Pax Nederlandica
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Pax Netherlandica atau Pax Nederlandica[1] atau Pax Neerlandica[2] adalah politik kolonial Belanda[2] yang berupaya menyatukan wilayah-wilayah jajahan Belanda di Nusantara melalui perjanjian dan pendekatan militer.[3][4] Pax Netherlandica menunjukkan bahwa Belanda mengalami perubahan orientasi politik yang awalnya hanya melakukan monopoli perdagangan dan membatasi jalur perdagangan, kemudian menjadi negara berpaham kolonialisme dan imperialisme yang melakukan politik ekspansi.
Latar Belakang
Belanda menggagas Pax Netherlandica karena kekhawatirannya terhadap negara-negara barat lainnya akan datang ke wilayah Nusantara dan berniat menguasai wilayah Nusantara, dan juga Terusan Suez yang telah dibuka membuat jalur pelayaran antara Eropa dan Asia menjadi lebih singkat sehingga Belanda menginginkan untuk melaksanakan Politik Pasifikasi sesegera mungkin untuk menguasai daerah di Nusantara.[3]
Pax Netherlandica juga digagas untuk mengubah sistem administrasi tradisional menjadi sistem administrasi modern, yaitu dengan mengubah sistem pemimpin pribumi ke sistem birokrasi kolonial. Sehingga Belanda dapat mengambil posisi penting dari pemimpin daerah dan menjadikan para pemimpin pribumi terlepas dari hubungan tradisional dengan rakyatnya lalu menjadikannya sebagai pegawai di dalam birokrasi kolonial.[4]
Pelaksanaan
Politik Pasifikasi
Politik Pasifikasi adalah kegiatan ekspansi militer Belanda untuk menguasai daerah-daerah yang belum dikuasai oleh Belanda, kegiatan Politik Pasifikasi mengakibatkan terjadinya beberapa peperangan di berbagai wilayah Nusantara, salah satunya yaitu Perang Aceh.[5]
Perjanjian
Belanda melakukan sejumlah perjanjian untuk dapat menguasai beberapa wilayah di Nusantara, yaitu Kongres Wina (1815) dan Konvensi London (1814) untuk mengembalikan beberapa wilayah dari negara-negara Eropa sebelum invasi Napoleon Bonaparte, Traktat London (1824) bersangkutan dengan Sumatera dan Bengkulu, Traktat Sumatra (1871) bersangkutan dengan Aceh dan Gayo Alas,[5] perjanjian antara Inggris dan Belanda yang berkaitan dengan Irian Barat (1828), dan perjanjian antara Portugal dengan Belanda yang berkaitan dengan perbatasan antara Timor Barat dan Timor Timur (1904).
Dampak
Pax Netherlandica melalui proses Politik Pasifikasi selama abad ke-19 M berdampak pada hilangnya kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusantara karena dikuasai oleh Belanda. Belanda dengan sejumlah kerajaan di Nusantara terikat oleh Perjanjian Panjang (Lange Veklaring atau Lange Contract), salah satunya Kesultanan Bima[6] dan Perjanjian Pendek (Korte Veklaring), salah satunya Negeri Langsa[7]. Berdasarkan perjanjian tersebut, gubernur Hindia Belanda memiliki kekuasaan untuk mengarahkan serta mengawasi kegiatan sejumlah kerajaan di Nusantara yang terikat perjanjian tersebut, membuat wilayah kerajaan yang terikat perjanjian tersebut menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah Belanda serta terjadinya perubahan pada struktur kelembagaan kerajaan yang membuat pemerintahan Belanda memiliki hak untuk mengambil keputusan dalam kerajaan.
Pax Netherlandica juga memberikan dampak yang bermanfaat pada infrastruktur transportasi, pemerintah Belanda membangun jalan dan jalur kereta api sehingga memudahkan mobilisasi serta pergerakan pasukan untuk menghadapi perlawanan-perlawanan rakyat pada abad ke-19 M. Di daerah Aceh, Belanda membangun jalur kereta api dari Kotaraja ke Oeluelue pada 1876 untuk transportasi peralatan perang.[8] Di daerah Sumatera Barat dan Sumatera Utara pemerintah Belanda juga membangun sarana transportasi untuk menaklukkan perlawanan rakyat.
Pax Netherlandica juga memberikan dampak pada migrasi penduduk serta pencampuran budaya, karena tentara yang direkrut Belanda berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Para tentara tersebut kemudian bermukim di wilayah tempat tugasnya dan menikah dengan warga setempat sehingga terjadi amalgamasi.
Referensi
- ^ (Inggris) Zubaedah, Aminatun; Edi; Lay; Fatimah dkk. (2018). The Politics of Welfare: Contested Welfare Regimes in Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 28. ISBN 978-602-433-608-0.
- ^ a b (Inggris) Boomgaard, Peter (2003). "Smallpox, vaccination, and the Pax Neerlandica, Indonesia, 1550-1930". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia and Oceania. 159 (4): 591. doi:10.1163/22134379-90003743.
- ^ a b Mustopo, M. Habib; Hermawan; Waluyo; Suprijono; Sugiharti (November 2007). Sejarah: Untuk kelas 2 SMA. Jakarta: Yudhistira. hlm. 117. ISBN 979-676-707-4.
- ^ a b Putri, Arum Sustrini (6 Maret 2020). "Politik Etis: Pengertian, Latar Belakang, Tokoh dan Tujuan". Kompas.com. Diakses tanggal 23 Maret 2020.
- ^ a b Amal, Taufik Adnan; Panggabean, Samsu Rizal (Desember 2004). Politik Syariat Islam: dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet. hlm. 17. ISBN 979-3064-07-2.
- ^ (Inggris) Sukarddin, Sukarddin; Musaded, Akhamad Ari; Ediyono, Suryo (2018). "War of Ngali Toward Dutch Colonialism in Bima". International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. 5 (4): 130. doi:10.18415/ijmmu.v5i4.216.
- ^ Muhajir, Ahmad (2018). "Langkah Politik Belanda di Aceh Timur: Memahami Sisi Lain Sejarah Perang Aceh, 1873-1912". MUKADIMAH. 1 (2): 164. doi:10.30743/mkd.v1i2.515.
- ^ Muhajir, Ahmad (2018). "Langkah Politik Belanda di Aceh Timur: Memahami Sisi Lain Sejarah Perang Aceh, 1873-1912". MUKADIMAH. 1 (2): 168–169. doi:10.30743/mkd.v1i2.515.