Pembicaraan:Hagia Sofia, Istanbul


Komentar terbaru: 4 tahun yang lalu oleh Aris riyanto pada topik Usul perubahan nama artikel

Informasi mengenai surat-surat yang dipamerkan di Hagia Sophia ini menarik sekali. Di mana saya bisa memperoleh informasi lebih lanjut? Femmy

Usul perubahan nama artikel

Mungkin ini tidak terlalu penting. Sebagian besar orang Indonesia, terutama guru sejarah (karena bangunan ini bernilai sejarah), jarang sekali menyebut bangunan ini sebagai Hagia Sophia (menurut fonetik baku Indonesia). Sebagai gantinya, sebutan yang lebih sering digunakan adalah Aya Sofia, atau Aya Sofya. Referensi yang dapat digunakan adalah buku-buku sejarah di dalam Buku Sekolah Elektronik SMA yang dapat diunduh dari situs web resmi Depdiknas. Silakan googling :-) Saya usul agar judul artikel ini Aya Sofia atau Aya Sofya saja. Reindra (bicara) 18:16, 1 November 2009 (UTC)

Artikel ini sudah sangat lama :-) Dibuat oleh anon pada bulan Januari 2005, mungkin memakai Telkomnet instan kalau melihat alamat IP-nya ... Saya sih setuju saja. Kalau melihat artikel Turki disebut Ayasofya, jadi disambung. Silakan, toh nama Aya Sofia/Sofya masih berdasarkan nama Hagia Sophia. Meursault2004ngobrol 18:21, 1 November 2009 (UTC)

Ada bagusnya tetap memakai nama Hagia Sophia. Karena sejarah membuktikan bahwa nama sebenarnya adalah Hagia Sophia sebelum direbut oleh penjajah yang berkuasa di Turki. Selain itu, bangunan ini pula juga berdiri dan diciptakan oleh pendirinya dengan nama Hagia Sophia. Jadi hormatilah kreatifitas arsitek pertama yang membangun. Bukan dengan mengganti nama menjadi Aya Sofia setelah dirombak dan tidak menjadi seperti sebagaimana mestinya. – komentar tanpa tanda tangan oleh 180.214.232.26 (bk) pada 25 April 2010, 12:40.

Saya tidak seluruhnya setuju pendapat anda meski harus saya akui bahwa pendapat anda ada benarnya. Kita ambil situasi di Indonesia, banyak nama-nama gedung di Jakarta/Indonesia yang berubah sejak jaman kemerdekaan. Perlukan misalkan Gedung Museum Nasional kita sebut sebagai Gedung Koninlijk Bataviaasch Genootschap dsb. Mungkin harus dilihat per kasus. Meursault2004ngobrol 07:21, 25 April 2010 (UTC)

Tambah lagi. Bangsa Turki sudah lebih dari 500 tahun berada di Istanbul jadi mereka sudah tak dianggap penjajah lagi. Apalagi mereka kebanyakan sudah berbaur dengan penduduk setempat. Meursault2004ngobrol 06:45, 27 April 2010 (UTC)

Saya masih sependapat dengan Pak Revo. Sudut pandang saya bukanlah sejarah (meskipun referensinya buku bertema sejarah) melainkan penyesuaian fonetik (pronounsiasi), pembunyian huruf-demi-huruf. Alangkah baiknya apabila disesuaikan dengan lidah penutur asli bahasa Indonesia. Penulisan "Hagia Sophia" sendiri yang diucapkan oleh penutur bahasa-bahasa Indo-Eropid mungkin akan menghasilkan bunyi yang sedikit mirip (kalau enggan dikatakan hampir sama) dengan "Ayasofya" dalam judul berbahasa Turki. Kata "Indonesia" juga dapat dituliskan dengan "Indônèsia", "Indonezija", "Indonesien", "İndoneziya", إندونيسيا , اندونيسيا , ইন্দোনেশিয়া , Индонезия, "Yindunixiya", "Indonezha", "Induniziyyah", "Indonesië", dll (ada di interwiki). Sesuai dengan tradisi penulisan bahasa masing-masing --tentunya juga disesuaikan dengan lidah penutur aslinya. Hehe... Reindra (bicara) 07:06, 27 April 2010 (UTC)

Tadinya mau mengusulkan usulan yang sama mengenai pergantian nama, saya lebih condong ke "Aya Sofia" atau "Aya Sofya", karena bahasa Indonesia bisa langsung menyerap kata dari bahasa timur tengah (Arab, Turki, Persia), mengapa harus melalui Bahasa Inggris dulu segingga menjadi "Hagia Sofia". – komentar tanpa tanda tangan oleh aris riyanto (bk). 14 Juli 2020 12.40 (UTC)Balas

Kembali ke halaman "Hagia Sofia, Istanbul".