Zainal Abidin dari Banjarmasin

Seorang minim pendidikan formal yang cuma mengecap pendindikan SLTA dan tidak ada pengalaman dan tidak ada pendidikan formal dalam bidang hukum, tetapi dapat mengalahkan lawannya Pihak Perkara Hukum yang diwakili oleh Pengacara bertitel Sarjana Hukum, Master Hukum dan bahkan Doktor Hukum di sebuah Perkara Hukum Perdata, yang jarang terjadi dalam dunia hukum di Indonesia. Perjuangan  Zainal Abidin ini merupakan sebuah perjalanan pengalaman seorang pencari keadilan dan memperjuangkan hak kepemilikan tanah luas di tengah kota Banjarmasin. Sebuah cita-cita kuat Zainal Abidin  adalah ingin membuktikan kebenaran dari sebuah Putusan Badan Peradilan yang dianggapnya sebagai kriminalisasi yang mengakibatkan dirinya sampai menjalani hukuman dengan status narapidana selama 1 tahun 3 bulan di Lembaga Pemasyarakatan Banjarmasin di tahun 2010, hingga setelah sepuluh tahun kemudian pada tahun 2020 melalui Perkara Perdata, Zainal Abidin memenangkannya dan menjadi novum untuknya dalam Upaya Hukum PK atas status hukumnya pada tahun 2010.  


Zainal Abidin lahir pada tanggal 14 Agustus 1972  di Kota Banjarmasin. Ketika lahir dikisahkan oleh Ibu Siti Masitah bahwa sempat lemas karena terhirup air ketuban yang kemudian hari mengakibatkan Zainal Abidin mengalami gangguang nafas karena menderita asma. Orangtua laki-laki bernama Andi bin Haji Ahmad yang berasal dari Hulu Sungai Tengah, sedangkan orangtua perempuan Siti Masitah  binti  Said Sanusi yang berasal dari sebuah pulau kecil di sebelah Barat Kota Banjarmasin bernama Pulau Sugara. Berdasarkan nasab dari orangtua laki-laki berasal dari orang pedagang dan dalam kalangan muslim yang ta’at. Berdasarkan nasab dari orangtua perempuan yang mana kakek Zainal Abidin yang bernama Said Sanusi (Anun) merupakan “Keponakan Ujud” daripada Guru Zainal Ilmi al-Banjari dari Kampung Dalam Pagar yang Bermakan di Kampung Pelampaian Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan yang merupakan seorang Ulama Tauhid dan Fiqih yang terkenal dalam masa tahun awal Kemerdekaan Indonesia.


Masa Kecil

Dari kehidupan orangtua kurang berada yang memiliki saudara banyak ada 8 orang sebagai anak ke-5 (kelima), banyak menjalani hidup di daerah padang sawah karena masa kecil Zainal Abidin kedua orangtua menjalani hidup sebagai petani dan sambil bekerja serabutan. Tetapi sebelum masuk Sekolah Dasar oleh kedua orangtuanya, Zainal Abidin digurukan kepada Guru Shaleh untuk belajar membaca aksara-aksara Al-Qur’an. Ketika orangtua berpindah rumah dari Kampung Teluk Dalam ke Kampung Telaga Biru masih dalam wilayah Banjarmasin yang ketika itu kelas 2 Sekolah Dasar sekolah barunya SDN Cendana di Kebun Sayur, guru mengaji Al-Quran kemudian dibimbing oleh Guru Syaiful Amir, yang kemudian orang berilmu agama tersebut, banyak mempengaruhi kehidupan Zainal Abidin di masa remaja dan dewasa.  

