Aluda dari Kasepuhan

Revisi sejak 18 Agustus 2020 10.32 oleh Reynan (bicara | kontrib) (Telah ditambahkan ke kategori)

Aluda merupakan Sultan Sepuh yang memerintah setelah periode panjang perwalian oleh Ratu Ayu Adimah (istri Sultan Sepuh Atmaja), beliau menjadi penguasa kesultanan Kasepuhan pada tahun 1899 dengan gelar Sultan Sepuh Djamaluddin Aluda Tajularipin Rajanatadiningrat.

Sultan Sepuh
Aluda Rajanatadingrat
Sultan Sepuh Ke-13
Masa jabatan
1899–1942
Informasi pribadi
KebangsaanCirebon - Kasepuhan
Suami/istriRatu Ayu Pamerat[1]
Nyimas Rukiah[1]
Anakdari Ratu Ayu Pamerat[1]


Ratu Raja Putri
Ratu Raja Wulung Ayu Ningrat
Ratu Raja Kirana
Ratu Raja Hani[2]

dari Nyimas Rukiah[1]


Elang Mas Mohammad Sulung
Ratu Mas Sophie Johariah
Ratu Mas Dolly Manawiyah
Elang Mas Soegiono
Ratu Mas Alit Saleha
Orang tua-
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Perkembangan Kesenian

Kesenian di Kasepuhan kemudian pertumbuhannya mulai baik , ialah ketika keraton Kasepuhan dipimpin oleh Sultan Sepuh Atmaja ( 1880 - 1899 ) , dan Sultan Sepuh Aluda ( 1899 - 1942 ), adapun ketika berlanjut kepada sultan ke - 12 yaitu Sultan Jayaningrat (Alexander Rajaningrat) (1942-1969) penyelenggaraan pertunjukan wayang Wong ini semakin menurun akibat penyediaan biayanya yang semakin menipis.[3]

Di zaman Sultan Sepuh Aluda. Para Seniman wayang Wong tersebut kebanyakan berasal dari desa Mayung, Gegesik, Palimanan Slangit dan Suranenggala. Sebagai imbalan dari sultan kepada setiap seniman adalah pemberian tanah garapan, dan pemberian gelar kepada sejumlah dalang.[3]

Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi atau pesta Muludan di kalangan kesultanan Kasepuhan baru dilakukan pada masa Sultan Sepuh Aluda (bertahta : 1889 - 1942). Pada masa itu peringatan Maulid Nabi dilakukan secara sederhana yakni diawali dengan Caosan (menerima para tamu undangan yang hadir) para tamu atau masyarakat ini datang dengan membawa barang pemberian, tanda bahwa mereka setia kepada kesultanan Kasepuhan. Acara kemudian dilanjutkan dengan dzikir dan salawat selama semalam sementara hidangan tersedia diatas piring-piring porselen[4]

Referensi

  1. ^ a b c d Prayitno, Panji. 2020. Silsilah Sultan Sepuh XI Keraton Kasepuhan Cirebon Versi Keluarga Rahardjo. Jakarta : Liputan 6
  2. ^ Hasyim, Achmad. 2020. Menyibak Jejak Kelam Sejarah Merengga Masa Depan Cerah. Cirebon : Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon
  3. ^ a b Rusliana, Iyus. 2002. Wayang wong Priangan : kajian mengenai pertunjukan dramatari tradisional di Jawa Barat. Bandung : Kiblat Buku Utama
  4. ^ Adi, Windoro. 2018. Pasar Malam Mauludan yang Menyatukan 3 Keraton di Cirebon. Jakarta : Kompas