Kerajaan Tamiang

Kesultanan Di Sumatera
Revisi sejak 30 Agustus 2020 10.53 oleh Adhmi (bicara | kontrib)

Kerajaan Tamiang atau Kesultanan Banua Tamiang, atau Benua Tunu merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Aceh, Indonesia, setelah Kesultanan Perlak.[1] Wilayah kerajaan tamiang ini berada di ujung paling timur dari Provinsi Nongroe Aceh Darusalam saat ini, wilayah tamiang tersebut juga merupakan perbatas antara provinsi Aceh dengan provinsi Sumatera Utara. Pada saat sekarang ini kerajaan tamiang berada dalam kawasan administratif dari kabupaten Aceh Tamiang yang resmii berdiri pada tahun 2002 dan merupakan pemekaran dari kabupaten Aceh Timur. Kerajaan tamiang atau kesultanan banua tamiang juga merupakan kerajaan islam yang berdiri di Aceh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan tamiang ini pernah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Muda Sedia.[2][3][4]

Sejarah kesultanan/Kerajaan Tamiang

Nama dari kerajaan tamiang tersebut pada awalnya diambil dari sebuah kata "Tamiang" yang juga berasal dari kata "te-miyang". Nama tersebut diambil dari sebuah legenda yang berasal dari wilayah tersebut yang berarti tidak gatal-gatal atau kebal terhadap miang bambu. Hal tersebut juga berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi raja teraebut ditemui dalam rumpun bambu Betong atau betung (istilah Tamiang ” bulooh ”) dan Raja yang menemukannya ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar ” Pucook Sulooh Raja Te – Miyang “, yang artinya “seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal-gatal. Asal usul berdirinya Kerajaan Islam Tamiang berawal dari datangnya satu rombongan yang dipimpin Panglima Pucook Sulooh masyarakat asal negeri Peunaroon (Tanah Alas). Mereka datang ke Aceh untuk membuka daerah baru yang diberi nama Batu Karang di daerah Tamiang sekarang untuk dijadikan tempat permukiman. Mereka penganut Islam yang telah lama menetap di Perlak. Pucook Sulooh meninggal dunia pada 609 H (1212 M). Kerajaan tamiang ini juga merupakan kerajaan yang menganut sistem politik yang berasaskan Islam.[5][2]

Sebelum islam masuk ke tamiang, wilayah ini pada umumnya masih dalam pengatruh hindu-budha kala itu. Hal ini ditandai dengan adanya penjelasan tentang kerajaan tamiang yang terdapat pada prasasti sriwijaya.[2] Pada Awal abad ke-14 sekelompok da'i atau disebut juga dengan pengkhotbah Islam dikirim ke Tamiang oleh Sultan Samudra Pasai. Raja yang berkuasa di tamiang ketika itu beranama Po dinok. Ia tidak mendukung kedatangan kelompok ini pendakwah islam tersebut. Ia kemudian menyerang kelompok tersebut, tetapi kalah dan akhirnya meninggal. Setelah penaklukan tersebut maka terjadi proses islamisasi masyarakat kerajaan Tamian pra islam menjadi islam. Proses islamisasi ini berlangsung secara damai sehingga terpilihlah Raja Muda Sedia (1330- 1352 M) sebagai raja pertama Kerajaan Islam Tamiang. Pada masa Raja Muda Sedia (1330- 1352 M) sistem pemerintahan Kerajaan Islam Tamiang adalah sistem pemerintahan berdasarkan pewarisan atau turun termurun. Struktur pemerintahan Kerajaan Islam Tamiang dipengaruhi oleh Samudera Pasai dan Aceh Darussalam. Bentuk peradaban yang dibangun oleh raja untuk Kerajaan Islam Tamiang bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat Tamiang.[6][7]

Pada masa pemerintahan Raja Muda terjadi agresi Majapahit yang dipimpin Patih Nala pada 1377. Angkatan perang Majapahit menduduki Pulau Kampai di Selat Malaka. Patih Nala mengirim utusan kepada Raja Muda Seudia, meminta Raja untuk menyerahkan puterinya (Puteri Lindung Bulan) untuk persembahan pada Raja Majapahit, Prabu Rajasanagara Hayam Wuruk.

Daftar raja/sultan kerajaan(kesultanan tamiang)

  • 1330 – 1352: Sultan Muda Setia
  • 1352 – 1369: Mangkubumi Muda Sedinu
  • 1369 – 1412: Sultan Po Malat
  • 1454 – 1490: Sultan Po Kandis
  • 1490 – 1528: Sultan Po Garang
  • 1528 – 1558: Pendekar Sri Mengkuta

Referensi

  1. ^ Media, Kompas Cyber. "Sejarah Singkat Kerajaan Perlak dan Kerajaan Benua Raja Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  2. ^ a b c Tamiang, Adlin-Kominfo Aceh. "Sejarah Tamiang". acehtamiangkab.go.id. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  3. ^ Putra, Irwansyah; Prawirohartono, Endy Paryanto; Julia, Madarina (2007-03-01). "Pola makan, penyakit infeksi, dan status gizi anak balita pengungsi di Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam". Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 3 (3): 115. doi:10.22146/ijcn.17562. ISSN 2502-4140. 
  4. ^ "Aceh Timur". jdih.acehtimurkab.go.id. Diakses tanggal 2020-08-30. 
  5. ^ "3 Kerajaan Islam Berpengaruh di Aceh". Republika Online. 2016-08-29. Diakses tanggal 2020-06-12. 
  6. ^ Koestoro, Lucas Partanda; Restiyadi, Andri; Ratna, -; Afkhar, Indra; Setyaningsih, Rita Margaretha (2009). Berita penelitian arkeologi No. 22 : situs dan objek arkeologi-historis Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Medan: Balai Arkeologi Medan. 
  7. ^ MUHAMMAD IQBAL, NIM 09120097 (2014-04-11). "KERAJAAN ISLAM TAMIANG DI ACEH ABAD KE XIV - XVI" (dalam bahasa Inggris). UIN SUNAN KALIJAGA.