Suku Pakpak

salah satu kelompok etnik Batak
Revisi sejak 6 Mei 2020 11.04 oleh 114.122.23.133 (bicara) (Artikel ini diambil dari sumber-sumber terpercaya oleh penetua Suku Pakpak.)

NJUAH-NJUAH BANTA KARINA

Templat:SUKU INDONESIA

SUAK PAKPAK
Suak Simsim, Suak Keppas, Suak Pegagan, Suak Boang, Suak Klasen.
Bahasa
Bahasa Pakpak, Bahasa Indonesia.

Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatra Indonesia dan dikenal dengan ciri khas salam/sapaan NJUAH-NJUAH. Wilayah Suku Pakpak tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Aceh). Nenek moyang  Suku Pakpak  adalah Khada dan Lona, mereka berasal dari India Selatan (India Tondal) yang terdampar di Pantai Barus. Kemudian mereka menetap di Muara Tapus dekat Kota Berus lalu berkembang di tanah Pakpak dan kemudian menjadi Suku Pakpak. Dari pernikahan mereka lahirlah seorang putra yang bernama Hyang, dan setelah dewasa menikah dengan Putri Raja Barus.

Dari Pernikahan Hyang dengan Putri Raja Barus menghasilkan 8 (Delapan) keturunan yakni 7 (Tujuh) Laki-Laki dan 1 (Satu) Perempuan diantaranya :

  1. Si Haji,mempunyai Kerajaan di Banua Harhar yang mana saat ini dikenal dengan nama Hulu Lae Kombih,Kecamatan Siempat Rube. dengan keturunannya : bermarga Padang, Berutu dan Solin.
  2. Mbello (Perbaju Bigo), menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa.
  3. Ronggar Jodi, pergi ke arah Utara dan membentuk Kerajaan yang bernama Jodi Buah Leuh dan Nangan Nantampuk Emas, saat ini masuk Kecamatan STTU Jehe.
  4. Mpu Bada, pergi ke arah Barat melintasi Lae Cinendang lalu tinggal di Mpung Si Mbentar Baju. Keturunannya bermarga : Manik, Beringin, Tendang, Bunurea, Gajah, Siberasa. Mpu Bada adalah yang terbesar dari pada saudara-saudaranya semua, bahkan dari pihak Suku Toba pun kadangkala mengklaim bahwa Mpu Bada adalah Keturunan dari Parna dari marga Sigalingging.sedangkan pada sejarah sudah jelas-jelas bahwa Mpu Bada adalah anak ke 4 dari Hyang. Makanya perlu hati-hati jika memperhatikan pembalikan fakta sejarah yang sering dilakukan oleh Pihak Toba dewasa ini. Marga Manik diturunkan oleh Mpu Bada yang mempunyai 4 orang anak yaitu : 1. Tondang 2. Rea sekarang menjadi Banurea 3. Manik 4. Permencuari yang kemudian menurunkan marga Boang Menalu dan Bancin.
  5. Raja Pako, pergi ke arah Timur Laut membentuk Kerajaan Si Raja Pako dan bermukim di Sicike-cike. Keturunannya bermarga : Marga Ujung, Angkat, Bintang Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik (Si Pitu Marga)
  6. Bata, dengan keturunannya : Tinambunen, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinanyungen dan Anak Ampun.
  7. Sanggir, Sanggir pergi ke arah Selatan tp lebih jauh daripada Bata dan membentuk Kerajaan di sana,dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka,Mungkur dan Kelasen.Keturunannya bermarga : Meka, Mungkur dan Kelasen.
  8. Suari Menikah dengan Putra Raja Barus dan memdiam di Lebbuh Ntua.

