Di Indonesia, penerapan karantina dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang (UU) yang mengatur karantina yaitu UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Instansi pemerintah yang menyelenggarakan UU ini yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Karantina di Indonesia diterapkan secara luas sebagai respons terhadap pandemi koronavirus di Indonesia.

Karantina kesehatan

Penerapan karantina terhadap penduduk Indonesia dilakukan berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan, dan dapat melibatkan pemerintah daerah.[1] Kekarantinaan kesehatan sendiri didefinisikan sebagai "Upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat".[2] Sementara itu, arti kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) adalah "Kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara."[3]

Penyelenggaraan

Kekarantinaan kesehatan diselenggarakan di pintu masuk dan di wilayah. Pintu masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut, orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas darat negara,[4][5] sedangkan wilayah merupakan tempat atau lokasi yang diduga terjangkit penyakit menular dan/atau terpapar faktor risiko kesehatan masyarakat yang dapat menimbulkan KKM.[6] Tempat atau lokasi tersebut dapat berupa rumah, area, dan rumah sakit, yang penentuannya didasarkan pada hasil penyelidikan epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium.[6]

Penyelenggaraan di pintu masuk


Penyelenggaraan di wilayah

 
Sebuah objek wisata di Kota Padang yang sepi seiring imbauan pemerintah kepada warga untuk melakukan pembatasan sosial.

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah dibagi menjadi empat jenis, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penetapan keempat jenis karantina ini didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.[7] Di antara keempatnya, penetapan karantina wilayah dan PSBB dilakukan oleh Menteri Kesehatan.[8]

Karantina rumah

Karantina rumah adalah pembatasan penghuni dalam suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.[9]

Karantina rumah sakit

Karantina rumah sakit adalah pembatasan seseorang dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.[10]

Karantina wilayah

Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.[11] Karantina wilayah dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antaranggota masyarakat di wilayah tersebut.[12] Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus-menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.[13]

Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina,[14] dan jika selama masa karantina wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit KKM yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.[15] Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.[16] Tanggung jawab pemerintah pusat tersebut dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak yang terkait.[17]

Pembatasan sosial berskala besar

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.[18] Dalam rangka menangani penyakit koronavirus 2019, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 sebagai pedoman untuk menjalankan PSBB. Pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Menteri Kesehatan.[19]

Wilayah yang akan ditetapkan sebagai PSBB harus memenuhi kriteria berupa jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah, serta terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.[20] Pembatasan kegiatan yang dilakukan paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.[21]

Beberapa wilayah di Indonesia telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan untuk menerapkan PSBB. Wilayah-wilayah tersebut adalah

Sejarah


Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan

Penyelenggaraan

Sejarah


Koordinasi dan fasilitasi


Referensi

Catatan kaki

  1. ^ UU 6/2018, Pasal 4–6.
  2. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 1.
  3. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 2.
  4. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 3.
  5. ^ UU 6/2018, Pasal 17.
  6. ^ a b UU 6/2018, Pasal 18.
  7. ^ UU 6/2018, Pasal 49 ayat (2).
  8. ^ UU 6/2018, Pasal 49 ayat (3).
  9. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 8.
  10. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 9.
  11. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 10.
  12. ^ UU 6/2018, Pasal 53 ayat (2).
  13. ^ UU 6/2018, Pasal 54 ayat (2).
  14. ^ UU 6/2018, Pasal 54 ayat (3).
  15. ^ UU 6/2018, Pasal 54 ayat (4).
  16. ^ UU 6/2018, Pasal 55 ayat (1).
  17. ^ UU 6/2018, Pasal 55 ayat (2).
  18. ^ UU 6/2018, Pasal 1 angka 11.
  19. ^ PP 21/2020, Pasal 2 ayat (1).
  20. ^ PP 21/2020, Pasal 3.
  21. ^ PP 21/2020, Pasal 4 ayat (1).
  22. ^ Sari, Nursita (8 April 2020). Carina, Jessi, ed. "Ini Arahan Lengkap Anies Terkait PSBB Jakarta Mulai Jumat, 10 April?page=all". Kompas. Diakses tanggal 8 April 2020. 
  23. ^ Ramdhani, Dendi (12 April 2020). Belarminus, Robertus, ed. "Ridwan Kamil: PSBB di Bogor, Depok, Bekasi Dimulai 15 April Selama Dua Pekan". Kompas. Diakses tanggal 12 April 2020. 
  24. ^ Irfan, Achmad (13 April 2020). Salim, Agus, ed. "Kota Tangerang usul PSBB diterapkan mulai Sabtu (18/4)". Antara. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  25. ^ "Setelah Bodebek, Pemberlakuan PSBB Pekanbaru Mulai 17 April 2020". Liputan 6. 14 April 2020. Diakses tanggal 14 April 2020. 

Daftar pustaka