Batik Betawi

gaya batik khas kebudayaan etnis Betawi
Revisi sejak 3 September 2020 12.51 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambah teks dan referensi)

Batik Betawi adalah kerajinan tradisional masyarakat Jakarta. Pembuatannya diawali pada abad ke-19. Motif awalnya mengikuti corak batik wilayah pesisir utara Pulau Jawa, yaitu bertemakan pesisiran.[1] Corak batik Betawi dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok.[2] Motif batik Betawi menggunakan kaligrafi khas Timur Tengah.[3] Selain itu, batik Betawi menggunakan motif yang dikembangkan dari bentuk segitiga.[4]

Ciri khas

Corak batik Betawi memperoleh pengaruh dari kebudayaan Tiongkok, terutama dalam penggunaan warna dasar. Batik Betawi menggunakan warna merah, hijau, kuning, dan biru yang cerah.[2] Pengaruh budaya Islam juga terlihat pada motif yang tergambar pada kain batik. Motif batik Betawi memiliki medalion, wajit, kembang. Beberapa motifnya juga memiliki gambar kaligrafi yang menjadi ciri khas motif Timur Tengah. Penggunaan kaligrafi diperkenalkan oleh Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon melalui Batik Cirebon. Selain itu, penggambaran makhluk hidup hanya sebagai simbol untuk menyampaikan pesan.[3] Salah satunya ialah buaya yang oleh masyarakat Betawi dianggap sebagai simbol kesetiaan kepada pasangan hidup.[5]

Motif

Batik Betawi menggunakan motif yang dikembangkan dari bentuk segitiga.[4] Motif segitiga yang digunakan adalah segitiga sama kaki dengan sudut lancip yang saling terhubung. Motif-motif yang dihasilkan yaitu motif penari cokek, tumpal, mancungan, dan pucuk rebung. Motif-motif ini kemudian dikembangkan dan dikelompokka menjadi ragam hias flora, fauna, geometris, kesenian tradisional, bangunan ikonik dan bersejarah, makanan tradisional, cerita rakyat, dan permainan anak.[6]

Motif ondel-ondel dan tanjidor

Motif Ondel-ondel dan Tanjidor menggunakan ondel-ondel dan tanjidor sebagai gambar utama. Ondel-ondel dimaknai sebagai penolak bencana dan pengusir makhluk halus yang gentayangan. Sedangkan Tanjidor adalah orkes khas kesenian Betawi yang menggunakan alat musik tiup. Ondel-ondel digambarkan secara utuh dengan garis lurus yang disusun memancar membentuk kembang api. Warna dasar yang digunakan adalah hitam, kuning, dan jingga.[7] Seperti juga penggambaran ondel-ondel pada umumnya, motif ondel-ondel pada Batik Betawi mengetengahkan sepasang boneka (laki-laki dan perempuan) dengan busana tradisional Betawi. Kekhasan Ondel-Ondel lainnya, yakni keberadaan hiasan bunga kelapa, merupakan ciri yang menunjukkan identitas motif, jika dibandingkan dengan motif lain yang nyaris serupa, yakni Topeng Betawi.[8]

Motif ondel-ondel pucuk rebung

Motif ondel-ondel pucuk rebung ini menyampaikan pesan bahwa masyarakat Betawi yang jujur dan apa adanya, Warna hijau dan biru digunakan sebagai warna dasar. Ondel-ondel digambarkan di tengah kain, sedangkan pucuk rebung digambarkan pada bagian tepi kain.[7]

Motif penari cokek

Motif penari cokek menggunakan tari cokek sebagai temanya. Para penari cokek digambarkan sedang menari di sebelah Tugu Monumen Nasional. Latar dari penari dan tugu adalah hiasan kembang kelape. Warna dasar dari kain adalah merah dan jingga. Penari cokek, Tugu Monumen Nasional dan kembang kelape digambarkan dengan warna putih.[9]

Motif parang

Motif parang menggambarkan mulut buaya yang memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Tubuh buaya tidak digambarkan seluruhnya, tetapi hanya berupa garis-garis yang membentuk gambar rahang buaya yang panjang. Buaya dijadikan sebagai lambang kesetiaan kepada pasangan. [10]

Kegunaan

Pada awalnya, batik Betawi menggunakan motif pesisiran yang mirip dengan batik Pekalongan, batik Lasem, dan batik Cirebon. Tema yang digambarkan berupa pemadangan Indonesia, Eropa, dan Jawa Hokokai. Motif yang digunakan yaitu jamblang, babaran kalengan, dan jelamprang. Batik Betawi digunakan sebagai pakaian dan penutup perlengkapan interior rumah. Selain itu, batik Betawi juga digunakan sebagai perlengkapan dan pakaian suci untuk mengusir makhlus halus.[11]

Referensi

  1. ^ Ratnawati, lien (2017). Penetapan Warisan Budaya tak benda Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 91. 
  2. ^ a b Casande 2011, hlm. 294–295.
  3. ^ a b Casande 2011, hlm. 296.
  4. ^ a b Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 71–72.
  5. ^ Casande 2011, hlm. 297.
  6. ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 72.
  7. ^ a b Nawingkapti, Purwanto, dan Gunadi 2019, hlm. 73.
  8. ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 74.
  9. ^ Nawingkapti, Purwanto, dan Gunadi 2019, hlm. 73–74.
  10. ^ Casande 2011, hlm. 294.
  11. ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 71.

Daftar pustaka

Soedarwanto, H., Muthi'ah, W., dan Maftukha, N. (2018). "Kajian Ekspresi Seni dalam Ragam Hias Batik Betawi". Narada. 5 (1): 67–79. 

Nawingkapti, K. A., Purwanto, dan Gunadi (2019). "Seni Batik Betawi Terogong: Kajian Motif dan Proses Pembuatannya". Eduarts. 8 (2): 70–75. ISSN 2721-785X. 

Casande, Suwito (2011). "Ragam Hias Parang Gerigi pada Batik Betawi". Deiksis. 3 (3): 290–303. ISSN 2502-227X.