerima komuni dengan hormat" (KHK 1983, Kan. 913).[39] Pada sekolah-sekolah Katolik di Amerika Serikat dan Kanada, anak-anak biasanya menerima Komuni Pertama di kelas dua. Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi dilayankan kepada para bayi segera setelah mereka menerima Sakramen Baptis dan Penguatan (Krismasi).

Komuni Kudus dapat diterima dalam satu rupa (Hosti Kudus saja), atau dua rupa (Hosti Kudus dan Darah Yang Mahamulia). "Komuni Kudus memiliki bentuk yang lebih penuh sebagai suatu tanda apabila disambut dalam dua rupa. Karena, dalam bentuk ini, tanda dari perjamuan ekaristis lebih nyata dan ungkapan yang jelas disampaikan kepada kehendak ilahi yang melaluinya Perjanjian baru dan kekal diikat dalam Darah Tuhan, sebagaimana juga hubungan antara perjamuan ekaristis dan perjamuan eskatologis dalam Kerajaan Bapa. ... (Bagaimanapun,) Kristus, secara utuh dan keseluruhan, dan Sakramen yang benar, disambut dalam komuni satu rupa sekalipun. Oleh karena itu, mengenai buah-buah yang dihasilkan, mereka yang hanya menyambut satu rupa tidak kehilangan rahmat apa pun yang diperlukan untuk keselamatan" (Pedoman Umum Missale Romanum).[40]

"Uskup Diosesan juga diberikan wewenang untuk mengizinkan Komuni dua rupa kapan saja dipandang tepat kepada Imam yang kepadanya dipercayakan suatu komunitas sebagai gembalanya. Syaratnya, umat beriman telah diberikan pengarahan dengan baik dan tidak ada bahaya penodaan Sakramen ataupun perayaan menjadi kacau balau karena banyaknya umat yang berpartisipasi atau karena sejumlah penyebab lainnya" (Pedoman Umum Missale Romanum).[41]

Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi selalu disambut dalam dua rupa (roti dan anggur), sama seperti yang dilakukan pada Misa di Barat sebelum kebiasaan menyambut dalam satu rupa mulai berlaku, yang dimulai pada abad ke-12.[42]

Dengan adanya perubahan dalam penerimaan Ekaristi dua rupa menjadi penerimaan dalam rupa roti saja, turut menjadi kebiasaan di Barat menerima Hosti dengan cara ditempatkan langsung di lidah, bukan di tangan, tetapi hal ini tidak diatur dalam Missale Romanum ataupun Kitab Hukum Kanonik. Sejak abad ke-20 akhir, banyak Konferensi Episkopal yang mengizinkan komunikan (sesuai pertimbangan yang bijaksana dari masing-masing pribadi) menerima Hosti di tangan, kecuali ketika Komuni diberikan dengan cara intinksi (mencelupkan sebagian Hosti dalam Piala sebelum menerimakannya).

Pedoman Umum Missale Romanum menyebutkan perlunya dipersiapkan "piring-Komuni untuk Komuni umat beriman", berbeda dengan patena, untuk mencegah Hosti atau fragmennya jatuh ke tanah.[43]

Kanon 844 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 menuliskan bahwa umat non-Katolik dapat menerima Ekaristi dalam situasi-situasi tertentu:

"§1. Para pelayan Katolik menerimakan sakramen-sakramen secara licit kepada umat beriman Katolik saja, yang juga menerimanya secara licit dari para pelayan Katolik saja, dengan tetap berlaku ketentuan §2, §3, dan §4 dalam kanon ini, serta kan. 861, § 2.

§2. Kapan pun terdapat kebutuhan mendesak atau manfaat rohani yang sejati dapat diperoleh, dan asalkan bahaya kesesatan atau indiferentisme dihindari, umat beriman Kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin mendatangi pelayan Katolik diperbolehkan menerima Sakramen Tobat, Ekaristi, serta Pengurapan Orang Sakit dari para pelayan non-Katolik yang dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah valid (sah).

§3. Para pelayan Katolik menerimakan Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Pengurapan Orang Sakit secara licit kepada anggota-anggota dari Gereja-Gereja Timur yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik apabila mereka memintanya atas kemauan sendiri dan memiliki disposisi yang layak. Hal ini juga berlaku bagi anggota-anggota dari Gereja-Gereja lain yang menurut penilaian Takhta Apostolik berada dalam kedudukan yang sama sehubungan dengan sakramen-sakramen tersebut seperti Gereja-Gereja Timur ini.

