Pandemi kolera 1817–1824
Pandemi kolera pertama (1817-24), juga disebut sebagai pandemi kolera Asiatik pertama (first Asiatic cholera pandemic) atau kolera Asiatik (Asiatic cholera), bermula di dekat kota Kolkata dan menyebar cepat melalui Asia Tenggara ke Timur Tengah, Afrika bagian timur dan garis pantai Laut Mediterania.[1][2] Kolera memang sudah dikenal mampu menyebar ke seluruh penjuru India, tetapi kali ini, wabah ini meluas hingga Tiongkok dan Laut Mediterania sebelum akhirnya mereda. Ratusan ribu orang meninggal akibat pandemi ini, termasuk prajurit Britania, yang kematiannya menarik perhatian Eropa. Wabah ini adalah yang pertama dari beberapa pandemi kolera yang menjangkit Asia dan Eropa pada abad ke-19 dan 20. Pandemi pertama ini menyebar luas hingga daerah yang tidak terduga sebelumnya dan menjangkiti hampir semua negara di Asia.
Penyakit | Kolera |
---|---|
Tanggal-tanggal | 1817-1824 |
Asal | Kolkata, India Britania |
Kematian | Tidak diketahui, 30.000 di Bangkok |
Asal mula dan awal wabah
Kolera adalah penyakit yang endemik di dataran rendah Sungai Gangga.[1] Pada musim festival, para pelancong yang mengunjungi sungai ini kemudian mendapatkan penyakit kolera itu dan membawanya pulang ke kampung halaman. Penyakit ini akan mewabah di daerah tersebut sebelum akhirnya mereda. Pandemi kolera pertama ini bermula dengan cara yang sama, sebagai sebuah wabah yang diduga bermula di tahun 1817 di kota kecil bernama Jessore.[3] Beberapa ahli epidemi dan sejarawan medis menyatakan bahwa pandemi ini bermula secara global dari sebuah ritual penyembahan Hindu bernama Kumbh Mela yang dilaksanakan di bagian atas Sungai Gangga.[4] Wabah kolera telah terjadi sebelumnya di dekat Purnia di Bihar, tetapi para ilmuwan menilainya sebagai peristiwa terpisah. Di tahun 1817, kolera mulai menyebar di luar delta Sungai Gangga. Di bulan September 1817, wabah ini mencapai kota Kolkata di Teluk Bengal dan menyebar dengan cepat ke seluruh India. Di tahun 1818, wabah kolera merebak di Bombai, di pantai sisi barat.
Penyebaran di luar India
Di bulan Maret 1820, penyakit ini berhasil ditemukan di Siam dan pada bulan Mei telah mencapai Bangkok dan Manila. Di musim semi tahun 1821, penyakit ini mencapai Pulau Jawa, Oman, dan Anhai di Tiongkok. Di tahun 1822 ditemukan di Jepang, di Teluk Persia, di Baghdad, Suriah, dan Transkaukasus. Di tahun 1823, penyakit ini mencapai Astrakhan, Zanzibar, dan Mauritius.[1]
Di tahun 1824, penyebaran penyakit ini mereda. Beberapa peneliti beranggapan bahwa wabah ini mereda karena musim dingin 1823-24 yang membunuh bakteri di dalam suplai air.[1]
Pergerakan prajurit angkatan darat dan laut Britania dianggap menjadi penyebab luasnya sebaran wabah ini. Para peziarah Hindu memang membawa kolera di dalam India, sebagaimana sudah sering terjadi sebelumnya, tetapi para prajurit Britania tersebut membawanya lebih jauh lagi, melalui jalur darat, hingga Nepal dan Afghanistan. Kapal perang angkatan laut dan kapal dagang membawa orang-orang yang berpenyakit ini ke berbagai daerah di Samudera Hindia, dari Afrika hingga Indonesia, dan ke utara hingga Tiongkok dan Jepang.[5]
Jumlah kematian
Jumlah kematian dari pandemi ini tidak diketahui. Para ilmuwan dari daerah terkait memperkirakan jumlah kematian. Pada bulan April 1825, di Semarang, 1.225 orang meninggal dalam waktu 11 hari.[1]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d e Hays, JN (2005). Epidemics and Pandemics: Their Impacts on Human History . ABC-CLIO. hlm. 193. ISBN 1-85109-658-2.
- ^ "Cholera's seven pandemics". Canadian Broadcasting Corporation. December 2, 2008. Diakses tanggal 2008-12-11.
The first known pandemic of cholera originated in the Ganges River delta in India. The disease broke out near Calcutta and spread through the rest of the country. By the early 1820s, colonization and trade had carried the disease to Southeast Asia, central Asia, the Middle East, eastern Africa, and the Mediterranean coast. The death toll from this outbreak is not known, but based on the 10,000 recorded deaths among British troops, researchers estimate that hundreds of thousands across India succumbed to the disease. In 1820, 100,000 people died on the Indonesian island of Java alone. By 1823, cholera had disappeared from most of the world, except around the Bay of Bengal.
- ^ Dhiman Barua, William B. Greenough III, Cholera. p. 6
- ^ Susan R. Holman, Beholden: Religion, Global Health, and Human Rights. p. 37
- ^ McNeill, William H, Plagues and People, hlm. 268.