Meskipun oleh para antropolog orang-orang Pakpak dimasukkan sebagai salah satu sub etnis Batak di samping Toba, Mandailing, Simalungun, dan Karo. Namun, orang-orang Pakpak mempunyai versi sendiri tentang asal-usul jati dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut sumber-sumber tutur menyebutkan antara lain (Sinuhaji dan Hasanuddin,1999/2000:16) :

  1. Keberadaan orang-orang Simbelo, Simbacang, Siratak, dan Purbaji yang dianggap telah mendiami daerah Pakpak sebelum kedatangan orang-orang Pakpak.
  2. Penduduk awal daerah Pakpak adalah orang-orang yang bernama Simargaru, Simorgarorgar, Sirumumpur, Silimbiu, Similang-ilang, dan Purbaji.
  3. Dalam Lapiken/Laklak (buku berbahan kulit kayu) disebutkan penduduk pertama daerah Pakpak adalah pendatang dari India yang memakai rakit kayu besar yang terdampar di Barus.
  4. Persebaran orang-orang Pakpak Boang dari daerah Aceh Singkil ke daerah Simsim, Keppas, dan Pegagan.
  5. Terdamparnya armada dari India Selatan di pesisir barat Sumatera, tepatnya di Barus, yang kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat.

Berdasarkan sumber tutur serta sejumlah nama marga Pakpak yang mengandung unsur keindiaan (Lingga, Maha, dan Maharaja), boleh jadi di masa lalu memang pernah terjadi kontak antara penduduk pribumi Pakpak dengan para pendatang dari India. Jejak kontak itu tentunya tidak hanya dibuktikan lewat dua hal tersebut, dibutuhkan data lain yang lebih kuat untuk mendukung dugaan tadi. Oleh karena itu maka pengamatan terhadap produk-produk budaya baik yang tangible maupun intangible diperlukan untuk memaparkan fakta adanya kontak tersebut. Selain itu waktu, tempat terjadinya kontak, dan bentuk kontak yang bagaimanakah yang mengakibatkan wujud budaya dan tradisi masyarakat Pakpak sebagaimana adanya saat ini. Untuk itu diperlukan teori-teori yang relevan untuk menjelaskan sejumlah fenomena budaya yang ada.

Wilayah Suku Pakpak terbagi menjadi 5 (Lima) berdasarkan Suak/Sub-Suku, Yaitu :

1. Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah Simsim.

Antara lain, marga :

  • Berutu
  • Banurea
  • Sinamo
  • Boang manalu
  • Padang
  • Sitakar
  • Manik
  • Lingga
  • Tinendung
  • Kabeaken
  • Limbong
  • Cibro
  • Solin
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Pakpak Kepas, yakni orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas.

Antara lain. marga :

  • Ujung
  • Angkat
  • Bintang
  • Capah
  • Bako
  • Kudadiri
  • Maha
  • Gajah
  • Manik
  • Gajah
  • dll.

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang di Kabupaten Dairi.

3. Pakpak Pegagan, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Pegagan.

Antara lain, marga

  • Lingga
  • Maibang
  • Matanari
  • Manik
  • Siketang
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Tiga Lingga di Kabupaten Dairi.

4. Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Kelasen.

Antara lain, marga :

  • Tumangger
  • Anak ampun
  • Siketang
  • Kesogihen
  • Tinambunan
  • Maharaja
  • Meka
  • Berasa
  • Mungkur
  • dll

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Pakkat (di Kabupaten Humbang Hasundutan), serta Kecamatan Barus (di Kabupaten Tapanuli Tengah).

5. Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang.

Antara lain, marga :

  • Sambo,
  • Penarik, dan
  • Saraan.

Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Singkil (Nanggroe Aceh Darussalam).

Hukum Adat Tanah Suku Pakpak

Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Adapun bentuk-bentuk tanah sebagai berikut :

a. Tanah tidak diusahai, yaitu “Tanah Karangan Longo-longoon”, “Tanah Kayu Ntua”, “Tanah Talin Tua”, “Tanah Balik Batang” dan Rambah Keddep”.

b. Tanah yang diusahai yaitu “Tahuma Pargadongen”, “Perkenenjenen”, dan “Bungus”.

c. Tanah Perpulungen yaitu embal-embal, Jampalan, dan Jalangen.

d. Tanah Sembahen, yaitu tanah-tanah yang mempunyai sifat magis (keramat) terdiri dari tanah Sembahen Kuta (tidak dapat diperladangi) dan tanah Sembahen Balillon (dapat diperladangi).

e. Tanah Pendebaan yaitu tanah yang diperuntukkan bagai perkuburan.

f. Tanah Persediaan yaitu tanah cadangan dimana tanah ini tetap hak marga, tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.

