Sejarah kelapa sawit di Indonesia

Revisi sejak 4 April 2020 08.20 oleh Efendi Dreya (bicara | kontrib) (update bagian sejarah awal kelapa sawit)

Sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia berawal dari empat biji kelapa sawit yang dibawa oleh orang Belanda yang datang dari Mauritius dan Amsterdam pada tahun 1848.[1] Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan berhasil tumbuh dengan subur,[2] sedangkan sisanya menjadi tanaman hias di Deli, Sumatra Utara, pada tahun 1870-an, sehingga terkenal dengan nama kelapa sawit "Deli Dura".[3] Tanaman kelapa sawit aslinya berasal dari Afrika Barat dan Afrika Tengah. Setelah berhasil tumbuh subur di Kebon Raya Bogor, benih-benih kelapa sawit mulai disebar ke Sumatra pada tahun 1875.[4]

Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Aceh, dengan luas 5.123 hektare. Pada tahun 1911-1912 didirikan pusat perbenihan di Marihat atau AVROS, di Sumatra Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.[3]

Pada tahun 1925, lahan kelapa sawit yang telah ditanami di Sumatra mencapai 31.600 hektare dan terus bertambah menjadi 75.000 hektare pada tahun 1936.[4]

Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut masih hidup hingga sekarang dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara.[3]

Setelah Indonesia merdeka, perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit baru terjadi pada tahun 1980-an. Pada awal tahun 1980-an, luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 200.000 hektare, yang umumnya adalah kebun-kebun peninggalan kolonial Hindia Belanda. Melalui program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Transmigrasi dan program kredit Pengembangan Besar Swasta Nasional (PBSN), perkebunan kelapa sawit berkembang pesat.[2]

Program Pengembangan Besar Swasta Nasional (PBSN) dirintis pada tahun 1977 dan terbagi menjadi tiga tahapan, yakni PBSN I periode 1977-1981, PBSN II periode1981-1986 dan PBSN III periode 1986-1990.[5]

Perintis


Perkebunan kelapa sawit tertua

PP London Sumatra Indonesia

Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (dikenal dengan Lonsum) berdiri pada tahun 1906 oleh Harrisons & Crossfield Plc yang berbasis di London, Inggris. Meski sudah memiliki diversifikasi perkebunan tanaman karet, teh, dan kakao, Lonsum pada awal kemerdekaan masih mengkonsentrasikan lini bisnisnya pada tanaman karet, sedangkan kelapa sawit baru mulai produksi pada tahun 1980-an.[6]

Pada tahun 1994, Harrisons & Crossfield menjual 100% kepemilikan sahamnya di Lonsum kepada PT Pan London Sumatra Plantation. Indofood Agri Resources Ltd melalui PT Salim Ivomas Pratama kemudian menguasai Lonsum pada Oktober 2007.[6]

Bakrie Sumatera Plantations

 
Sebuah gerbong kereta api tipe Schoma CFL45B (4872A) melintasi jalur kereta api peninggalan kolonial Hindia Belanda di perkebunan kelapa sawit PT Bakrie Sumatera Plantations, di Bunut, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Asahan, Sumatra Utara.

Bakrie Sumatera Plantations adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1911 dengan nama Naamlooze Vennootschap Hollandsch Amerikaansche Plantage Maatschappij, yang awalnya adalah perusahaan perkebunan karet. Pada tahun 1957, nama perusahaan berganti nama menjadi PT United States Rubber Sumatera Plantations setelah diakuisisi oleh Uniroyal Inc.[7]

Selanjutnya, pada tahun 1965, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap PT United States Rubber Sumatera Plantations. Pada tahun 1985, nama perusahaan berganti menjadi PT Uniroyal Sumatera Plantations (UNSP) dan setahun kemudian sebanyak 75% saham perusahaan diakuisisi oleh PT Bakrie & Brothers. Nama perusahaan pun berganti nama menjadi PT United Sumatera Plantations dan tahun 1992 kembali berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera Plantations.[7]

Meski awalnya adalah perusahaan perkebunan karet, PT Bakrie Sumatera Plantations pada tahun 2019 hanya memiliki area kebun karet seluas 16.532 hektare di Sumatra Utara melalui PT BSP Kisaran, Bengkulu seluas 2.610 hektare melalui PT AMR, dan di Lampung seluas 3.331 hektare melalui PT HIM.[7]

