Kesultanan Jailolo

Revisi sejak 4 Agustus 2020 14.08 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambah pranala dalam)

Kesultanan Jailolo adalah salah satu dari empat kesultanan yang ada di Kepulauan Maluku. Pendirian kesultanan ini berawal dari Perjanjian Moti yang diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo.[1]

Kehidupan Masyarakat

Kesultanan Jailolo menjalankan syariat Islam dalam kehidupan masyarakatnya. Al-Qur'an dan nasihat para leluhur menjadi sumber hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Masyarakat diatur dalam adat yang dikenal sebagai Adat Se Atorang.[2]

Keruntuhan

Kesultanan Jailolo sering menerima ancaman dan serangan dari Kesultanan Ternate. Pada tahun 1551, Kesultanan Tidore melakukan serangan ke Kesultanan Jailolo dengan bantuan dari Portugis. Kemudian pada tahun 1620, Kesultanan Tidore kembali melakukan serangan dan dibantu oleh Belanda. Kedua serangan ini mempengaruhi susunan kekuasaan dari Kesultanan Jailolo. Wilayah-wilayah kekuasaannya menjadi rebutan para penguasa lokal dan para penjajah Eropa. Akibatnya kesultanan ini runtuh pada abad ke-17.[3]

Rujukan

  1. ^ Jalil, Laila Abdul (2017), hlm. 197."Jailolo merupakan bagian dari 4 kesultanan yang ada di Maluku yang lahir karena adanya perjanjian Moti Verbond yang diprakarsai oleh Sultan Sida Arif Malamo."
  2. ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 232."Sebagai kerajaan islam, maka kepada empat kerjaan Moloku Kie Raha masing-masing menjaga empat pilar dalam Islam yakni Jailolo menjaga syariat, Tidore menjaga tarekat, Bacan menjaga hakikat, Dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan sosial mengacu pada aturan adat yang mengatur kehidupan dikenal dengan Adat Se Atorang. Aturan adat bersumber dari falsafah leluhur dan Al-Qur'an."
  3. ^ Mansyur, Syahruddin (2016), hlm. 134."Sejak saat itu pula, perjalanan sejarah Jailolo sering mendapat ancaman dan ekspansi terutama dari pihak Ternate hingga mengalami keruntuhan pada abad ke-17. Setidaknya terdapat dua serangan besar yang dilancarkan oleh pihak Ternate (dibantu oleh sekutu bangsa Eropa), yaitu tahun 1551 (bersama Portugis),dan tahun 1620 (bersama Belanda). Para ahli sejarah berpandangan bahwa dua serangan ini bahkan telah merusak struktur kekuasaan internal Kesultanan Jailolo dan pascakeruntuhan tersebut wilayah Kesultanan Jailolo mengalami pasang surut perebutan wilayah yang tidak hanya melibatkan penguasa lokal tetapi juga bangsa Eropa."

Daftar Pustaka

  • Mansyur, Syahruddin (2016). "Sebaran Benteng Kolonial Eropa di Pesisir Barat Pulau Halmahera: Jejak Arkeologis dan Sejarah Perebutan Wilayah di Kesultanan Jailolo". Purbawidya. 5 (2): 133—150. 
  • Jalil, Laila Abdul (2017). "Nisan Kuno di Jailolo: Bukti PErkembangan Islam Abad Ke-18 di Maluku Utara". Berkala Arkeologi. 37 (2): 195—207. 
  • Junaidi, Muhammad (2009). "Sejarah Konflik dan Perdamaian di Maluku Utara (Refleksi Terhadap Sejarah Moloku Kie Raha)". Academica. 1 (2): 222—247.