Menyangkut pergeseran/pengalihan tanah tidak ada dalam hukum adat Pakpak, kecuali tanah Rading Beru (tanah yang diberikan kepada anak perempuan atau menantu sepanjang masih dipakai ) dan bila tidak dapat dipakai lagi harus dikembalikan kepada kula-kulanya atau yang memberikan tanah rading berru.

Bila ada permasalahan mengenai pertanahan, penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima.

Sulang Silima  Sebagai Organisasi tradisonal dan Sebagai Organisasi Formal.

1. Sulang Silima sebagai organisasi Tradisional Pakpak

Sulang Silima dapat diartikan sebagai lima bagian atau lima unsur. Sebagai kata benda berarti lima bagian daging, sebagai kata sifat dan kerja berarti lima unsur sosial yang berperan dalam sistem kekerabatan dan kemasyarakatan Pakpak. Ke lima unsur ini sangat penting peranannya dalam dalam berbagai aspek kehidupan. Lima Unsur Sulang Silima tersebut terdiri dari :

   1. Perisang-isang (Situaen)

   2. Pertulan Tengah (sindiruang)

   3. Perekur-ekur (siampun-ampun)

   4. Berru (Takal peggu, ekur peggu, labe, ndiangkip)

   5. Punca Ndiadep (Puang: Benna ni ari, Benna, Pengamaki, labe)

Ke lima unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori besar yaitu : Sinina, Puang dan Berru. Sinina ada dua jenis yaitu sinina semarga (dari pihak ayah) dan sinina tidak semarga yang sifatnya simetris atau sejajar (ibu bersaudara). Kelompok Puang terbagi beberapa kategori, antara lain : Puang Bena ni ari, Puang Benna, Puang Pengamaki, dan Puang labe. Berru terdiri dari : berru penelangkeen mbelgah (Takal Peggu), Berru Penelangkeen kedek (Ekur Peggu), berru ndiangkip, berru labe dan lain-lain. Penulis cenderung menganggap istilah sibeltek dalam adat Pakpak identik dengan saudara sekandung, walaupun prakteknya saat ini menjadi meluas maknanya (semarga). Demikian juga istilah Kula-kula, penulis yakin merupakan serapan (pengaruh) istilah Hula-hula (Toba). Buktinya tidak pernah dalam acara adat disebut Kula-kula Bena ni ari, kula-kula bennna dan seterusnya.

Pada hakekatnya sulang silima melekat pada setiap individu yang mengaku sebagai warga Pakpak di mana pun berada, karena sulang silima terkait dengan sistem kekerabatan dan struktur sosial masyarakat Pakpak. Sejak lahir seorang individu sudah masuk dalam sistem kekerabatan dan struktur sulang silima, baik sebagai anggota keluarga inti (jabu), keluarga luas, anggota lebbuh maupun anggota kelompok marga tertentu. Selain itu mereka juga otomatis menjadi kelompok sinina (dengan sibeltek), kelompok berru, maupun maupun kelompok puang.

Berdasarkan tingkatan serta cakupan peran dan fungsi dapat dikategorikan  5 jenis sulang silima, yaitu:

  1. Sulang Silima Jabu; berarti lima unsur ada di tingkat keluarga inti.
  2. Sulang silima Sibeltek Bapa; berarti lima unsur ada di tingkat keluarga luas khususnya ayah bersaudara.
  3. Sulang Silima Sibeltek Mpung; berarti ada di tingkat keluara luas khususnya kakek bersaudara.
  4. Sulang Silima Lebbuh; berarti ada di tingkat kelompok kerabat yang dihitung berdasarkan garis laki-laki dari suatu komunitas kerabat suatu marga yang lebih besar yang dapat dikategorikan sebagai klen kecil.
  5. Sulang Silima marga. Berarti ada di tingkat marga tertentu, misalnya marga Bancin, Manik, Berutu dan marga Pakpak lainnya. Sulang silima marga Berutu misalnya terdiri dari : Sukut (Mangmang, sinabul, sikuraja), Puang (Tinambunen dan Tumangger) dan Berru (Bancin dan Munthe).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa  Sulang Silima Pakpak jelas tidak ada karena maga-marga Pakpak berasal dari nenek moyang yang berbeda-beda antara satu marga dengan marga lainnya.

