Dian Ediana Rae

Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Pernyataan di media

Pada tanggal 27 Februari 2019, saat masih jadi Wakil Ketua PPATK, ia membuat pernyataan kontroversial bahwa pengawasan terhadap rekening warga negara Indonesia diperketat. Ini termasuk 1,3 juta rekening milik pejabat negara, politikus, pengusaha hingga firma hukum, karena dicurigai terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia menyatakan bahwa bila terbukti, PPATK tidak akan segan menyerahkan bukti pencucian uang tersebut ke penegak hukum, sehingga mempersempit gerak pelaku pencucian uang. Dian Ediana Rae juga menyatakan bahwa PPATK telah menjalin kerjasama erat dengan sejumlah lembaga penegak hukum.[1]

Masih dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua PPATK, ia juga menyatakan bahwa Banten termasuk dalam zona merah dalam Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), saat berdikusi dengan wartawan di Banten, 22 November 2018. Hal itu yang menandakan bahwa kasus-kasus yang berkaitan dengan pencucian uang cukup tinggi seperti korupsi, narkoba, kasus pajak, dan lainnya. Dian memperhatikan bahwa pencucian uang di Banten tiap tahun menunjukkan tren terus meningkat.[2]

Ia juga menyatakan bahwa PPATK menemukan hal serupa di Aceh. Data yang ada di PPATK mencatat 2.360 LTKM dari wilayah Aceh atau menempati posisi ke-15 dari 34 provinsi. Sementara nominal transaksi LTKM tertinggi menyentuh angka Rp40 miliar, dengan mayoritas terkait tindak pidana narkotika, penipuan, dan korupsi. Atas temuan tersebut ia mengklaim bahwa PPATK mendorong KPK, BNN maupun Kejaksaan dan Polri serta aparatur hukum lain untuk mengeksekusi hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut.[3]

Tanggal 12 Agustus 2019, ia juga menyatakan bahwa berdasarkan perkembangan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga April 2019 terdapat 6.090 laporan transaksi mencurigakan, dimana terlapor berasal dari perorangan dan korporasi yang mengindikasikan adanya tindakan penipuan, korupsi dan perjudian. Dian menyatakan bahwa ada peningkatan laporan yang didorong perbaikan sistem pelaporan serta peningkatan kesadaran pelapor, sehingga perlu pemeriksaan untuk memastikan bahwa ada tindak pidana dalam laporan tersebut.[4]

Saat masih menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Jabar–Banten Wilayah VI, ia menyatakan bahwa Wilayah Jawa Barat–Banten yang berpenduduk berkisar 47 juta jiwa berperan penting dalam memengaruhi perekonomian nasional. Memang inflasi yang terjadi di daerah tersebut hanya 1 persen, namun inflasi nasional 70 persennya disebabkan gejolak di daerah. Adanya kenaikan beberapa komoditas tertentu, seperti minyak, cabai, dan kedelai, membuat rupiah menjadi berfluktuasi. Untuk mengendalikan rupiah supaya nilainya tetap berharga, BI mendirikan Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah daerah dan BI.[5]

  1. ^ PPATK Awasi 1,3 Juta Rekening Milik Pejabat Negara. dari situs berita Republika
  2. ^ PPATK: Banten Masuk Zona Merah Transaksi Keuangan Mencurigakan. dari situs gatra
  3. ^ PPATK Temukan Banyak Transaksi Mencurigakan di Aceh. dari situs kba.one
  4. ^ PPATK Terima 6.090 Laporan Transaksi Mencurigakan. dari situs berita CNBCIndonesia
  5. ^ Dr Dian Ediana Rae: Kiprah Mantan KPW BI London di Tanah Kelahiran. dari situs mediaintegritas