§4. Apabila terdapat bahaya kematian atau apabila, menurut penilaian uskup diosesan atau konferensi para uskup, terdapat kebutuhan berat lain yang mendesak, para pelayan Katolik menerimakan sakramen-sakramen tersebut secara licit juga kepada umat Kristiani lainnya yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, yang tidak dapat mendatangi pelayan dari jemaatnya sendiri dan memintanya atas kemauan sendiri, asalkan memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen-sakramen tersebut dan memiliki disposisi yang layak. (Catatan: Telah ada keuskupan yang memberikan izin permanen kepada para imamnya untuk memutuskan hal ini, selama kan. 844 §4 terpenuhi, menyangkut mereka yang dirawat di rumah sakit, panti jompo, dan pusat pemasyarakatan.[44])

§5. Untuk kasus-kasus yang disebutkan dalam § 2, § 3, dan § 4, uskup diosesan atau konferensi para uskup jangan menerbitkan norma-norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas setempat yang kompeten dari jemaat atau Gereja non-Katolik yang bersangkutan."[45]

Materi Sakramen

Roti yang digunakan untuk Ekaristi harus terbuat dari gandum murni yang masih baru, dan anggur yang digunakan harus alami, terbuat dari buah anggur yang belum membusuk. Ritus Latin, Armenia, dan Etiopik (Etiopia dan Eritrea) menggunakan roti tidak beragi, namun kebanyakan Gereja Katolik Timur menggunakan roti beragi. Sejumlah kecil air ditambahkan ke anggur menjelang konsekrasi.[46]

Pertanyaan-pertanyaan tentang penggunaan roti tanpa gluten ataupun rendah-gluten dan penggunaan mustum (jus anggur alami) dibahas dalam surat tertanggal 24 Juli 2003 yang diterbitkan Kongregasi Ajaran Iman, yang mengklarifikasi deklarasi-deklarasi sebelumnya.[47]

Perkembangan historis

Tidak terdapat kejelasan apakah perjamuan Agape (atau "perjamuan kasih"), suatu acara makan-minum lengkap yang dipraktikkan oleh umat Kristen pada abad-abad awal, terkait dengan perayaan Ekaristi dalam segala hal.[48] Bagaimanapun, berbagai penyalahgunaan sehubungan dengan perayaan makan-minum lengkap tersebut, yaitu penyalahgunaan-penyalahgunaan yang dikecam oleh Rasul Paulus[49] dan Yudas,[50] menyebabkan diadakannya perayaan Ekaristi secara tersendiri. Bentuk perayaan ini, yang pada pertengahan abad ke-2 dideskripsikan oleh Santo Yustinus Martir dalam Apologi Pertama Yustinus Martir, sangat mirip dengan ritus Ekaristi masa kini yang dalam Kekristenan Barat dikenal sebagai Misa dan dalam Kekristenan Timur sering disebut Liturgi Ilahi. Perayaan diadakan secara reguler setiap minggu pada hari yang disebut hari Minggu,[51] yang oleh umat Kristen juga disebut sebagai Hari Tuhan.[52] Mereka menyertakan bacaan-bacaan dari Kitab Suci, homili/khotbah, doa oleh semua yang hadir, doa oleh "ketua persaudaraan" atas roti dan anggur yang dicampur dengan air, yang karenanya hadirin menanggapi dengan "Amin", dan kemudian dilakukan pembagian kepada hadirin yang menanggapi dengan ungkapan terima kasih, sementara "diakon-diakon" mengambil sejumlah bagian untuk diberikan kepada mereka yang tidak hadir.[51][53] Dilakukan juga suatu pengumpulan materiil untuk membantu para janda dan anak yatim serta mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan seperti penyakit.[51] St. Yustinus menulis bahwa umat Kristiani tidak menyambut roti dan anggur yang dicampur dengan air yang atasnya mereka mengucapkan rasa syukur, dan yang mereka sebut Εὐχαριστία (Ekaristi - secara harfiah berarti Ungkapan Syukur),[54] sebagai roti dan minuman biasa semata. Mereka menerima pengajaran bahwa "makanan yang diberkati oleh doa dari Kata-Kata-Nya, dan yang darinya darah dan daging kita diberi makan oleh transmutasi, adalah daging dan darah yang darinya Yesus telah menjadi manusia."[54]

 
Paus Benediktus XVI merayakan Ekaristi saat kanonisasi Frei Galvão di São Paulo, Brasil pada 11 Mei 2007.

