Manajemen konflik

Revisi sejak 22 Agustus 2020 11.56 oleh Deluluna (bicara | kontrib) (Menambah Kategori:Sosiologi menggunakan HotCat)

Manajemen Konflik adalah sebuah proses mengelola konflik dengan menyusun sejumlah strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak berkonflik sehingga mendapatkan resolusi yang diinginkan[1]. Dalam sudut pandang demokrasi, manajemen konflik akan berbicara perihal bagaimana konflik ditangani secara konstruktif, membawa pihak yang berkonflik ke dalam suatu proses yang kooperatif, serta merancang sistem kooperatif yang praktis untuk mengelola perbedaan secara konstruktif[2]. Melalui manajemen konflik, konflik akan dikelola sehingga dapat membatasi aspek negatif dan meningkatkan aspek positif dari konflik yang terjadi[3].

Tujuan dari manajemen konflik, baik yang dilakukan secara langsung oleh pihak yang berkonflik maupun melibatkan pihak ketiga, adalah untuk mempengaruhi seluruh struktur situasi konflik yang dalam prosesnya mengandung hal-hal destruktif (seperti penggunaakan kekerasan atau permusuhan) dan membantu pihak-pihak berkonflik untuk menemukan solusi atas konflik yang terjadi[4]. Bercovitch dan Diehl dalam tulisannya yang berjudul Conflict and Conflict Management in Organizations: A Framework for Analysis mengatakan bahwa manajemen konflik dapat dikatakan berhasil secara efektif apabila: 1) dapat meminimalisir gangguan atau kesurakan dari konflik yang terjadi; (2) memberikan solusi yang memuaskan dan dapat diterima oleh pihak yang berkonflik[4].

Model Manajemen Konflik

Blake dan Mouton

Pada tahun 1964, Blake dan Mouton mengembangkan lima model manajemen konflik dalam mengelola konflik interpersonal, yaitu forcing, withdrawing, smoothing, compromising, dan problem solving[5].

  • Forcing: model pengelolaan konflik cara memaksa salah satu pihak untuk mengalah. Model ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah
  • Withdrawing: Model pengelolaan konflik dengan cara menghindar dari konflik yang sedang terjadi.
  • Smoothing: Model pengelolaan konflik dengan menekankan pada permasamaan kepentingan dan mengurangi perbedaan diantara pihak-pihak yang berkonflik
  • Compromising: Model pengelolaan konflik yang menempatkan seseorang pada posisi moderat, memadukan kepentingan sendiri dengan kepentingan orang lain. Model ini dapat juga disebut dengan model kompromi sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak berkonflik.
  • Problem Solving: Model pengelolaan konflik di mana pihak yang berkonflik bersama-sama mengidentifikasi masalah, berkolaborasi untuk mencari, mempertimbangan, serta memilih solusi alternatif dari permasalahan yang ada.

Model yang dikonsepkan oleh Blake dan Mouton ini kemudian dikembangkan oleh Thomas, Kilmann, dan Renwick yang didasarkan pada perhatian perilaku assertive (keinginan untuk memuaskan diri sendiri) dan perilaku cooperative (keinginan memuaskan pihak lain). Kedua hal tersebut membentuk lima model manajemen konsep yaitu competing, collaborating, avoiding, accomodating, dan compromising [6].

Meta-Model Rahim

Berbeda dengan model yang sebelumnya, Rahim menciptakan model pengelolaan konflik berdasarkan dua dimensi dasar yaitu menyangkut perhatian untuk diri sendiri (concern for self) dan perhatian untuk orang lain (concern for others) [7]. Dua dimensi ini melahirkan lima model pendekatan manajemen konflik, yaitu:

  • Mengintergasi (Integrating) melibatkan keterbukaan, pertukaran informasi, mencari alternatif, dan memeriksa perbedaan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
  • Menuruti (Obliging) dikaitkan dengan upaya meminimalkan perbedaan dan mendorong kesamaan untuk memuaskan perhatian pihak lain.
  • Mendominasi (Domintating) berusaha untuk memenangkan tujuannya dengan gaya ini satu pihak berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan tujuannya dan, akibatnya, sering mengabaikan kebutuhan dan harapan pihak lain.
  • Menghindari (Avoiding) melibatkan perhatian yang rendah terhadap diri sendiri dan orang lain sehingga cenderung menarik diri terhadap situasi yang ada.
  • Kompromi (Compromising) melibatkan pendekatan dengan saling memberi-dan-menerima (give and take) di mana kedua belah pihak saling berkorban untuk membuat keputusan bersama [7].

Referensi

  1. ^ Bintari, Antik (2018-08-09). "Manajemen Konflik Penyelesaian Kasus Reklamasi Pulau G Pantai Utara Jakarta". CosmoGov. 4 (1): 119. doi:10.24198/cosmogov.v4i1.18212. ISSN 2540-8674. 
  2. ^ Democracy and deep-rooted conflict : options for negotiators. Harris, Peter., Reilly, Ben. Stockholm, Sweden: International IDEA. 1998. ISBN 91-89098-22-6. OCLC 40662459. 
  3. ^ Bodtker, Andrea M.; Katz Jameson, Jessica (2001-03). "EMOTION IN CONFLICT FORMATION AND ITS TRANSFORMATION: APPLICATION TO ORGANIZATIONAL CONFLICT MANAGEMENT". International Journal of Conflict Management. 12 (3): 259–275. doi:10.1108/eb022858. ISSN 1044-4068. 
  4. ^ a b Bercovitch, Jacob; Diehl, Paul F. (1997-04). "Conflict management of enduring rivalries: The frequency, timing, and short‐term impact of mediation". International Interactions (dalam bahasa Inggris). 22 (4): 299–320. doi:10.1080/03050629708434895. ISSN 0305-0629. 
  5. ^ Ruble, Thomas L.; Thomas, Kenneth W. (1976-06). "Support for a two-dimensional model of conflict behavior". Organizational Behavior and Human Performance. 16 (1): 143–155. doi:10.1016/0030-5073(76)90010-6. ISSN 0030-5073. 
  6. ^ Kristanto, Harris (2015-03-02). "KEADILAN ORGANISASIONAL, KOMITMEN ORGANISASIONAL, DAN KINERJA KARYAWAN". Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan (Journal of Management and Entrepreneurship). 17 (1). doi:10.9744/jmk.17.1.86-98. ISSN 1411-1438. 
  7. ^ a b Afzalur Rahim, M. (2002-03). "TOWARD A THEORY OF MANAGING ORGANIZATIONAL CONFLICT". International Journal of Conflict Management. 13 (3): 206–235. doi:10.1108/eb022874. ISSN 1044-4068.