Nio Joe Lan

Revisi sejak 21 Mei 2020 00.22 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Mengganti kategori Jurnalis Indonesia dengan Wartawan Indonesia)

Nio Joe Lan (Hanzi: 梁友兰; Pinyin: Liáng Yǒulán; EYD: Nio Yu Lan; juga dikenal dengan nama Indonesia Junus Nur Arif; 29 Desember 1904 – 13 Februari 1973) adalah penulis, jurnalis, dan guru sejarah Tionghoa Indonesia.

Nio Joe Lan
Nio, ca 1940
Lahir29 Desember 1904
Batavia, Hindia Belanda
Meninggal13 Februari 1973(1973-02-13) (umur 68)
Jakarta, Indonesia
PekerjaanPenulis, jurnalis, guru

Biografi

Nio lahir tanggal 29 Desember 1904 di Batavia, Hindia Belanda (sekarang Jakarta, Indonesia),[1] sebagai putra pedagang batik kaya dan istrinya.[2] Walaupun memiliki nama dengan lafal Bahasa Hokkien, sebenarnya Nio adalah orang Hakka.[3] Sang ayah berasal dari Meixian, Guangdong.[3] Karena sejak kecil bergaul dengan anak-anak Hokkien menyebabkan ia terbiasa menulis namanya dalam lafal Hokkien.[3] Setelah mengenyam pendidikan SD dan pendirikan rumah dalam bahasa Tionghoa,[4] Nio yang masih remaja mulai belajar untuk menjadi teknisi perawatan pesawat, profesi yang langka di Hindia Belanda. Meski ia menyelesaikan studinya tahun 1924, Nio gagal memasuki dunia penerbangan. Ayahnya baru saja meninggal dunia dan ibunya dikeluarkan dari pabrik. Dengan bantuan Lauw Giok Lan, ayah teman sekelasnya, Nio menjadi jurnalis untuk surat kabar Keng Po. Sejak 1928 hingga 1934, ia menjabat sebagai editornya[2] sebelum kantor berita ini dirombak ulang.[4]

Pada tahun 1934, Nio ditransfer ke harian Sin Po, kantor berita Batavia yang dikenal karena orientasi pro-Tiongkoknya. Sebagai editor, Nio umumnya menghindari percampuran politik dengan jurnalismenya dan berfokus pada budaya.[2] Sementara itu, ia menulis banyak artikel tentang berbagai topik, termasuk sastra Melayu Tionghoa,[5] di jurnal-jurnal Belanda seperti De Indische Gids dan Inggris seperti The China Journal. Waktu itu ia mulai aktif kerja sosial bersama Tiong Hoa Hwe Koan dan menjadi sekretarisnya. Pada tahun 1929, Nio menjadi bagian tim penulis buku untuk perayaan ulang tahun Tiong Hoa Hwe Koan ke-40.[1][2]

Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda bulan Februari 1942, Nio adalah satu dari 542 etnis Tionghoa dari Jawa dan Madura yang ditangkap dan ditahan.[2][6] Ia ditahan di Bukit Duri, kemudian Serang, lalu Cimahi, sebelum akhirnya dibebaskan tahun 1945 setelah penyerahan diri Jepang dan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kesaksian tertulis tentang pengalamannya dalam tahanan diterbitkan tahun 1946 dengan judul Dalem Tawanan Djepang. Sinolog Myra Sidharta menyebutnya kesaksian sejarah yang bernilai, karena mantan tahanan lainnya tidak menulis memoar serinci itu.[7]

Pasca pembebasannya, Nio kembali ke Batavia (sejak itu bernama Jakarta) dan Sin Po (yang mulai terbit kembali setelah tiga tahun tidak aktif). Ia memimpin kantor berita itu sampai 1958.[1] Pada saat yang sama ia mendirikan majalah keluarga Pantja Warna (1947–56).[5] Pada akhir 1950-an, Nio belajar sejarah di IKIP Jakarta. Tahun 1963, ia menjadi dosen sejarah di sana sambil bekerja lepas menerjemahkan karya sastra Tionghoa, termasuk sebagian Romance of the Three Kingdoms, Ballad of Hua Mulan, dan The Creation of the Gods. Setelah 1965, ia mulai menulis tentang bangsa Belanda di Hindia Belanda.[8]

Nio terus menulis sampai 1972. Ia meninggal dunia tanggal 13 Februari tahun berikutnya.[1][8] Menurut Sidharta, Nio seumur hidupnya telah menghasilkan hampir 200 karya tertulis dan nyaris semuanya membahas etnis Tionghoa di Indonesia.[9]

Daftar pustaka

Beberapa karya Nio tercantum di bawah:[1]

  • Riwayat 40 Taon T.H.H.K. Batavia (1940)
  • Dalem Tawanan Djepang (1946)
  • Peradaban Tionghoa Selajang Pandang (1961)
  • Sastera Indonesia-Tionghoa (1962)
  • Punjtak-puntjak Kisah Tiga Negara (1963)
  • Sastera Tiongkok Sepintas Lalu (1966).

Referensi

  1. ^ a b c d e JCG, Nio Joe Lan.
  2. ^ a b c d e Sidharta 2008, hlm. xiv.
  3. ^ a b c 梁友兰为印中文学尽心尽力, guojiribao. 26-07-2016
  4. ^ a b Suryadinata 1995, hlm. 6.
  5. ^ a b KPG, Nio Joe Lan.
  6. ^ Setiono 2008, hlm. 530.
  7. ^ Sidharta 2008, hlm. xv.
  8. ^ a b Sidharta 2008, hlm. xvii.
  9. ^ Sidharta 2008, hlm. xiii.

Kutipan