Karena hidup dalam keluarga tidak berada sampai-sampai sekolah hanya memakai sandal jepit. Ketika kelas 4 sekolah dasar baru memiliki sepatu yang itupun didapat dari hasil pemberian dari  kawan tetangganya yang baik bernama Rudi, yang memiliki sepupu kaya bernama Dian anak pemilik Hotel Biuti, dan kemudian dibawa ke kediaman sepupunya Dian di Hotel Biuti dan persilakan memilih sepatu yang banyak bersusun di rak.  Selama bersekolah Zainal Abidin tidak banyak mendapatkan prestasi yang hebat, hanya sebagai siswa pelajar sekolah biasa saja. Dari kecil kepribadian karakteristik psikologi Zainal Abidin sudah terlihat sebagai seorang yang dominan sebagai seorang Koleris Kuat. Terlihat sifat itu dari keberaniannya dimasa kecil, sudah berani naik pohon kelapa yang tinggi, pergi ke tempat sunyi hanya sendiri mencari ikan, mencari burung-burung liar dengan membuat jebakan tanpa takut terhadap ular-ular dan binantang berbahaya di semak belukar. Dalam permainan anak-anak seusianya, seperti bermain sepak bola, berenang, mengejar layang-layang nampak dominan ketangkasannya. Bila ada perlombaan saat perayaan hari kemerdekaan Indonesia selalu mendapatkan juara dalam tiap-tiap perlombaan setingkat usianya. Sifat Zainal yang koleris kuat inilah yang kemudian banyak mempengaruhi kehidupan perjuangan hukumnya dalam memenangkan perkara perdatanya  No. 31/Pdt.G/2019/PN.Bjm di Pengadilan Negeri Banjarmasin memperkarakan sengketa objek tanah luas di tengah kota Banjarmasin dengan melawan pihak-pihak berperkara dari keluarga Bambang CS. para Ahliwaris Soeparmo Joedhoprajitno mantan  ajudan Gubernur Kalimantan Selatan priode tahun 1980 an.


Masa Remaja

Setelah lulus dari sekolah dasar SDN Cendana kemudian Zainal Abidin masuk ke tingkat SLTP di SMP Dharma Putra yang kemudian berpindah ke SMP Anggrek, lulus SMP masuk ke SMA Nasional Banjarmasin dengan kelulusan tanpa prestasi gemilang. Selama masa remaja Zainal Abidin lebih banyak mencurahkan pada perhatiannya ke bidang penulisan, belajar melalui buku-buku cara membuat tulisan Cerita Pendek (Cerpen) dan mulai menulis puisi-puisi. Selama sekolah SLTA hanya bidang ini saja yang disukai, dan sebelum lulus SLTA karyanya sudah berhasil dimuat di media Lokal maupun Nasional.  Sesekali sambil belajar melalui buku-buku Zainal Abidin juga belajar banyak cara menulis dari seorang penulis artikel produktif asal Banjarmasin bernama Tajudin Noor Ganie dan Rudi Setiawan seorang penulis fiksi yang pernah memenangkan Lomba Cerpan di Majalah Anita Cemerlang.  Setelah lulus SLTA itu Zainal Abidin banyak berharap hidup dari hasil tulisan artikel dan fiksi yang menerima honor apabila ada karya yang diterbitkan. Dan setiap minggu sudah biasa ada karya tulisan yang terbit. Selain menulis artikel, puisi dan cerpen, Zainal Abidin juga ikut bergabung dengan sanggar teater dan pernah mengajarkan teater kepada group seni teater yang dibentuknya. Karena ingin mencari pengalaman lain, Zainal Abidin merantau ke Kalimantan Timur. Namun karena Banjarmasin adalah kota kelahirannya dan tempat yang tak bisa ditinggalkan akhirnya kembali lagi ke Banjarmasin setelah kurang lebih selama tiga tahun merantau.

Awal Mengalami Masalah Hukum

Pada tahun 2005 datang keponakan Zainal Abidin bernama Erwan untuk menyampaikan permasalahan sengketa tanah milik mertuanya. Kemudian melalui Erwan maka bertemulah Zainal Abidin dengan orangtua berusia sekitar 70 tahun bernama Alan Dharmarwan. Ternyata orangtua tersebut memiliki persengketaan tanah dengan keluarga para ahliwaris alhamrhum Kolonel Soeparmo Joedhoprajitno seorang mantan ajudan Gubernur Kalimantan Selatan masa Gubernur Soebarjo. Alan Dharmawan menyampaikan kepada Zainal Abidin bahwa tanahnya berada di Kelurahan Antasan Kecil Timur hendak dicaplok oleh seseorang yang bernama Bambang Yanto Purnomo SE salah seorang ahli waris alhamrhum Kolonel Soeparmo Joedhoprajitno. Alan Dharmawan menawarkan untuk membantunya dalam mengatasi masalah ini kepada Zainal Abidin dengan janji akan memberikan sebagian tanahnya.