Seperti yang diindikasikan St. Yustinus, kata Ekaristi berasal dari kata Yunani εὐχαριστία (eucharistia), yang berarti ungkapan syukur. Umat Katolik biasanya menggunakan istilah 'komuni' sebatas pada penerimaan Tubuh dan Darah Kristus oleh para komunikan selama perayaan Misa, dan pada komuni atau persekutuan para kudus.

Beberapa waktu sebelumnya, sekitar tahun 106, Santo Ignatius dari Antiokhia mengkritik mereka yang "menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa bersama, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah Tubuh identik Yesus Kristus Juruselamat kita, yang [daging]-Nya menderita untuk dosa-dosa kita, dan yang karena kemurahan hati Bapa dibangkitkan-Nya kembali" (Surat kepada jemaat di Smyrna 6, 7). Demikian pula, Santo Ambrosius dari Milan membantah keberatan-keberatan terhadap ajaran ini, dengan menulis, "Kamu mungkin dapat mengatakan: 'Rotiku adalah [roti] biasa.' Tetapi roti itu adalah roti menurut Kata-Kata dari Sakramen-Sakramen; ketika konsekrasi telah memasukinya, roti itu menjadi Daging Kristus" (Sakramen-Sakramen, 333/339-397 Masehi v.2,1339,1340).

Penggunaan paling awal yang diketahui, sekitar tahun 1079, atas istilah "transubstansiasi" untuk mendeskripsikan perubahan dari roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133). Ia menggunakannya untuk menanggapi Berengarius dari Tours, yang menyatakan bahwa Ekaristi hanya bermakna simbolis. Peristiwa tersebut terjadi jauh hari sebelum belahan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca 1227-1274), menerima Aristotelianisme. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170)

Pada tahun 1215, Konsili Lateran IV menggunakan kata ditransubstansiasikan dalam pengakuan iman yang dihasilkannya, ketika berbicara tentang perubahan yang terjadi dalam Ekaristi.

Pada tahun 1551, Konsili Trente secara resmi mendefinisikan bahwa "melalui konsekrasi roti dan anggur, suatu perubahan terjadi dari keseluruhan substansi roti menjadi substansi Tubuh Kristus Tuhan kita, dan dari keseluruhan substansi anggur menjadi substansi Darah-Nya; perubahan yang, oleh Gereja Katolik yang kudus, secara sesuai dan secara tepat disebut Transubstansiasi." (Sesi XIII, bab IV; lih. kanon II).

Upaya yang dilakukan oleh beberapa teolog Katolik abad ke-20 untuk menyajikan perubahan Ekaristis sebagai suatu perubahan makna atau signifikansi (transignifikasi, dan bukan transubstansiasi) ditolak oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 dalam surat ensiklik Mysterium fidei. Dalam Kredo Umat Allah yang ia maklumkan pada tahun 1968, Paus Paulus VI mengulangi bahwa penjelasan teologis apa pun seputar ajaran ini harus berpegang pada pernyataan rangkap-dua bahwasanya, setelah konsekrasi, 1) Tubuh dan Darah Kristus benar-benar ada; serta 2) roti dan anggur benar-benar tidak ada; kehadiran dan ketidakhadiran ini adalah nyata dan bukan sekadar sesuatu di dalam budi atau pikiran umat beriman.

Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia tertanggal 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa segala kewenangan para uskup dan imam utamanya merupakan suatu fungsi dari panggilan mereka untuk merayakan Ekaristi. Kewenangan penggembalaan yang mereka miliki mengalir dari fungsi imamat mereka, bukan sebaliknya.

