Zulkifli atau Dzulkifli (bahasa Arab: ذو الكفل) adalah salah satu tokoh dalam Al-Qur'an. Umumnya dia dipandang sebagai nabi dan masuk dalam daftar 25 nabi. Meski demikian, sebagian ulama menyebutkan bahwa dia hanyalah orang saleh dan bukan nabi. Keterangan mengenai Dzulkifli sangat sedikit di dalam Al-Qur'an dan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jati diri dan kehidupannya. Beberapa tokoh yang kadang dianggap sebagai sosok yang sama dengan Dzulkifli adalah Yehezkiel dan Siddhartha Gautama.

Ayat

"Dan Isma'il, Idris, dan Dzulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar."

— Al-Anbiya' (21): 85

Nama

Dzulkifli secara harfiah bermakna "pemilik Kifli" atau "yang empunya Kifli", dengan ذُو dzū ("pemilik dari") diletakkan di depan sebelum keterangan mengenai karakteristik sosok terkait.[1] Beberapa tokoh Al-Qur'an yang menggunakan julukan seperti itu antara lain Yunus yang disebut dengan Dzun-Nun (ذُوٱلْنُّون)[2] "pemilik (ikan) Nun" atau "yang bersama dengan (ikan) Nun" dan Dzulqarnain (ذُوٱلْقَرْنَيْن) yang berarti "pemilik dua tanduk" atau "pemilik dua masa".

Terdapat sejumlah pendapat mengenai makna Kifli. Sebagian menyebutkan bahwa itu adalah kata Arab kuno yang berarti "ganda", juga digunakan untuk menyebut lipatan kain. Nama Dzulkifli umumnya dipahami memiliki arti "salah satu dari bagian ganda". Beberapa ulama berpendapat bahwa nama itu berarti "orang dengan ganjaran ganda" atau lebih tepatnya "orang yang menerima ganjaran dua kali lipat".[3] Ada juga pendapat yang memberikan keterangan lain.

Keterangan

Nama Dzulkifli disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak dua kali. Namanya selalu dirangkaikan dengan Isma'il, disebut sekali bersama Idris, dan sekali bersama Ilyasa'. Dzulkifli disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai orang yang sabar, saleh, mendapat rahmat,[4] dan termasuk orang-orang pilihan yang paling baik,[5] tetapi tidak ada keterangan mengenai jati diri atau kisahnya.

Riwayat

Terdapat sejumlah keterangan dalam berbagai literatur Islam mengenai Dzulkifli, baik latar belakang, jati diri, maupun kisahnya. Semuanya tidak berasal dari Al-Qur'an dan hadits, tapi dari tafsiran para ulama dan beberapa sumber lain.

Putra Ayyub

Sebagian menyatakan bahwa dia adalah Bisyr, putra Ayyub.[6] Sebagian ulama berpendapat bahwa Ayyub adalah cicit Esau, kakak kembar Ya'qub.[7]

Penerus Ilyasa'

Pendapat lain menerangkan bahwa dia adalah nabi yang meneruskan Ilyasa' dalam membimbing Bani Israil. Ilyasa' sendiri adalah keturunan jauh Ya'qub. Masa hidup Ya'qub dan Ilyasa' diperkirakan terpaut jarak sekitar seribu tahun lebih.

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa setelah Ilyasa' sudah tua, dia mencari orang yang bisa meneruskannya membimbing masyarakat. Dia kemudian mengumpulkan orang-orang untuk mencari penerusnya di antara mereka, dengan syarat bahwa dia bisa selalu puasa di siang hari, ibadah malam, dan tidak marah. Seorang lelaki yang dianggap hina mengajukan diri, tetapi Ilyasa' menolak kesanggupan orang tersebut. Kemudian seorang lelaki lain mengajukan diri dan Ilyasa' menerimanya.

