Aka cino adalah motif atau ragam hias yang dikenal di Minangkabau. Bentuknya berupa sulur-suluran yang merupakan bentuk umum motif tumbuh-tumbuhan Nusantara. Motif ini umumnya diterapkan pada ukiran kayu di bangunan tradisional Minangkabau.

Sejarah

Motif Minangkabau mengambil gambaran kehidupan atau bentuk dari alam. Cikal bakalnya dapat ditelusuri dari tinggalan masa megalitik berupa menhir di Maek, Kabupaten Lima Puluh Kota. Guratan garis lurus, lengkung, dan geometris merupakan bentuk dasar yang umum dijumpai. Pada motif sirih gadang, bentuk dasarnya berupa garis melengkung berwujud sulur-suluran dengan pola pengulangan berjajar.

Makna

Dalam bahasa Minangkabau, kata "aka" dapat berarti akar atau akal Adapun "cino" merupakan sebutan Minangkabau untuk negeri yang saat ini disebut Tiongkok, yang penduduknya memiliki tradisi merantau.[1]

Penerapan

Motif aka cino termasuak motif ukiran pengisi bidang ukiran kecil di rumah gadang. Motif ini sering pula dijumpai pada peralatan rumah tangga seperti <i>labu cakiak</i>.[1]

Variasi motif ini di antaranya yakni aka cino sagaagang, aka cino duo gagang, dan aka bapilin.[2]

Rujuakan

  1. ^ a b Ukiran Tradisional Minangkabau. Padang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan. 1998. 
  2. ^ Herry Nur Hidayat (2018). "Pengembangan Motif Ukiran Rumah Gadang Untuk Motif Kain: Revitalisasi dan Pengembangan Industri Kreatif". Lingua Idea. 9 (1).