Kai Raga
Kai Raga adalah nama atau gelar yang tercatat sebagai penyalin atau penulis naskah-naskah Sunda kuno. Namanya tercantum dalam enam naskah Sunda kuno.[1][2][3]
Penelusuran Identitas
Identitas Kai Raga pernah ditelusuri oleh C.M. Pleyte. Menurutnya, Kai Raga menyerahkan beberapa naskah Sunda Kuno kepada Raden Saleh yang pada tahun 1865 ditugaskan berkeliling Priangan untuk mengumpulkan peninggalan purbakala, termasuk naskah Sunda kuno. Kai Raga yang dianggap menyerahkan naskah kepada Raden Saleh adalah cucu Kai Raga yang menjadi pemuka kelompok keagamaan, yang pertapaannya terletak di Gunung Cikuray, Garut. Namun sejak tahun 1865, tidak ada lagi keterangan yang lebih lanjut mengenai cucu Kai Raga tersebut. Pleyte meyakini orang tersebut dipastikan telah meninggal dan tidak meninggalkan keturunan. Selain itu, pada 1904, Pleyte berkunjung ke Cikuray.[1]
Karya
Hingga kini baru ada enam naskah Sunda yang dinisbatkan kepada Kai Raga. Keenam naskah tersebut adalah: Carita Ratu Pakuan (Kropak 410), Kropak 411, Carita Purnawijaya (Kropak 416), Kawih Paningkes (Kropak 419), Gambaran Kosmologi Sunda (Kropak 420), Darmajati (Kropak 423) dan Wirid Nur Muhammad.[1][2]
Carita Ratu Pakuan 410 & 411
Kropak 410 berisi Carita Ratu Pakuan. Sebagaimana catatan Atja (1970), Carita Ratu Pakuan dibagi menjadi dua bagian. Pertama, mengenai gunung-gunung pertapaan para pohaci yang akan menitis kepada para putri pejabat calon istri Ratu Pakuan atau Prabu Siliwangi. Kedua, mengenai kisah Putri Ngambetkasih diperistri Ratu Pakuan.
Kropak 411 sejauh ini belum diketahui keberadaannya. Karena dalam Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Katalog induk naskah-naskah Nusantara jilid 4 (1998), naskah tersebut tidak didapatkan lagi datanya. Akan tetapi, catatan Pleyte dalam “Poernawidjaja’s Hellevaart, of de Volledigeverlossing, Vierde bijdrage tot de kennis van het oude Soenda” (1914), jelas menyebutkan keberadaan naskah tersebut. Dengan demikian, besar kemungkinan naskah tersebut telah raib dari koleksi Perpustakaan Nasional.
Pada Kropak 410 dan 411, ada keterangan: “sadu pun, sugan aya sastra leuwih sudaan, kurang wuwuhan. Beunang diajar nulis di Gunung Larang Srimanganti dan beunang nganggeuskeun di sukra wage gununglarang srimanganti. Ini carik kai raga.” (Maaflah, bila ada tulisan berlebih, mohon dikurangi, jika kurang tambahi. Hasil belajar menulis di Gunung Larang Srimanganti dan telah selesai dituliskan pada hari Jumat wage di Gununglarang Srimanganti. Ini juru tulis Kai Raga) (Atja, 1970 dan Undang A. Darsa, 2007).
Carita Purnawijaya
Carita Purnawijaya (Poernawidjaja’s Hellevaart) (kropak 416) merupakan adaptasi naskah Jawa kuno yang bernapaskan agama Buddha, Kunjarakarna. Isinya menerangkan Purnawijaya yang mendapatkan pencerahan dari Dewa Utama, perjalanannya ke neraka, dan serta uraian masalah-masalah filosofis yang dia dapatkan. Naskah ini mirip sekali isinya dengan Darmajati (kropak 423), meski di beberapa bagian ada yang berbeda.
