Nahdlatul Wathan
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Nahdlatul Wathan disingkat NW adalah organisasi Kemasyarakatan Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini didirikan di Pancor, Kabupaten Lombok Timur oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor serta Abul Masajid wal Madaris (Bapaknya Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah) pada tanggal 1 Maret 1953 bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah. Organisasi ini mengelola sejumlah Lembaga Pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Berkas:Nahdlatul Wathan logo.png | |
Singkatan | NW |
---|---|
Tanggal pendirian | 1 Maret 1953 |
Pendiri | Muhammad Zainuddin Abdul Madjid |
Didirikan di | Pancor, Kabupaten Lombok Timur |
Status | Kep. Menteri Kehakiman No. J.A.5/10515 Tgl.17 Oktober 1960 |
Tipe | Organisasi |
Tujuan | Keagamaan dan sosial (Islam) |
Kantor pusat | Jl. Kaktus No. 1-3, Mataram, Nusa Tenggara Barat |
Ketua umum | Raden Tuan Guru Bajang K.H. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani M.Pd.I |
Sekretaris Jenderal | Prof. DR. TGH. Fahrurrozi Dahlan MA |
Situs web | https://nw.or.id |
Sejarah Berdirinya NW
Organisasi Nahdlatul Wathan, yang selanjutnya disingkat NW, adalah sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Onganisasi ini didirikan oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada hari Ahad tanggal, 15 Jumadil Akhir 1372 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M di Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Adapun yang melatar belakangi berdirinya organisasi ini adalah karena melihat pertumbuhan dan perkembangan cabang-cabang Madrasah NWDI dan NBDI yang begitu pesat, di samping perkembangan aktivitas sosial lainnya, seperti majlis dakwah dan majlis ta’lim dan lainnya. Untuk itu diperlukan suatu wadah atau organisasi yang mewadahi dan mengorganisir segala macam bentuk kebutuhan dan keperluan pengelolaan lembaga-lembaga tersebut secara profesional.Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah As-Saulatiyyah Makkah dan kembali ke tanah air (Indonesia), pada tahun 1934 M., TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pondok Pesantren Al-Mujahidin. Berselang tiga tahun setelah itu yakni pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H. / 22 Agustus 1937 M., beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang secara khusus menerima murid dari kalangan laki-laki. Lalu pada tanggal 15 Rabi'ul Akhir 1362 H. / 21 April 1943 M., beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang khusus menerima murid dari kalangan perempuan. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama yang berdiri di Pulau Lombok, dan merupakan cikal bakal berdirinya semua madrasah yang bernaung dibawah organisasi Nahdlatul Wathan.
Pada zaman penjajahan, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Bersama guru-guru madrasah NWDI dan NBDI, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid membentuk gerakan yang diberi nama "Gerakan Al-Mujahidin", yang tujuan utamanya adalah untuk membela tanah air dan merebut kemerdekaan dari rongrongan penjajah dimasa itu.
Perkembangan madrasah-madrasah yang merupakan cabang dari NWDI dan NBDI cukup pesat. Pada tahun 1952 M. tercatat sebanyak 66 madrasah telah didirikan oleh para alumni NWDI dan NBDI yang tersebar diberbagai daerah. Untuk lebih memudahkan dalam koordinasi, pembinaan dan pengembangan madrasah-madrasah cabang tersebut, maka pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H. / 1 Maret 1953 M., TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan yang bergerak dibidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiyah. Hingga tahun 1997 H. tercatat sebanyak 647 lembaga pendidikan telah didirikan, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Begitu pula dengan lembaga sosial dan dakwah Islamiyah yang berada dibawah naungan organisasi Nahdlatul Wathan, telah tersebar diseluruh provinsi di Indonesia.
Sebagai organisasi yang berada didalam negara hukum, organisasi Nahdlatul Wathan secara resmi telah tercatat dalam Akta Notaris Hendrik Alexander Malada dengan Nomor 48 tanggal 29 Oktober 1956. Dan telah berbadan hukum berdasarkan ketetapan Menteri Kehakiman Nomor: J.A.5/10515 tanggal 17 Oktober 1960, serta telah diumumkan melalui Berita Negara Republik Indonesia Nomor 90 tanggal 8 November 1960.
Muktamar NW
Kemudian dalam rangka konsolidasi organisasi, Nahdlatul Wathan telah melaksanakan rapat anggota untuk tingkat ranting, konfrensi untuk tingkat Anak Cabang, Cabang, Daerah, Wilayah dan Perwakilan. Sedangkan untuk tingkat Pengurus Besar diselenggaran muktamar.