Pada tahun 2006 Zainal Abidin berhasil membuat beberapa legalisasi untuk membela kepentingan Alan Dharmawan pada instansi pemerintah. Namun dalam perjalanannya karena bermusuhan dengan keluarga Bambang CS yang dibantu oleh Pengacara Dr. Fikri Chairman S.H. M.H. maka Zainal Abidin kalah dalam urusan Hukum Pidana atas Laporan Pidana yang dibuat oleh  Bambang Yanto Purnomo SE. Pada tahun 2006 tersebut Zainal Abidin masuk penjara karena masih buta dalam Hukum, dengan menerima hukuman selama 3,5 bulan penjara. Tetapi saat itu secara administrasi pemerintahan posisi Zainal Abidin telah berhasil mendapatkan legalisasi kepemilikan tanah atas namanya sendiri dari Alan Dharmawan yang kemudian dengan modal ini akhirnya dapat memenangkan perkara perdata terhadap musuh bebuyutannya yang mana pada tahun 2020 dengan Putusan Perkara Perdata  No. 31/Pdt.G/2019/PN.Bjm  yang membuat salah seorang ahliwaris Kolonel Soeparmo Joedhoprajitno sebagai Pihak Berperkara di bawah Perkara Perdata  No. 31/Pdt.G/2019/PN.Bjm tersebut dapat dikalahkan Zainal Abidin karena Eksepsi Zainal Abidin diterima Majelis Hakim hingga membuat lawan berperkaranya diputuskan Niet Ontvankelijke Verklaard sebagai Pihak Penggugat Intervensi.  

Peristiwa pada tahun 2006 yang dialami oleh Zainal Abidin tidak membuatnya jera untuk membela kebenaran yang dipercayanya bahwa Alan Dharmawan berada dalam kedudukan yang benar atas hak tanah miliknya. Meskipun ada perkara sebelumnya antara Alan Dharmawan dan alhamrhum Kolonel Soeparmo Joedhoprajitno yang sudah incrach dan ada Surat Berita Acara Eksekusi. Tetapi Surat Eksekusi tersebut berada di wilayah yang berbeda, dengan wilayah administrasi kelurahan yang berbeda terhadap objek tanah berada. Maka pada tahun 2010 Zainal Abidin melalukan pengkavlingan tanah yang kemudian dilaporkan pidana mengakibatkan masuk penjara lagi untuk kedua kalinya dengan hukuman yang lebih berat yaitu selama satu tahun tiga bulan. Selama di penjara Zainal Abidin berkenalan dengan seorang pengusaha etnis Cina Banjar yaitu Herryadi Limantara.

Kemenangan Perdata untuk Perjuangan Upaya PK

Setelah bebas Zainal Abidin datang ke kantor pengusaha tersebut dan dikenalkan dengan adiknya bernama Harry Jansyah Limantara. Selama pergaulan dengan  Harry Jansyah Limantara memberikan pengalaman baru dalam bidang hukum karena kedua pengusaha tersebut sering berperkara Hukum Perdata. Dari teman baru  Harry Jansyah Limantara kemudian Zainal Abidin dapat mengenal pengacara-pengacara dan sering mendengar pengalaman berperkara Harry Jansyah Limantara saat makan bersama-sama pengacaranya. Tahun berjalan demi tahun selama pergaulan dengan Harry Jansyah Limantara yang nanti kadang datang dari kota domisilinya di Surabaya ke Banjarmasin, dan selalu mengajak jalan bersama dalam satu mobil untuk berbagai urusan akhirnya membuka wawasan dan langkah  Zainal Abidin untuk membuat Upaya Hukum Gugatan Perdata dalam membela hak tanah miliknya dan berencana untuk menjadikan hasil putusannya nanti sebagai novum dalam PK nya terhadap kedua Putusan Pidananya dahulu. Maka pada tanggal 4 April 2019 Zainal Abidin mendaftarkan Gugatan Perdata dengan mendapatkan register perkara No. 31/Pdt.G/2019/PN.Bjm  yang merupakan manuver untuk berperkara dengan keluarga Bambang CS dengan cara terlebih dahulu menggugat ahliwaris Alan Dharmawan karena ingin menguasai tanah almarhum orangtuanya secara keseluruhan tanpa mempedulikan kepemilikan Zainal Abidin. Dengan perkara perdata tersebut maka keluarga Bambang CS. yang pernah memenjarakan  Zainal Abidin dapat dikalahkan, maka ruang upaya hukum untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) karena ada novum atas putusan tersebut memberikan peluang besar kepada Zainal Abidin untuk PK agar rehabilitasi nama baiknya atas kekalahan di hukum pidana dapat dimenangkan kembali atas musuh-musuh hukumnya yang selama sepuluh tahun tadi merasa menang. Namun di  Perkara Perdata di bawah perkara No. 31/Pdt.G/2019/PN.Bjm fakta-fakta hukum sebenarnya telah terungkap. Zainal Abidin dapat mengalahankan praktisi hukum yang sampai menyandang titel master Hukum dan Doktor Hukum sebagai legal hukum keluarga para ahliwaris alhamrhum Kolonel Soeparmo Joedhoprajitno.