Carita Purnawijaya (Kropak 416) dan Darmajati (Kropak 423) menunjukkan keterangan yang sama mengenai penulis atau penyalin naskahnya. Kata-kata yang dimaksud adalah: “sugan aya sastra ala de ma, sugan salah gantian, sugan kurang wuwuhan. Beunang Kai Raga nulis, di gunung Larang Sri Manganti” (kalaulah ada tulisan jelek dan sia-sia, jika keliru perbaikilah, apabila kurang harap dilengkapi. Tulisan hasil Kai Raga, di Gunung Larang Srimanganti) (Undang A. Darsa, dkk. 2004).
Kawih Paningkes
Kawih Paningkes (kropak 419) dan Gambaran Kosmologi Sunda (kropak 420) pada dasarnya berisi tentang segala macam renungan mengenai masalah-masalah keagamaan. Gambaran Kosmologi Sunda berisi dialog antara Pendeta Utama dengan Pwah Batari Sri me-ngenai bagaimana semua mahluk menjalankan tugasnya masing-masing sesuai bayu, sabda, dan hedap anugerah dari Sang Pencipta. Selain itu, juga ada disebutkan me-ngenai tuntunan peribadatan yang harus dilakukan.
Sementara, Kawih Paningkes, menurut Ayatrohaedi, dkk. (1987), berisi embaran mengenai ajaran agama yang bercampur antara kepercayaan Hindu dengan kepercayaan pribumi. Hal tersebut terbukti dengan disebutkannya nama dewa dan dewi agama Hindu dengan nama-nama pohaci dan apsari yang khas Pasundan.
Menurut Atja (1970), Kawih Paningkes (Kropak 419) diakhiri dengan kata-kata: “ini kang nulis kai raga nu keur tapa di sutanangtung”. Sedangkan Gambaran Kosmologi Sunda (Kropak 420), menurut Undang A. Darsa dan Edi S. Ekadjati (2006) diakhiri dengan kata-kata: “ini kang anulis Kai Raga, eukeur tapa di Sutanangtung. Sugan kurang wuwuhan, leuwih sudaan” (inilah penulis bernama Kai Raga, tengah bertapa di Suta Nangtung. Bila ada kekurangan mohon ditambah, jika berlebihan mohon dikurangi).
Wirid Nur Muhammad
“Wirid” (KBG 75). Menurut Holil dan Gunawan (2010: 146), naskah kertas daluang, bersampul kertas marmer berwarna merah dan berjumlah 12 halaman itu berisi perihal asal-usul terciptanya alam dan manusia, ditulis Kai Raga pada hari Jum’at Kliwon, bulan Muharram. Karya yang ditulis Kai Raga tersebut bisa jadi sangat kontras dengan naskah lain yang tertulis atas namanya
Perbandingan dengan Kiai Windusana
Masa hidup dan hasil karya Kai Raga dapat dibandingkan dengan Kiai Windusana yang memelihara dan menuliskan kembali sejumlah naskah Jawa Kuna, Jawa Pertengahan, dan Jawa Modern di lereng Gunung Merbabu sebagaimana yang ditelusuri I. Kuntara Wiryamartana dan Willem van der Molen. Menurut mereka Windusana hidup di sekitar abad ke-18. Ia dikenal sebagai pendeta tinggi dalam agama Budha dan dilaporkan memiliki ribuan naskah yang aneh. Namun saat Bataviaasch Genootschap mengambil naskah-naskahnya pada tahun 1852, jumlahnya hanya berkisar empat ratusan naskah.[1]
Rujukan
- ^ a b c d Kurnia, Atep Atep (2019-08-12). "Sinurat Ring Merega; Tinjauan atas Kolofon Naskah Sunda Kuna". Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara (dalam bahasa Inggris). 3 (1): 77–99. doi:10.37014/jumantara.v3i1.451. ISSN 2685-7391.
- ^ a b "Wirid Nur Muhammad – Kairaga.com". Diakses tanggal 2020-06-15.
- ^ "Kai Raga dan Karya-karyanya – Kairaga.com". Diakses tanggal 2020-06-15.