Ahmad Yunus Mokoginta
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Ahmad Yunus Mokoginta atau biasa juga dikenal sebagai A.Y. Mokoginta (28 April 1921 – 11 Januari 1984) adalah tokoh militer Indonesia yang juga menjadi salah satu penandatangan Petisi 50. Ia berasal dari keluarga aristokrat di Bolaang Mongondow. Pada tahun 1926 ia hijrah ke Jawa mengikuti ayahnya, Abraham Patra Mokoginta, seorang Jogugu (Perdana Menteri) yang diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda karena mendukung gerakan Serikat Islam di Kotamobagu.[1][2]
Ahmad Junus Mokoginta | |
---|---|
Komandan SSKAD | |
Masa jabatan 12 Maret 1956 – 16 April 1958 | |
Masa jabatan 1 Oktober 1951 – 8 April 1953 | |
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru | |
Panglima Teritorium VII/Indonesia Timur | |
Masa jabatan 1950–1950 | |
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru | |
Komandan Polisi Militer Daerah Jawa | |
Masa jabatan 1949–1950 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Kotamobagu, Sulawesi Utara | 28 April 1921
Meninggal | 11 Januari 1984 Jakarta | (umur 62)
Almamater | Akademi Militer Breda di Bandung (1941) |
Julukan | A.Y. Mokoginta |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Masa dinas | 1941 - |
Pangkat | Letnan Jenderal TNI |
Satuan | Polisi Militer (CPM) |
Sunting kotak info • L • B |
Karier militer
Pada masa perang Pasifik dia masuk Akademi Militer Breda di Bandung. Saat pendudukan Jepang dan masa-masa menjelang dan setelah Proklamasi, ia terlibat dalam gerakan pemuda. Mokoginta bergerilya di Jawa Barat saat terjadi perang Revolusi. Pada saat itu ia menjabat staf perwira pada Brigade III Divisi Siliwangi. Pada masa itu dia juga pernah menjadi ajudan Jenderal Oerip Soemohardjo. Setelah itu ia menjabat Komandan Polisi Militer Daerah Jawa, menggantikan Gatot Soebroto pada periode 1948-1950. Pada tahun 1949, ketika terjadi penyerahan kekuasaan dari Belanda ke Republik Indonesia, Mokoginta dipiliih sebagai perwira yg bertanggung jawab atas Daerah Teritorial Indonesia Timur. Penyerahan dilakukan secara langsung oleh Kolonel Schootborg, seorang perwira KNIL. Pada tanggal 20 Juni 1950 dibentuk tujuh Teritorium di seluruh Indonesia. Ia ditunjuk untuk memimpin Teritorium VII yang berkedudukan di Makassar dengan pangkat Letnan Kolonel. Teritorium VII/Indonesia Timur membawahi wilayah Sulawesi dan Maluku dan merupakan cikal bakal lahirnya Kodam VII/Wirabuana (kini Kodam XIV/Hasanuddin). Pada Agustus 1950 istilah Teritorium VII diubah menjadi Tentara dan Teritorium (TT) VII/Wirabuana. Pada saat itu Letkol A.Y. Mokoginta menyerahkan tongkat Komando kepada komandan baru A.E. Kawilarang.[3][4]
Sebagai alumnus Akademi Militer Breda di Bandung (1941), dirinya pernah dipercayakan menjadi Komandan SSKAD pertama selang tahun 1951-1953, yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Seskoad. Selain itu ia pernah dipercayakan menjadi ketua tim Panitia Doktrin Angkatan Darat. Tim ini merumuskan ideologi TNI dalam rangka menghadapi inflitrasi kekuatan asing dan ganguan dari dalam negeri. Bersama dengan Kolonel Soewarto, mereka menggodok SESKOAD sebagai lembaga yg mencetak perwira-perwira modern Indonesia.
Ia juga pernah menjadi Ketua Tim Perumus Kurikulum Pendidikan di Akademi Militer Magelang. Ia pernah juga bersama teman-teman seangkatannya seperti Jendral A.H. Nasution, T.B. Simatupang, Alex Kawilarang, GPH. Djatikusumo, Askari, Abdul Kadir, Rachmat Kartakusuma, Samsudarso pernah terlibat dalam aksi-aksi militer menghadapi Agresi Militer II Belanda di Yogyakarta.
Referensi
Jabatan diplomatik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Mas Isman |
Duta Besar Indonesia untuk Mesir 1967–1970 |
Diteruskan oleh: Mohammad Syarief Padmadisastra |