Secara tradisional Sulang Silima berperan dalam berbagai aspek kehidupan  baik dalam sistem kekerabatan, upacara adat, proses pengambilan keputusan maupun dalam penyelesaian sengketa, baik di tingkat jabu (keluarga inti), sibeltek  bapa dan sibeltek  empung (keluarga luas),  komunitas Kuta, lebbuh (klen kecil), maupun marga (klen besar). Secara singkat berikut dijelaskan peran dan fungsi sulang silima dalam kebudayaan /adat istiadat Pakpak

  1. Dalam sistem kekerabatan sulang silima mengatur berbagai hak dan kewajiban dalam sistem perkawinan mulai dari pembatasan dan penentuan jodoh, mengkata utang, adat merbayo dan balik ulbas. Sulang silima juga mengatur adat sopan santun kekerabatan (pertuturen),
  2. Dalam Upacara adat[6] kelima unsur sulang silima sangat menentukan, baik upacara adat sepanjang lingkaran hidup (Life Cycle Rites) maupun upacara adat lainnya.
  3. Dalam proses Pengambilan keputusan di tingkat keluarga inti, keluarga luas, lebbuh, kuta, dan marga sangat menentukan keabsahan suatu keputusan. Misalnya dalam penentuan suatu upacara adat, runggu lebbuh, runggu kuta dan malah runggu aur.
  4. Pengalihan hak dan kewajiban. Pembagian warisan di tingkat keluarga inti, keluarga luas dan pengalihan hak tanah kepada marga lain atau marga kelompok berru (rading berru).
  5. Penyelesaian sengketa. Sengketa dalam keluarga inti, sengketa keluarga luas,  sengketa tanah, sengketa lebbuh, sengketa kuta, sengketa marga biasanya sulang silima sangat berperan karena penyelelesaian dengan lima unsur tersebut lebih diakui dan syah secara adat.    

2. Sulang Silima Sebagai Organisasai Formal

Sulang Silima sebagai suatu organisasi formal mulai dibentuk sekitar 15-20 tahun yang lalu dan berkembang hingga kini. Sebahagian besar marga Pakpak telah membentuk organisasi sulang silima baik di Dairi maupun di Pakpak Bharat. Selanjutnya fenomena tersebut diikuti masing-masing lebbuh dari marga-marga. Formalitas tersebut ditandai dengan adanya kepengurusan dan badan hukum Sulang Silima marga atau lebbuh. Secara tradisional jelas tidak ada kepengurusan dan badan hukum dari Sulang Silima. Struktur kepengurusan Sulang Silima biasanya mengacu pada struktur organisasi kemasyarakatan (ormas) umumnya,  yang terdiri dari unsur ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi. Badan hukumnya memiliki akte notaris dan didaftarkan di Kesbanglinmas masing-masing kabupaten.

Formalitas sulang silima marga dan lebbuh tersebut sebenarnya sesuatu yang baik dan merupakan terobosan baru dalam rangka menjawab tantangan zaman dan pengaruh luar. Namun demikian,  idealnya revitalisai yang dilakukan tetap mengacu kepada nilai dan aturan dasar Sulang Silima yang tradisional terutama menyangkut peran dan fungsi masing-masing unsur sulang Silima.  Dari lima peran sulang silima tradisional yang di jelaskan di atas peran 1 dan 2 tidak perlu di intervensi dalam organisasi formal, namun peran 3, 4 dan 5,  organisasi formal sulang silima yang dibentuk perlu terlibat dalam rangka pendampingan, perlindungan dan memperkuat posisi tawr masyarakat adat baik lebbuh maupun marga, yaitu dalam proses pengambilan keputusan, pengalihan hak dan penyelesaian sengketa. Untuk itu dibutuhkan beberapa syarat dalam pembentukan dan menjalankan organisasi sulang silima marga atau lebbuh antara lain:

-  Pengurus sulang sulang silima seyogianya adalah mereka-mereka yang dipercaya, diteladani, mempunyai kapasitas, mempunyai kompetensi, dan mempunyai komitmen serta integritas yang tinggi.

-  Pengurus harus menjadi corong dan juru bicara dari anggotanya dan bukan sebaliknya menjadi corong pihak luar

-  Pengurus mengetahui dan menguasai masalah adat dan hak ulayat

-  Pengurus mampu memperkuat posisi tawar masyarakat adat (sulang silima) untuk mempertahankan hak-hak adatnya

-  Pengurus/organisasi mampu melindungi anggota dalam persoalan sengketa adat terutama sengketa tanah ulayat.