Per September 2019, PT Bakrie Sumatera Plantations memiliki area perkebunan inti kelapa sawit yang telah ditanami seluas 43.262 hektare di Sumatra Utara melalui PT BSP Kisaran (9.924 hektare) dan PT GLP (7.626 hektare); di Sumatra Barat melalui PT BPP (8.820 hektare) dan PT CCI (1.965 hektare); di Jambi melalui PT AGW (4.387 hektare) dan PT SNP (6.111 hektare); dan di Kalimantan Selatan melalui PT MIB seluas 4.429 hektare. Adapun perkebunan plasma seluas 14.976 hektare, dengan rincian seluas 6.347 hektare di Sumatra Barat melalui PT BPP, 7.701 hektare di Jambi melalui PT AGW, dan 928 hektare di Jambi melalui PT SNP.[7]

Perusahaan memiliki lima pabrik pengolahan kelapa sawit, berkapasitas 225 metrik ton, masing-masing dua pabrik di Sumatra Uatra, satu pabrik di Sumatra Barat, dan dua pabrik di Jambi. Selain itu ada lima pabrik pengolahan oleo chemical, yakni satu pabrik pengolahan Fatty Acid FSC berkapasitas 52.800 metrik ton per tahun di Tanjung Morawa, Sumatra Utara dan empat pabrik pengolahan fatty acid di Kuala Tanjung, Sumatra Utara, yakni fatty acid I berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty alcohol I berkapasitas 33 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty acid II berkapasitas 82.500 metrik ton/tahun, dan pabrik pengolahan fatty alcohol II berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun.[7]

Perkebunan kelapa sawit terbesar

1. Astra Agro Lestari

Per Desember 2018, Astra Agro Lestari memiliki 285 ribu hektare perkebunan kelapa sawit tersebar di Sulawesi seluas 50,6 hektare (17,8%), Kalimantan 129,8 hektare (45,5%), Sumatra 104,6 hektare (36,7%). Area perkebunan kelapa sawit inti yang dimiliki perusahaan adalah seluas 218,4 hektare (76,6%) dan sisanya seluas 66,6 hektare dimiliki oleh petani plasma.[8]

Astra Agro Lestari berdiri pada 3 Oktober 1988 oleh kelompok usaha Astra International dengan nama PT Suryaraya Cakrawala dan kemudian berganti nama menjadi PT Astra Agro Niaga pada Agustus 1989. Nama perusahaan berganti nama menjadi Astra Agro Lestari pada 30 Juni 1997 ketika terjadi merger antara PT Suryaraya Bahtera dengan PT Astra Agro Niaga. Perusahaan berhasil memproduksi satu juta ton minyak kelapa sawit (crude palm oil) untuk pertama kalinya pada tahun 2009.[9]

Daftar referensi

  1. ^ "Manis Pahit Kelapa Sawit". Historia. Diakses tanggal 2020-04-04. 
  2. ^ a b "Sejarah Kelapa Sawit Indonesia". Indonesian Palm Oil Association (GAPKI IPOA) (dalam bahasa Inggris). 2017-11-28. Diakses tanggal 2020-04-03. 
  3. ^ a b c "Kelapa Sawit Tertua di Kebun Raya Bogor". Antara News. Diakses tanggal 2020-04-04. 
  4. ^ a b John D Watts, Silvia Irawan (Desember 2018). "Oil Palm in Indonesia" (PDF). Profor. Diakses tanggal 3 April 2020. 
  5. ^ "Industri Minyak Sawit Indonesia Berkelanjutan (Bagian XXV)". Majalah Sawit Indonesia. 2018-09-16. Diakses tanggal 2020-04-03. 
  6. ^ a b "Profil Lonsum". www.londonsumatra.com. Diakses tanggal 2020-04-04. 
  7. ^ a b c d e "Materi Paparan Publik UNSP" (PDF). www.idx.co.id. 29 November 2019. Diakses tanggal 4 April 2020. 
  8. ^ "Materi Paparan Publik Astra Agro Lestari" (PDF). www.idx.co.id. 10 April 2019. Diakses tanggal 4 April 2020. 
  9. ^ "Laporan Tahunan 2019 Astra Agro Lestari" (PDF). www.idx.co.id. 17 Maret 2020. Diakses tanggal 4 April 2020.