Ngejaman Keben

monumen di Indonesia

Ngejaman Keben adalah tugu monumen jam untuk mengabadikan hubungan persahabatan antara masyarakat Tionghoa, pegawai gubermen (saat itu adalah pegawai pemerintah Hindia Belanda), dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Monumen yang terdiri atas prasasti dan jam ini sekaligus menjadi penanda semangat kebersamaan antar masyarakat multikultural yang ada di Yogyakarta saat itu. Semangat kebersamaan yang berhasil dirajut tersebut mendapatkan peneguhan dari keraton, yang saat itu dijabat oleh Hamengkubuwana VIII. Monumen ini berada tidak jauh dari pintu masuk wisata keraton dan satu kompleks dengan Masjid Kagungan Ndalem Rotowijayan, tepatnya di Jalan Rotowijayan, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ngejaman Keben terletak di Jalan Rotowijayan, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kondisi bangunan

Tugu ini dibangun di dalam pagar setinggi + dua meter dan di bagian atasnya terdapat jam tua yang menunjukkan penanda waktu. Bagian paling atas tugu tersebut terdapat logo atau lambang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan di bagian bawah prasasti terdapat arca Ganesa.[1] Dalam buku Ragam Penanda Zaman yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, R.M. Tirun Marwito menyebutkan bahwa monumen jam tersebut awalnya berada di halaman Srimanganti sisi timur.[2] Sejumlah sumber menyebutkan bahwa monumen ini merupakan hadiah atau persembahan untuk Hamengkubuwana VIII. Selain bersejarah, bangunan tersebut juga menjadi penanda waktu bagi para wisatawan yang bertamasya ke keraton dan objek di sekitarnya.[3] Monumen itu juga memuat prasasti yang ditulis dengan aksara Jawa, latin, dan china. Adapun tulisan yang menggunakan aksara Jawa berbunyi sebagai berikut:[2][4]

Penget kagungan Dalem jam nama Seinkrun, pisungsung saking paguyubanipun abdinipun Kangjeng Gubermen sarta bangsa Tiyohwa ingkang manggen ing nagari Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat amengeti wiyosan Dalem Jumenengan tumbuk kalih windu, marengi ing dinten Senen Wage tanggal kaping 29 wulan Jumadilawal tahun Alip 1867 utawi kaping 17 Agustus 1936.[2][4]

Adapun terjemahannya sebagai berikut:

Persembahan dari paguyuban para pegawai pemerintahan dan masyarakat Tionghoa yang bertempat tinggal di wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat dalam rangka memperingati penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana VIII tepat dua windu, pada hari Senin Wage tanggal 29 bulan Jumadil awal tahun Alip 1867 atau 17 Agustus 1936.[2][4]

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Ragam Wisata (tanpa tanggal). "Monumen Ngejaman Keben Kota Yogyakarta, Simbol Multikultural". Ragam Wisata. Diakses tanggal 22 Agustus 2020. 
  2. ^ a b c d Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (2017). Ragam Penanda Zaman: Memaknai Keberlanjutan Merawat Jejak Peradaban. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. hlm. 135. 
  3. ^ Kedaulatan Rakyat (11 April 2018). "Ngejaman Jogja Memang 'Legend', Ini Dia Sejarahnya..." Kedaulatan Rakyat. Diakses tanggal 22 Agustus 2020. 
  4. ^ a b c Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (6 September 2018). "Ngejaman Keben". Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 22 Agustus 2020. 

Pranala luar