-  Pengurus/organisasi harus mampu berperan sebagai fasilitator maupun negosiator dalam program pembangunan.

-  Kepentingan masyarakat adat menjadi prioritas dalam menjalankan program kerja.

-  Organisasi mampu meningkatkan harkat dan martabat masyarakat adat (sulang silima)

Dengan terpenuhinya syarat tersebut maka peran organisasi sulang silima sebagai organisasi masyarakat adat menjadi penting dan dibutuhkan dalam pembangunan. Sebaliknya, bila syarat dan peran tersebut tidak dimiliki, maka formalitas organisasi sulang silima menjadi sesuatu yang tidak penting karena tidak relevan untuk  pembangunan dan untuk peningkatan harkat dan martabat anggota sulang silima. Malah bisa menimbulkan perpecahan dan pertikaian di dalamnya.    

Istilah Kekerabatan Pakpak

A. Istilah Kekerabatan dengan Saudara Inti dan Keluarga Sekandung (Sinina)

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Bapa (Ayah), Inang (Ibu), Kaka/Abang (Kakak lk. Abang), Dedahen/Anggi (Adik laki-laki/adik pr.), Turang (Kakak/Adik pr. ), Mpung/Poli (Kakek), Mpung Daberru (Nenek), Patua (Sdr lk. tertua Ayah), Nantua (Istri Sdr lk. tertua Ayah), Tonga (Sdr lk. tengah Ayah), Nan Tonga (Istri Sdr lk. tengah Ayah), Papun (Sdr lk. termuda Ayah). Nangampun (Istri Sdr lk. termuda Ayah), Inanguda (Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Panguda (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Nan Tua (Sdr pr. Ibu yg lebih tua), Patua (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih tua).

B.Istilah Kekerabatan dengan Kelompok Berru

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Turang (Sdr Pr), Silih (Suami Sdr Pr), Beberre (Anak Sdr Pr), Berru (Anak Pr. Ego), Kela (Menantu Lk), Namberru (Sdri Ayah), Mamberru (Suami Sdri Ayah), Impal (Anak lk Sdri Ayah), Turang (Anak Pr .Sdri Ayah), Mamberru (Mertua lk. Sdri), Namberru (Mertua Pr. Sdri).

C.Istilah Kekerabatan dengan Kelompok Puang

Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Puhun (Sdr Lk Ibu), Nampuhun (Istri Sdr Lk Ibu), Impal (Anak Lk/Pr Sdr Lk. Ibu), Sinisapo (Istri Ego), Silih (Sdr Lk Istri), Bayongku (Istri Sdr Lk Istri), Puhun (Mertua Lk), Nampuhun (Mertua Pr), Kalak Purmaen (Menantu Pr), Purmaen (Anak Sdr Lk Istri).

Marga Pakpak

  • Anakampun / Nahampun
  • Angkat
  • Bako / Baho
  • Bancin
  • Banurea / Banuarea
  • Berampu
  • Berasa / Barasa
  • Beringin
  • Berutu / Barutu
  • Bintang
  • Boangmanalu
  • Capah
  • Cibro
  • Gajah Manik
  • Gajah
  • Kabeaken
  • Kesogihen
  • Kaloko / Keloko
  • Kombih
  • Kudadiri
  • Lembeng
  • Lingga
  • Maha
  • Maharaja
  • Manik (Kecupak)
  • Manik (Sikettang)
  • Matanari
  • Meka / Meha
  • Maibang
  • Mungkur
  • Padang
  • Padang Batanghari
  • Pasi
  • Penarik
  • Pinayungan
  • Ramin
  • Sambo
  • Saraan
  • Sikettang
  • Sinamo
  • Sitakar
  • Solin
  • Saing
  • Tendang
  • Tinambunan
  • Tinendung
  • Tumangger / Tumanggor
  • Turuten / Turutan
  • Ujung

Pranala luar

  • Suku Pakpak Bukan Batak. Suku Pakpak adalah suku yang berdiri sendiri dan memiliki sejarah tersendiri.