Komuni pemulihan

Templat:Tindakan pemulihan

Menerima Komunis Kudus sebagai bagian dari Devosi Jumat Pertama merupakan suatu devosi Katolik yang dipersembahkan untuk reparasi atau pemulihan dosa-dosa melalui Hati Kudus Yesus. Dalam visiun tentang Kristus yang dilaporkan oleh Santa Margareta Maria Alacoque pada abad ke-17, terdapat sejumlah janji yang diberikan kepada mereka yang mempraktikkan Devosi Jumat Pertama, salah satunya yaitu penyesalan dan pertobatan terakhir menjelang ajalnya.[55]

Devosi ini meliputi sejumlah praktik yang dilakukan pada hari Jumat pertama selama 9 bulan berturut-turut. Pada hari-hari tersebut, mereka yang mempraktikkan devosi ini menghadiri Misa Kudus dan menerima komuni.[56] Dalam banyak komunitas Katolik dianjurkan praktik meditasi Jam Suci selama Penakhtaan Sakramen Mahakudus setiap hari Jumat Pertama.[57]

Misa Perkawinan dan Misa Ritual lainnya

 
Komuni Kudus dalam Misa Perkawinan.

Misa Perkawinan[58] secara sederhana adalah suatu Misa yang di dalamnya dirayakan Sakramen Perkawinan. Sakramen-sakramen lainnya juga lazim dirayakan di dalam Misa. Misa diperlukan untuk Sakramen Tahbisan, dan pada umumnya juga untuk Sakramen Penguatan, kendati tidak wajib, sebagaimana halnya Sakramen Perkawinan. Kecuali tanggal yang dipilih adalah hari raya liturgis besar, doa-doa yang digunakan diambil dari bagian Missale Romanum yang berjudul "Misa Ritual". Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi. Terdapat juga teks-teks perayaan Misa untuk Profesi Religius, Pemberkatan Gereja, dan sejumlah ritus lainnya.

Apabila salah seorang dari suatu pasangan yang menikah dalam Gereja Katolik bukan seorang Katolik, maka digunakan ritus Perkawinan di luar Misa. Namun, apabila mempelai non-Katolik tersebut telah dibaptis dalam nama ketiga pribadi Trinitas (dan bukan hanya dalam nama, misalnya, Yesus, sebagaimana terjadi dalam praktik pembaptisan di beberapa denominasi Kristen), maka, dalam kasus-kasus luar biasa dan apabila uskup diosesan memberikan izin atau dispensasi, dapat dipandang layak untuk merayakan Perkawinan di dalam Misa, dengan catatan bahwa, menurut hukum umum, Komuni Kudus tidak diberikan kepada mempelai non-Katolik (Ritus Perkawinan, 8).

Adorasi dan Pemberkatan di luar Liturgi

 
Hosti ditakhtakan dalam monstrans, diapit oleh lilin-lilin, dan para putra altar melakukan adorasi sambil berlutut.

Penakhtaan Ekaristi adalah praktik menampilkan hosti yang telah dikonsekrasi di atas altar dalam sebuah Monstrans. Ritus-ritus yang melibatkan penakhtaan Sakramen Mahakudus adalah Pemberkatan dengan Sakramen Mahakudus dan adorasi Ekaristi.

Adorasi Ekaristi adalah suatu ungkapan devosi dan penyembahan kepada Kristus, yang diyakini benar-benar hadir. Hosti umumnya disimpan dalam tabernakel setelah Misa dan diperlihatkan dalam sebuah monstrans selama adorasi. Sebagai suatu devosi Katolik, meditasi dan adorasi Ekaristi adalah lebih dari sekadar memandang hosti, tetapi merupakan suatu kelanjutan dari apa yang dirayakan dalam Ekaristi.[59] Dari perspektif teologis, adorasi merupakan salah satu bentuk latria, berdasarkan pada ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Hosti Terberkati.[60][61]

Meditasi Kristiani yang dilakukan di hadapan Ekaristi di luar perayaan Misa disebut meditasi Ekaristi. Praktik ini dilakukan oleh berbagai santo dan santa seperti Petrus Yulianus Eymard, Yohanes Maria Vianney, dan Theresia dari Kanak-Kanak Yesus.[62][63][64][65][66] Penulis-penulis seperti Venerabilis Concepción Cabrera de Armida dan Beata Maria Candida dari Ekaristi telah menghasilkan sejumlah besar naskah berdasarkan renungan atau meditasi Ekaristi yang mereka lakukan.[67][68][69]

