Johanna Petronella Mossel
Johanna Petronella Mossel (1904-1978)[1] adalah seorang guru dari kalangan Indo yang menjadi istri kedua Ernest Douwes Dekker (DD). Ia lahir dari keluarga Belanda keturunan Yahudi.
Johanna Petronella Mossel | |
---|---|
Lahir | Batavia, Hindia Belanda | 3 April 1904
Meninggal | Templat:1978 Utara Laya, Yogjakarta, DIY, Indonesia[1] |
Kebangsaan | |
Pekerjaan | Guru, Aktivis, Penulis |
Suami/istri | Ernest Douwes Dekker Djafar Kartodiredjo |
Sebagai seorang guru (mendapat ijazah guru Eropa tahun 1924), sejak 1925 ia menjadi pengajar dan asisten administrasi Ksatrian Instituut, suatu lembaga pendidikan binaan Ernest Douwes Dekker yang berdiri di Bandung. Keduanya berkenalan di sini dan pada tahun 1926 (22 September) mereka menikah. Dari pernikahan ini tidak ada keturunan.
Bersama suaminya, Douwes Dekker, mereka memiliki inisiatif untuk mengembangkan kesadaran pendidikan. Johanna, yang pernah menjadi guru di sekolah MULO Institut Ksatrian, berpendapat sekolahnya itu bukan jawaban yang memuaskan terhadap kebutuhan pendidikan untuk anak-anak pribumi Indonesia. Akhirnya, mereka berdua, pada tahun 1932 mendirikan sekolah bernama Sekolah Menengah Dagang (Nasionaal Handels Collegium). Namun, nama itu membawa malapetaka. Pihak pemerintah Belanda melarang mereka menggunakan nama itu.
Semangat yang tetap menyala membuat mereka tak putus asa, mereka mengganti nama sekolahnya dengan nama Moderne Middlebare Handelsschool (MMHS). Sekolah tersebut mengajarkan jurnalistik, ekonomi, dan pendidikan. Pelajaran sejarah Ekonomi diajarkan di kelas 1 sampai dengan 5. Buku-buku yang digunakan untuk membuat buku penuntun adalah Kolonieen karangan Prof. Schmidt, dalam bahasa Jerman, dan Van Wingewest tot Zelbestuur oleh Stokvis.
Meskipun, dalam merintis sekolahnya itu banyak kendala dan cobaan, seperti pembakaran atau pemusnahan buku-buku yang dilakukan pemerintah Belanda, Johanna tidak patah semangat. Ia justru semakin kuat untuk mendidik para siswanya. Dalam perjalanannya sebagai guru, ia telah mampu memberikan pelayanan pemeriksaan dokter pada siswanya secara gratis, pelajaran formal yang harus ditempuh di sekolah dan fasilitas pengobatannya itu diberikan secara cuma-cuma. Merasa tak cukup, ia dan suaminya memberikan pelajaran ekstrakurikuler pada sore harinya, dan oleh bekas murid-muridnya, guru Johanna dikenang sebagai guru yang rewel dan keras sekali dalam menegakkan disiplin serta sopan santun pada anak didiknya. Ia pun mengajar tanpa imbalan honorarium. Sewaktu Douwes Dekker dibuang ke Suriname (1941), Johanna ditinggal dan disarankan oleh Douwes Dkker untuk berlindung pada Djafar Kartodiredjo, seorang guru Ksatrian Instituut pula, agar tidak ditangkap oleh tentara Jepang. Namun keduanya kemudian menikah 1942, kemungkinan besar tanpa sepengetahuan Douwes Dekker.[2]
Pada masa pendudukan Jepang, Johanna tidak menjadi incaran Jepang karena namanya dekat dengan Douwes Dekker, yang dikenal baik oleh kalangan orang Jepang. Sekembalinya Douwes Dekker dari Suriname pada awal 1947, keduanya bertemu kembali namun tidak dapat bersatu sebagai keluarga. Di akhir 1947 keduanya kemudian bercerai.
Johanna Mossel dikenal sebagai pendukung kemerdekaan Indonesia pada masa Perang Revolusi (1945-1949) yang gigih dan dianggap pengkhianat oleh kalangan militer Belanda, namun tidak pernah ditangkap.[3]
Referensi
- ^ Glissenaar, F. DD: Het leven van E.F.E. Douwes Dekker. p. 145