Suatu ketika, setan menjelma sebagai musafir lelaki tua. Keinginannya adalah membuat marah laki-laki yang menjadi penerus Ilyasa' ini. Ia memaksa penjaga untuk dapat masuk istana dan menemui lelaki tersebut pada larut malam. Lelaki tua itu diizinkan masuk oleh penjaga istana. Dalam pertemuan tersebut, setan mengadu kepada lelaki tersebut tentang kekejaman orang lain terhadap dirinya. Namun lelaki tersebut menyuruhnya untuk datang besok malam ketika kedua belah pihak sudah merasa siap untuk bertemu. Namun musafir tersebut mengingkarinya dan malah datang pagi hari.

Keesokan harinya, musafir tersebut datang dan mengadu seperti pada malam sebelumnya. Maka lelaki tersebut menyuruhnya untuk datang pada malam hari saja. Musafir itu berjanji dengan bersungguh-sungguh kepada lelaki tersebut untuk datang pada malam hari. Namun ia mengingkarinya.

Pada hari yang ketiga, musafir itu datang lagi. Pada kali ini, tidak ada tanggapan dari lelaki tersebut. Maka setan itu tersebut menyelinap menembus pintu dan menunjukkan dirinya kepada lelaki tersebut. Lelaki tersebut sangat terkejut melihat jelmaan setan tersebut. Lalu dia pun mengetahui bahwa musafir itu adalah setan yang mencoba membuatnya marah, tetapi setan itu gagal. Lelaki tersebut diidentifikasikan dengan Dzulkifli.[8] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits, tapi merupakan tafsiran sebagian ulama.

Yehezkiel

 
Kuburan Dzulkifli di kota Kifl, Irak.

Sebagian pendapat menyebutkan bahwa Dzulkifli adalah sosok yang sama dengan Yehezkiel (Hazqiyal), nabi Bani Israil yang hidup pada masa pengasingan bangsa Yahudi ke Babilonia. Abdullah Yusuf Ali mendukung pendapat kartografer Denmark Karsten Niebuhr yang menyebutkan bahwa Kifli (الكفل) adalah bentuk Arab dari Yehezkiel (Ibrani: יְחֶזְקֵאל Yəḥezqē’l),[9][10]}} sehingga menurut pendapat ini, Dzulkifli bukanlah julukan, melainkan nama. Terlepas kebenaran pendapat tersebut, Yehezkiel biasanya juga dipandang sebagai nabi oleh para ulama, seperti Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Kutaibah. Ibnu Katsir dalam karyanya, Qashashul Anbiya', menuliskan mengenai Dzulkifli dan Yehezkiel (Hazqiyal) dalam dua bab berbeda.

Padanan lain

Menurut versi lain, nama asli Dzulkifli adalah Waidiah bin Adrin. Ia seorang nabi bagi penduduk Suriah dan sekitarnya. Dia membangun kota Kifl di Irak.

Keterangan tambahan

  • Sebagian muslim sependapat dengan pandangan Muhammad bin Jarir al-Tabari, mengangap Dzulkifli adalah orang baik dan sabar yang selalu menolong kaumnya dan membela kebenaran, namun bukan seorang nabi. Sebagian lainnya percaya bahwa dia seorang nabi.
  • Ada dua tempat yang diyakini sebagai makam Dzulkifli. Pertama di Kifl, Irak dekat Najaf dan Al-Hillah dan yang kedua di Nawa, Suriah.

Rujukan

  1. ^ Encyclopedia of Islam, Dhu'l-Kifl
  2. ^ Al-Anbiya' (21): 87
  3. ^ John Walker takes this viewpoint in Who is Dhul-Kifl?, in MW, xvi, 399–401
  4. ^ Al-Anbiya' (21): 85-86
  5. ^ Shad (38): 48
  6. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 395.
  7. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 385-386.
  8. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 398-400.
  9. ^ Reisebeschreibung nach Arabian Copenhagen, 1778, ii. 264–266
  10. ^ Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, Note. 2743

Daftar pustaka

  • Ibnu Katsir (2014). Kisah-Kisah Para Nabi. Diterjemahkan oleh Muhammad Zaini. Surakarta: Insan Kamil Solo. ISBN 978-602-6247-11-7. 
  • Ensiklopedia Islam, 1993, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Lema "Nabi Zulkifli AS".

Lihat pula

Pranala luar