Seandainya penakhtaan dan adorasi Ekaristi dilakukan secara terus-menerus (selama 24 jam sehari), maka disebut adorasi Abadi. Dalam suatu biara, hal itu dilakukan oleh para rahib atau biarawati yang tinggal di dalamnya, dan dalam suatu paroki dilakukan oleh para sukarelawan umat paroki sejak abad ke-20.[70] Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 2 Juni 1991, Dewan Kepausan untuk Kaum Awam mengeluarkan pedoman khusus yang mengizinkan adorasi abadi di paroki-paroki.[70] Untuk mendirikan "kapel adorasi abadi" dalam suatu paroki, imam setempat harus mendapatkan izin dari uskupnya dengan mengajukan permintaan beserta informasi yang dibutuhkan terkait "asosiasi adorasi abadi", para pengurusnya, dll.[70]

Sejak Abad Pertengahan, praktik adorasi Ekaristi di luar perayaan Misa telah digalakkan oleh para paus.[71] Dalam Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa, "Penyembahan Ekaristi di luar Misa mengandung nilai tak terhingga bagi kehidupan Gereja. ... Adalah tanggung jawab para pastor untuk mendorong praktik adorasi Ekaristi dan penakhtaan Sakramen Mahakudus, juga melalui kesaksian pribadi mereka."[72] Dalam doa pembukaan kapel adorasi Abadi di Basilika Santo Petrus, Paus Yohanes Paulus II berdoa demi ketersediaan kapel adorasi abadi di setiap paroki di seluruh dunia.[73] Paus Benediktus XVI menetapkan agar disediakan lima tempat untuk melakukan adorasi abadi bagi umat awam di kelima distrik Keuskupan Roma.[74]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris) "Paragraph 1323", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  2. ^ (Inggris) "Paragraph 1330", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  3. ^ (Inggris) "Paragraph 1418", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  4. ^ (Inggris) "The meaning of the sign demands that the material for the Eucharistic celebration truly have the appearance of food. It is therefore expedient that the Uucharistic bread, even though unleavened and baked in the traditional shape, be made in such a way that the priest at Mass with a congregation is able in practice to break it into parts for distribution to at least some of the faithful. Small hosts are, however, in no way ruled out when the number of those receiving Holy Communion or other pastoral needs require it. The action of the fraction or breaking of bread, which gave its name to the Eucharist in apostolic times, will bring out more clearly the force and importance of the sign of unity of all in the one bread, and of the sign of charity by the fact that the one bread is distributed among the brothers and sisters." General Instruction of the Roman Missal Diarsipkan July 20, 2008, di Wayback Machine., 321.
  5. ^ (Inggris) "Paragraph 1336", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  6. ^ (Inggris) "Paragraph 2837", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  7. ^ (Inggris) "Paragraph 1329", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  8. ^ (Inggris) Thomas Aquinas, Summa Theologica III, q. 73, art. 6
  9. ^ (Inggris) Horton, Fred L., The Melchizedek Tradition (Cambridge University Press 2005 ISBN 978-0-521-01871-5), p. 89
  10. ^ Crockett 1989, hlm. 75.
  11. ^ (Inggris) "Paragraph 1333", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  12. ^ (Inggris) Nash, Tom. Worthy Is the Lamb (Ignatius Press 2004 ISBN 978-0-89870-994-0), 105
  13. ^ (Inggris) Tyneh, Carl S., Orthodox Christianity (Nova Science 2002 ISBN 978-1-59033-466-9), p. 74, quoting Matthew 26:28
  14. ^ (Inggris) Arinze, Francis, Celebrating the Holy Eucharist (Ignatius Press 2006 ISBN 978-1-58617-158-2), p. 18
