Prasasti Rukam
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Prasasti Rukam adalah sebuah prasasti di Indonesia. Prasasti ini berangka tahun 829 Saka atau 907 Masehi, ditemukan pada 1975 di desa Petarongan, kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti ini terdiri atas dua lempeng tembaga yang berbentuk persegi panjang. Lempeng pertama berisi 28 baris dan lempeng kedua berisi 23 baris. Aksara dan bahasa yang digunakan adalah Jawa Kuno.
Isi
Isi prasasti adalah mengenai peresmian desa Rukam oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana karena desa tersebut telah dilanda bencana letusan gunung api. Kemudian penduduk desa Rukam diberi kewajiban untuk memelihara bangunan suci yang ada di Limwung. Mungkin bangunan suci tersebut adalah Candi Sajiwan, sebagaimana kata Sanjiwana tadi. Candi Sajiwan yang sering dilafalkan Sojiwan terletak tidak jauh dari Candi Prambanan.
Seperti umumnya prasasti-prasasti dari masa Rakai Kayuwangi sampai Rakai Balitung, Prasasti Rukam memakai bahasa prosa. Kalimat-kalimatnya seperti bahasa telegram sekarang. Dengan demikian kalau ingin dibaca dengan tata bahasa yang baik, maka harus ditambahkan kata-kata tertentu yang hanya dimengerti oleh ahli epigrafi.
Bunyi baris pertama Prasasti Rukam:
Selamat! tahun Saka telah berjalan 829 tahun, bulan Karttika, tanggal 10 paro terang, pada hari Mawulu (paringkelan), Pahing (pasaran), hari Senin (menurut perhitungan 7 hari), bintang Satabhisa, (di bawah naungan): dewa Baruna, yoga: Wrddhi. Pada waktu itu perintah Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung Sri Dharmmodaya Mahasambhu
Temuan lain
Prasasti Rukam ditemukan bersama temuan-temuan arkeologis lain berupa alat-alat upacara dari perunggu, bokor, cepuk, gentong, gantungan lampu, mangkuk, dan beberapa benda kecil. Prasasti ini merupakan prasasti tinulad otentik, artinya berupa salinan yang dibuat bersamaan dengan prasasti aslinya. Kondisinya masih dalam keadaan baik. Aksaranya pun masih sangat jelas. Hanya pada lempeng pertama, tembaganya agak rusak sehingga dua huruf tidak terbaca.
Lihat pula
Referensi
- Ayatrohaedi (penyunting). Kamus Arkeologi Indonesia 2. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979.
- Titi Surti Nastiti, Dyah Wijaya Dewi, dan Richadiana Kartakusuma. Tiga Prasasti dari Masa Balitung. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1982.