Merancang ilir

Bergabung 12 Juli 2020
Revisi sejak 12 Juli 2020 15.15 oleh Merancang ilir (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'SEJARAH SINGKAT MERANCANG ILIR KABUPATEN BERAU, KECAMATAN GUNUNG TABUR, KALIMANTAN TIMUR Merancang adalah suatu tempat atau kampung dulunya sebagai tempat persinggaha...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

SEJARAH SINGKAT MERANCANG ILIR KABUPATEN BERAU, KECAMATAN GUNUNG TABUR, KALIMANTAN TIMUR

Merancang adalah suatu tempat atau kampung dulunya sebagai tempat persinggahan para kelompok kelompok yang tidak pernah menetap disatu tempat. Di Merancang inilah tempat kelompok–kelompok menyusun strategi masa depan kelompoknya, baik itu segi ekonomi, keamanan ataupun yang lainnya. Merancang Ilir, nama ini sangat indentik sekali dengan kata “ Rancang “ dalam bahasa Banjar yang berartikan potongan – potongan kecil atau sesuatu yang akan dihancurkan kemudian dihamburkan. Konon kata “Rancangan” inilah yang menjadi dasar munculnya nama “Kampung Merancang” yang kemudian menjadi “Merancang Ilir”. Kampung Merancang adalah kampung yang awalnya terpencil di tengah hutan belantara menyusuri Sungai Segah dan sangat strategis sebagai tempat penyususunan strategi dan tempat beristirahat. Sejarah berdirinya berawal dari dua keluarga suku banjar yang tinggal di muara sungai dengan izin keluarga kerajaan di Pulau Besing. Di muara sungai kira-kira 2 km ke selatan tinggallah dua keluarga, salah satu keluarga itu bernama Lamut. Kehidupan Lamut sehari–hari adalah bercocok tanam atau bertani dan keluarga yang satunya mencari ikan. Kehidupan dua keluarga ini rukun selalu saling memberi dan menerima. Pada suatu hari terjadi kesalahpahaman antara mereka yang berujung perkelahian seru tanpa sepengetahuan anggota keluarga keduanya. Dalam perkelahian tersebut terbunuhlah Si Lamut dan kematiannya tidak diketahui oleh keluarga. Setelah kematian Lamut, Si Pembunuh bingung dan menyesal. Dia berpikir siapa yang akan menghasilkan ubi atau jagung untuk dimakan sedangkan dia tak tahu bercocok tanam. Sejenak dipandangi mayat Si Lamut beberapa lama lalu timbullah ide Si Pembunuh ini, dengan menggunakan parang dicincanglah (dirancang) badan Si Lamut lalu badan Si Lamut yang sudah dirancang atau dicincang ini kemudian disebar di tengah hutan. Si Pembunuh menyampaikan kabar duka bahwa Si Lamut mati di tengah hutan di makan hewan buas. Mendengar berita ini keluarga Si Lamut sedih sekali, keesokan harinya keluarga Lamut pergi ke hutan mencari jasad Lamut namun tak pernah ditemukan. Setelah beberapa hari berlalu Si Pembunuh ini merenung bagaimana mendapatkan bahan makanan selain ikan. Suatu malam pergilah dia menemui istri Si Lamut menyampaikan amanat bahwa sebelum meninggal Lamut berpesan anak–anak Lamut akan dikawinkan dengan anaknya. Istri Lamut pun menyetujuinya dan dikawinkanlah anak laki-laki Si Lamut dengan anak perempuan Si Pembunuh. Keluarga inilah yang menjadi keluarga yang pertama tinggal dan berkembang. Seiring berjalannya waktu, tempat ini mulai menjadi kampung yang besar dan tempat persinggahan ataupun transit perdagangan, barter sehingga masuklah etnis lain dan tinggal di tempat ini. Tidak berselang lama, kampung ini mulai dikunjungi orang dan mulai bermukim di tempat ini. Etnik dari Celebes atau Sulawesi (Bugis) menjadi suku yang sangat banyak melakukan perjalanan dan memilih tinggal sampai 7

akhirnya sekarang ini penduduk asli daerah ini berpindah tempat karena merasa tidak cocok lagi tinggal di daerah ini. Sampai sekarang tinggallah di kampung ini mayoritas dari suku Bugis atau Sulawesi.