  15. ^ (Inggris) LaVerdiere, Eugene. The Eucharist in the New Testament and the Early Church (Liturgical Press 1996 ISBN 978-0-8146-6152-9), p. 192
  16. ^ (Inggris) O'Connor, James Thomas. The Hidden Manna (Ignatius Press 2005 ISBN 978-1-58617-076-9), pp. 37-38
  17. ^ Crockett 1989, hlm. 76.
  18. ^ (Inggris) Hahn, Scott. The Lamb's Supper. New York: Doubleday, 1999. p 14-27.
  19. ^ (Inggris) "Paragraph 1334", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  20. ^ (Inggris) Salza, John. The Biblical Basis for the Eucharist. Our Sunday Visitor Publishing Division: Huntinton Indiana. 2008. bottom of page 104 to middle of p 106.
  21. ^ (Inggris) Origen of Alexandria, On Leviticus 13. Quoted in Aquilian, Mike. The Mass of the Early Christians. Our Sunday Visitor Publishing Division: Huntington Indiana. 2007.
  22. ^ (Inggris) Aquilian, Mike. The Mass of the Early Christians. Our Sunday Visitor Publishing Division: Huntington Indiana. 2007. p25-27
  23. ^ (Inggris)   Herbermann, Charles, ed. (1913). "Liturgy of the Mass". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  24. ^ (Inggris) "Paragraph 1374", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  25. ^ (Inggris) Cannibalism; cf. Another Letter to an Agnostic
  26. ^ (Inggris) "Substance" continued to be used to mean the reality of something, and there are writings from the ninth century (by Radbertus, Ratramnus and Rabanus Maurus) that use the word to refer to the reality of the Eucharist. "Around the year 860 A.D. (400 yrs before Aquinas), we have the writings of renowned teacher, St. Paschasius Radbertus. A foundling, who became schoolmaster and abbot of Corbie in Picardy, France, he was a voluminous writer, and the author of the first speculative treatise on Transubstantiation (although this Latin word was not invented until the first half of the 13th Century). However, Radbertus did use the word 'substance' in his famous book, On the Body and Blood of the Lord. He taught, echoing the Church fathers, that after the words of Consecration, through the conversion of the substance, there is present on the altar the Eucharistic Body of Christ which is identical with His historical Body. This 9th-century theologian, who was not an Aristotelian (like Aquinas), nor much influenced by philosophy of any kind, used the word 'substance' to mean the reality that makes a thing what it is: so, after Consecration, it is no longer true to say, 'This is bread', but rather, as Jesus said, 'This is my Body'." (Kalberer, Lives of the Saints).
  27. ^ Kanon 900, KHK 1983
  28. ^ Kanon 899, KHK 1983
  29. ^ Kanon 902, KHK 1983
  30. ^ (Inggris) Redemptionis Sacramentum, 154-155 Diarsipkan February 3, 2008, di Wayback Machine.; cf. also Instruction Ecclesiae de mysterio, article 8
  31. ^ (Inggris) Redemptionis Sacramentum, 156 Diarsipkan February 3, 2008, di Wayback Machine.
  32. ^ (Inggris) Instruction Ecclesiae de mysterio, article 8
  33. ^ (Inggris) Redemptionis Sacramentum, 88 Diarsipkan February 3, 2008, di Wayback Machine.
  34. ^ (Inggris) Code of Canon Law 1983, Canon 916" Diarsipkan June 28, 2011, di Wayback Machine.
  35. ^ (Inggris) Code of Canon Law 1983, Canon 919 §1 Diarsipkan June 28, 2011, di Wayback Machine.
  36. ^ (Latin) Code of Canons of the Eastern Churches, canon 713 §2 Diarsipkan November 30, 2012, di Wayback Machine.
  37. ^ (Inggris) General Instruction of the Roman Missal, No. 160. 
  38. ^ (Inggris) Code of Canon Law, canon 917
  39. ^ (Inggris) Code of Canon Law, canon 913
  40. ^ (Inggris) General Instruction of the Roman Missal: "Chapter IV", 281–282.
  41. ^ (Inggris) General Instruction of the Roman Missal: "Chapter IV", 283.