Selanjutnya, setelah mengadakan muktamar I, hingga meninggalnya Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, organisasi Nahdlatul Wathan tercatat telah mengadakan muktamar sebanyak 14 kali. Eksistensi Nahdlatul Wathan sebagai organisasi telah diakui berdasarkan Akte Nomor 48 tanggal 29 Oktober 1965 yang dibuat dan sisahkan oleh Notaris Pembantu Hendrik Alexander Malada di mataram. Adapun tempat, tanggal dan tahun terselenggaranya Muktamar tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Muktamar I tanggal 22-24 Agustus 1954 di Pancor
(Terpilihnya Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
2. Muktamar II tanggal 23-26 Maret 1957 di Pancor
(Terpilihnya Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
3. Muktamar III tanggal 25-27 Januari 1960 di Pancor
(Terpilihnya Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
4. Muktamar IV tanggal 10-14 Agustus 1963 di Pancor
(Terpilihnya Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
5. Muktamar V tanggal 29 Juli .- 1 Agustus 1966 di Pancor
(Terpilihnya H. Yusi Muhsin Aminullah sebagai PBNW)
6. Muktamar VI tanggal 24-27 September 1969 di Mataram
(Terpilihnya H. Jalaluddin sebagai PBNW)
7. Muktamar VII tanggal 30 Nopember – 3 Desember 1973 di Mataram
(Terpilihnya H. Jalaluddin sebagai PBNW)
8. Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor
(Pemecatan H. Jalaluddin sebagai PBNW)
9. Muktamar VIII tanggal 24-25 Februari 1986 di Pancor
(Terpilihnya Drs. H. Wiresentane sebagai PBNW)
10. Muktamar IX tanggal 3-6 Juli 1991 di Pancor
(Terpilihnya Drs. H. Wiresentane sebagai PBNW)
11. Muktamar X tanggal 24-26 Juli 1998 di Praya
(Terpilihnya Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
12. Muktamar XI tanggal 14-16 Agustus 2004 di Anjani
(Terpilihnya Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
13. Muktamar XII tanggal 29-31 Juli 2009 di Anjani
(Terpilihnya Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
14. Muktamar XIII tanggal 3-5 Mei 2014 di Mataram
(Terpilihnya Ummuna Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai PBNW)
15. Muktamar XIV tanggal 25-27 Juni 2019 di Mataram
(Terpilihnya Raden Tuan Guru Bajang K.H. L. Gede Muhammad Zainuddin Atsani sebagai PBNW)
Kini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan yang sah menurut aturan Negara dan AD ART Organisasi Nahdlatul Wathan adalah Syaikhuna Tuan Guru Bajang K.H. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, Lc., M.Pd.I. (Baca profil singkat Tuan Guru Bajang Zainuddin Atsani.
Legalitas Organisasi
Sebagai sebuah organisasi formal, eksistensi Nahdlatul Wathan mendapatkan legalitas yuridis formal berdasarkan akta Nomor 48 tahun 1957 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram. Akta ini bersifat sementara, karena wilyah yurisdiksinya hanya di Pulau Lombok, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan organisasi ke luar wilayah yurisdiksi tersebut.
Untuk itu, dibuat akta nomor 50, tanggal 25 Juli 1960, di hadapan Notaris Sie Ik Tiong di Jakarta. Kemudian pengakuan dan penetapan juga diberikan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960, dan dibuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 90, tanggal 8 November 1960.
Dengan legalitas akta kedua ini, maka organisasi Nahdlatul Wathan mempunyai kekuatan hukum tetap untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, sehingga setelah tahun 1960, maka terbentuklah pengurus Nahdlatul Wathan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, danlain-lainnya, bahkan sampai ke daerah Riau dengan status perwakilan.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang keormasan yang antara lain berisi tentang penerapan Asas Tunggal bagi semua organisasi kemasyarakatan, maka Nahdlatul Wathan dalam Muktamar ke-8 di Pancor, Lombok Timur pada tanggal 15-16 Jumadil Akhir 1406 H atau tanggal 24-25 Februari 1986 mengadakan peninjauan dan penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini kemudian dikukuhkan dengan Akta Nomor 3l tanggal 15 Februari 1987 dan Akta Nomor 32, juga tanggal 15 Februari 1987, yang dibuat dan disahkan oleh waki1 Notaris Sementara Abdurrahim, SH. di Mataram. Dengan demikian, maka jelaslah eksistensi dan legalitas formal organisasi Nahdlatul Wathan sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan.
Perpecahan di Tubuh NW
Hingga saat ini NW sebagai organisasi massa masih terpecah menjadi dua kubu. Salah satu kubu disebut dengan NW PANCOR yang menunjukkan lokasi kantor pusatnya yang terletak di Pancor, Lombok Timur dan kubu berikutnya disebut sebagai NW ANJANI karena lokasi pusat gerakannya berada di Anjani, Lombok Timur. Sejarah terpecahnya NW semata-mata karena politik organisasi saja dan tidak terkait dengan hal-hal yang bersifat sakral.
Perpecahan terbesar tersebut terjadi pasca penetapan salah satu putri pendiri NW, yaitu Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid sebagai Ketua Umum PBNW di Muktamar X di Praya, Lombok Tengah menggantikan almarhum suaminya, Drs. H. Lalu Gede Sentane[1]. Hasil Muktamar yang menghasilkan kepemimpinan perempuan tersebut ditolak oleh pihak NW di Pancor karena dianggap tidak sesuai dengan asas organisasi NW yang bermazhab syafii yang melarang pemimpin organisasi islam berasal dari wanita dan di NW sendiri sudah memiliki badan otonom bernama muslimat yang dikhususkan untuk pergerakan kaum hawa. Jauh sebelumnya, sebelum wafatnya TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, menurut banyak pihak yang terlibat memang sudah tampak persaingan antara dua putri pendiri NW tersebut yaitu Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid dengan Ummi Hj. Sitti Rauhun Zainuddin Abdul Madjid.
Sebelum tragedi perpecahan terbesar tersebut, Nahdlatul Wathan telah berkali-kali mengalami tantangan berupa konflik internal. Sejarah perpecahan tersebut berikut rentetan sejarah pertikaian internal di tubuh NW saat ini masih bisa menjadi bara yang terpendam walaupun pada level grass root mayoritas jamaah NW pancor dan NW Anjani saling berhubungan baik sebagai sesama warga NW tanpa melihat afiliasi kepengurusan organisasi masing-masing. Perpecahan terbesar antara dua putri TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid juga dirasa telah banyak menguras energi jamaah NW dari fokus utama yaitu pergerakan dakwah islam, sosial dan ekonomi.
Referensi
- ^ Sejarah Perpindahan Pusat NW. Diakses 22 Agustus 2013.
- Biografi TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Dinas Sosial Provinsi NTB. 1999.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi Nahdlatul Wathan
- (Indonesia) Sejarah Berdirinya Nahdlatul Wathan