  42. ^ (Inggris)   Herbermann, Charles, ed. (1913). "Communion under Both Kinds". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  43. ^ (Inggris) General Instruction of the Roman Missal: "Chapter IV", 118, 287.
  44. ^ (Inggris) "Special Circumstances for the Admission of Other Christians to Communion at Catholic Celebrations of the Eucharist in the Diocese of Rockville Centre". Diocese of Rockville Centre. Diakses tanggal 2017-02-28. 
  45. ^ (Inggris) "Part I. The Sacraments, Can. 844", Code of Canon Law 1983
  46. ^ (Inggris) Code of Canon Law, canon 924 and 926; cf. Code of Canons of the Eastern Churches, canon 707, and General Instruction of the Roman Missal, 319-324.
  47. ^ (Inggris) Congregation for the Doctrine of the Faith (July 24, 2003). "Norms for Use of Low-gluten Bread and Mustum". 
  48. ^ (Inggris) Catholic Encyclopedia: Agape
  49. ^ 1 Korintus 11:17-34
  50. ^ Yudas 1:12
  51. ^ a b c (Inggris) Justin, First Apology, 67
  52. ^ Wahyu 1:10
  53. ^ (Inggris) Justin, First Apology, 65
  54. ^ a b (Inggris) Justin, First Apology, 66
  55. ^ (Inggris) Peter Stravinskas, 1998, OSV's Catholic Encyclopedia, OSV Press ISBN 0-87973-669-0 page 428
  56. ^ (Inggris) Roman Catholic worship: Trent to today by James F. White 2003 ISBN 0-8146-6194-7 page 35
  57. ^ (Inggris) Meditations on the Sacred Heart by Joseph McDonnell 2008 ISBN 1-4086-8658-9 page 118
  58. ^ (Inggris)   Herbermann, Charles, ed. (1913). "Nuptial Mass". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  59. ^ (Inggris) The seven sacraments by Anselm Grün, John Cumming 2003 ISBN 0-8264-6704-0 pages 82-83
  60. ^ (Inggris) The History of Eucharistic Adoration by John A Hardon 2003 ISBN 0-9648448-9-3 pages 4-10
  61. ^ (Inggris) Encyclopedia of World Religions by Johannes P. Schadé 2006 ISBN 1-60136-000-2, see entry under Eucharistic adoration
  62. ^ (Inggris) The Real Presence: eucharistic meditations by Saint Pierre Julien Eymard, Sentinel Press, 1938 ASIN B00087ST7Q
  63. ^ (Inggris) The eucharistic meditations of the Curé d'Ars by Saint Jean Baptiste Marie Vianney Carmelite Publications (1961) ASIN B0007IVDMY
  64. ^ (Inggris) Eucharistic Meditations: Extracts from the Writings and Instructions of Saint John Vianney by H. Convert, Jean Baptiste Marie, Saint Vianney, and Mary Benvenuta 1998 ISBN 0-940147-03-3
  65. ^ (Inggris) Therese and Lisieux by Pierre Descouvemont, Helmuth Nils Loose, 1996 ISBN 0-8028-3836-7 page 245
  66. ^ (Inggris) Collected poems of St Thérèse of Lisieux by Saint Thérèse (de Lisieux), Alan Bancroft 2001 ISBN 0-85244-547-4 page 75
  67. ^ (Inggris) Concepción Cabrera de Armida. I Am: Eucharistic Meditations on the Gospel ISBN 0-8189-0890-4
  68. ^ (Inggris) Our Sunday Visitor's Catholic Almanac by Matthew Bunson 2008 ISBN 1-59276-441-X page 255
  69. ^ (Inggris) John Paul II, "Maria Candida of the Eucharist (1884-1949)"
  70. ^ a b c (Inggris) In the presence of our Lord by Benedict J. Groeschel, James Monti 1997 ISBN 0-87973-920-7 pages 167-171
  71. ^ (Inggris) Ann Ball, 2003 Encyclopedia of Catholic Devotions and Practices ISBN 0-87973-910-X page 11
  72. ^ (Inggris) John Paul II, Ecclesia de Eucharistia
  73. ^ (Inggris) XI Ordinary General Assembly of the Synod of Bishops 2-23 October 2005, Synodus Episcoporum Bulletin
  74. ^ (Inggris) Meeting with the Members of the Roman Clergy: Address of His Holiness Benedict XVI

Sumber kutipan

Bacaan lanjutan

  • (Inggris) Laferrière, P. M. New & Eternal Testament [i.e. the Holy Eucharist]. Trans. by Roger Capel, with a Foreword by C. C. Martindale. London: Harvill Press, 1961. N.B.: The French text, of the rev. ed. of this work, had been published in 1958.

Pranala luar

Templat:Kehadiran nyata

Templat:Misa Katolik

Templat:Sejarah Gereja Katolik